BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
760. Idun Nahar

Idun Nahar ('Iyd An-Nahr), artinya Hari Raya menyembelih hewan qurban, sehingga 
disebut pula Idul Qurban ('Iyd Al-Qurbaan), dilaksanakan pada  sepenggal 
matahari naik (al-adhhay), maka disebut pula idul Adha ('Iyd Al-Adhhay). Ada 
perbedaan antara qurban dgn kurban dgn korban. 
 
Korban, hanya terkhusus atas manusia yang ditimpa musibah, bahasa Inggrisnya, 
victim. Mati atau tidak mati, cedera atau tidak cedera, namun mereka yang 
rumahnya hancur di Palestina, Afghanistan dan Iraq kena rudal para imperialis 
yang bengis, yaitu Israel, Amerika dan Inggris, juga disebut korban. 
 
Kurban, yaitu pacara khurafat ritual "accera'" (mengucurkan darah), seperti 
contohnya kepala kerbau, atau bahkan dalam agama primitif bisa berupa manusia 
juga, untuk dipersembahkan kepada hantu-hantu penguasa di tempat upacara 
khurafat itu, ataupun untuk persembahan kepada dewa-dewa. Persembahan itu 
dimaksudkan agar daging dan darahnya disantap dan diminum oleh para hantu dan 
dewa penguasa itu. Alhasil kata kurban berarti suguhan (offering) dan sesajen 
yang sakral (sacrifice), dan itu dapat saja terdiri dari manusia, binatang dan 
makanan.
 
Qurban adalah bahasa Al-Quran yang dibentuk oleh akar kata 3 huruf: Qaf-Ra-Ba 
[QRB], dengan wazan (pola) Fa-'Ain-Lam-Alif-Nun [F'ALAN], fu'laan, menjadi 
[QRBAN] qurbaan, artinya  dekat. Jika ditasrifkan menjadi taqarrub berarti 
mendekatkan diri. Seperti telah disebutkan di atas qurban ini telah diserap ke 
dalam bahasa Indonesia dalam  bentuk korban dan kurban. Akan tetapi kata-kata 
korban dan kurban dalam cita-rasa bahasa Indonesia sudah menyimpang dari makna 
"dekat" seperti dijelaskan di atas. Namun dalam pada itu apabila [QRB] dalam 
bentuk qarib, yang diserap ke dalam bahasa Indonesia dalam ungkapan sahabat 
karib, serta bentuk tafdhil (superlatif) yaitu aqrab dalam ungkapan pergaulan 
yang akrab, masih  terasa maknanya yang asli. Kedua kata karib dan akrab 
tersebut masih kental cita-rasa makna bahasa asalnya, "dekat".
 
***
 
Dalam hal permulaan puasa dan Idulfitri ada perintah spb: 
-- 'An Abiy Hurayrata yaquwlu qaala nNabiyyu Sh M shuwmuw liru'yatihi wafthuruw 
liru'yatihi fain ghubbiya 'alaykum fakmiluw 'iddata sya'baana tsalaatsiyn, 
artinya: 
-- Dari Abu Hurayrah (ia) berkata: Nabi SAW (telah) bersabda puasalah kamu 
apabila melihatnya (al Hilal) dan berbukalah apabila kamu melihatnya dan jika 
bulan tertutup atasmu maka sempurnakanlah bilangan Sya'ban tiga puluh (HR 
Bukhari).
-- FMN SyHD MNKM ALsYHR FLYSMH (s. aLBQRt, 2:185), dibaca:
-- Faman syahida minkumusy syahra falyasumhu, artnya:
-- maka siapa menyaksikan syahr (month) wajiblah ia puasa.
 
Jadi dalam konteks puasa dan Idul Fithri ada perintah umum kepada semua ummat 
Islam untuk melihat bulan sabit (HR Bukhari) atau menghitung syahr (ayat 
2:185), sehingga saat mulai puasa (shuwmuw) dan Idul Fithri (wafthuruw) 
tergantung dari mathla', di tempat mana pada permukaan bumi ini kita berpijak, 
maka tidak perlu kita di Indonesia ini ataupun di mana saja harus sama dengan 
Makkah dalam hal waktu pelaksanaan mulai puasa ataupun Idul Fithri.
 
Dalam hal Idun Nahar tidak ada perintah melihat dan menghitung bulan kepada 
seluruh ummat Islam. Idun Nahar adalah bagian dari ibadah haji, disebut pula 
Lebaran Haji, sehingga penterapan metode qiyas (analogi) melihat dan menghitung 
hilal hanya terkhusus bagi ummat Islam di tempat pelaksanaan ibadah haji saja, 
yang sentralnya ialah wuquf di 'Arafah. Kantor Berita Arab Saudi SPA 
menyebutkan, Majelis Pengadilan tertinggi Syariah Arab Saudi telah menetapkan 
hari wuquf di Arafah jatuh pada hari Jumat, 29 Desember 2006, sehingga Idun 
Nahar 30 Desember 2006. Jadi di Indonesia dan di mana saja di permukaan bumi 
ini puasa sunnat 'Arafah ialah pada hari Jum'at.
 
Namun, di Indonesia kebanyakan menterapkan metode qiyas melihat hilal dan 
menghitung syahr juga dalam hal penetapan Idun Nahar. Hasilnya ialah di 
Indonesia 1 Dzulhijjah jatuh pada malam/hari Jum'at, sehingga Idun Nahar, 10 
Dzulhijjah jatuh pada hari Ahad, 31 Desember 2006. Terjadi ganjalan di dalam 
qalbu --saya pakai "q", bukan "k", karena kalbu(n) berarti anjing-- kalau 
sehari sebelum shalat Idun Nahar melakukan puasa sunnat 'Arafah, yaitu hari 
Sabtu ! Sehingga dapat dimaklumi bahwa "pemerintah tidak melarang masyarakat 
yang hendak shalat Idul Adha pada 30 Desember 2006," itu menurut Dirjen 
Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam, Nas(a)ruddin Umar. Yang melakukan Lebaran 
Haji pada hari Sabtu di antaranya: DDII, HTI dan Hidayatullah. Karena isi rumah 
saya puasa 'Arafah pada hari Jum'at, maka kami Lebaran Haji hari Sabtu di rumah 
bersama keluarga, berhubung jalan di depan rumah menganak sungai setinggi paha 
orang dewasa. 
 
***
 
Kolom ini bertemakan, wahyu dahulu, kemudian baru akal, iman dahulu kemudian 
baru ilmu. Jadi tekstual dahulu baru takwil dan kontekstual.
 
Tekstualnya:
"Menyembelih". Untuk menghemat tempat dituliskan artinya saja:
-- apabila telah rebah badannya (hewan sembelihan), maka makanlah sebagian 
darinya dan beri makanlah orang yang tidak meminta dan orang yang meminta . 
Tidak akan sampai kepada Allah daging-dagingnya dan tidak darah-darahnya, 
melainkan yang sampai kepadaNya ialah ketaqwaan kamu (22:36-37). 
-- maka shalatlah bagi Maha Pemeliharamu dan sembelihlah (108:2). 
-- Bersabda Nabi SAW: pertama-tama yang kita lakukan pada hari ini shalat, 
kemudian kita kembali, lalu menyembelih (HR Bukhari).
 
Takwilnya:
Allah SWT memerintahkan Isma'il diganti dengan binatang sembelihan. takwilnya 
menyembelih naluri kebinatangan dalam diri kita untuk taqarrub ilaLlah, 
mendekatkan diri kepada Allah, serta kita berkewajiban agar nilai kemanusiaan 
tidak diinjak-injak, yaitu kewajiban asasi manusia (KAM). 

Kontekstualnya:
Karena darah dan daging hewan itu tidak sampai kepada Allah, maka orang dapat 
mengangkatnya ke tataran nilai berbuat baik kepada orang miskin, buat apa 
diberikan secara konsumtif. Dalam konteks visi produktif, lebih baik hewan 
Qurban itu diberikan kepada mereka itu untuk diternakkan supaya terbuka 
lapangan kerja. Namun pendekatan kontekstual ini bertabrakan dengan yang 
tekstual. Dalam hal ini akal mesti bekerja. Apabila itu dilihat dari segi 
pasar, maka itu sangat mempunyai nilai ekonomis. Produksi saja tanpa pasar 
tidak ada gunanya. Bahkan tidak kurang dalam kegiatan ekonomi harus memperluas 
bahkan kalau perlu menciptakan pasar. Allah SWT telah menciptakan pasar bagi 
peternak kelas bawah dalam bulan Dzulhijjah setiap tahun. Melalui kredit usaha 
tani (KUT), para peternak dapatlah berternak sapi, kambing dan biri-biri khusus 
"diproduksi" untuk dipasarkan sekali setahun. Dengan demikian secara 
kontekstual sekali-gus mempunyai nilai ekonomis, nilai sosiologis dan tidak 
bertabrakan dengan pendekatan tekstual. Bahkan dengan menyembelih hewan, 
dagingnya diberikan kepada orang miskin sekali gus terbinalah komunikasi dalam 
konteks psikologis, yaitu ikatan batin antara yang memberi dengan yang menerima 
daging yang secara langsung dapat bermakna pula sebagai nilai kesehatan, 
peningkatan gizi, mengkonsumsi protein. WaLlahu a'lamu bisshawab.
 
*** Makassar, 31 Desember 2006(*)
    [H.Muh.Nur Abdurrahman]
---------------------------------
(*)
Karena pada 31 Desember 2006 FAJAR tidak terbit, maka baru pada 7 Januari Seri 
760 ini dipubliksikan.


[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to