MediaMuslim.Info <http://www.mediamuslim.info/>  - Lisan merupakan
bagian tubuh yang paling banyak digunakan dalam keseharian kita. Oleh
karena itu, sangat penting untuk menjaga lisan kita. Apakah banyak
kebaikannya dengan menyampaikan yang haq ataupun malah terjerumus ke
dalam dosa dan maksiat.

Pada berbagai pertemuan, seringkali kita mendapati pembicaraan berupa
gunjingan (ghibah), mengadu domba (namimah) atau maksiat lainnya.
Padahal, Alloh Subhanahu wa Ta'ala melarang hal tersebut. Alloh
Subhanahu wa Ta'ala menggambarkan ghibah dengan suatu yang amat
kotor dan menjijikkan. Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang
artinya, "Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang
lain. Apakah salah seorang di antara kamu suka memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik dengannya." (QS:
Al-Hujurat: 12)

Nabi shollallohu `alaihi wa sallam telah menerangkan makna ghibah
(menggunjing) ini. Beliau bersabda, yang artinya: "Tahukah kalian
apakah ghibah itu?" Mereka menjawab, "Alloh dan Rosul-Nya yang
lebih mengetahui" Beliau bersabda, yang artinya: "Engkau
mengabarkan tentang saudaramu dengan sesuatu yang dibencinya."
Beliau ditanya, "Bagaimana jika yang aku katakan itu memang terdapat
pada saudaraku?" Beliau menjawab, "Jika apa yang kamu katakan
terdapat pada saudaramu, maka engkau telah menggunjingnya (melakukan
ghibah) dan jika ia tidak terdapat padanya maka engkau telah berdusta
atasnya." (HR: Muslim)

Yang terdapat pada diri seorang muslim, baik tentang agama, kekayaan,
akhlak, atau bentuk lahiriyahnya, sedang ia tidak suka jika hal itu
disebutkan, dengan membeberkan aib, menirukan tingkah laku atau gerak
tertentu dari orang yang dipergunjingkan dengan maksud mengolok-ngolok.
Banyak orang meremehkan masalah ghibah, padahal dalam pandangan Alloh
Subhanahu wa Ta'ala ia adalah sesuatu yang keji dan kotor.
Rosululloh shollallohu `alaihi wa sallam bersabda, yang artinya:
"Riba itu ada tujuh puluh dua pintu, yang paling ringan daripadanya
sama dengan seorang laki-laki yang menyetubuhi ibunya (sendiri), dan
riba yang paling berat adalah pergunjingan seorang laki-laki atas
kehormatan saudaranya." (As-Silsilah As-Shahihah, 1871)

Wajib bagi orang yang hadir dalam majelis yang sedang menggunjing orang
lain, untuk mencegah kemunkaran dan membela saudaranya yang
dipergunjingkan. Nabi shollallohu `alaihi wa sallam sangat
menganjurkan hal itu, sebagaimana dalam sabdanya, yang artinya:
"Barangsiapa membela (ghibah atas) kehormatan saudaranya, niscaya
pada hari kiamat Alloh akan menghindarkan api Neraka dari wajahnya."
(HR: Ahmad)

Demikian pula halnya dalam mengadu domba (namimah). Mengadukan ucapan
seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak hubungan di antara
keduanya adalah salah satu faktor yang menyebabkan terputusnya ikatan,
serta menyulut api kebencian dan permusuhan antar manusia. Alloh mencela
pelaku perbuatan tersebut dalam firmanNya, yang artinya: "Dan
janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang
banyak mencela, yang kesana kemari menghambur fitnah." (QS:
Al-Qalam: 10-11).

Rosululloh shollallohu `alaihi wa sallam bersabda, yang artinya:
"Tidak akan masuk surga al-qattat (tukang adu domba)." (HR:
Bukhari).

Ibnu Atsir menjelaskan, "Al-Qattat adalah orang yang menguping
(mencuri dengar pembicaraan), tanpa sepengetahuan mereka, lalu ia
membawa pembicaraan tersebut kepada orang lain dengan tujuan mengadu
domba." (An-Nihayah 4/11)

Oleh karena itu ada beberapa hal penting perlu kita perhatikan dalam
menjaga lisan. Pertama, hendaknya pembicaraan kita selalu diarahkan ke
dalam kebaikan. Alloh Subhaanahu wa Ta'ala berfirman, "Tidak ada
kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali bisik-bisikan
dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat
ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia." (QS:
An-Nisa: 114)

Kedua, tidak membicarakan sesuatu yang tidak berguna bagi diri kita
maupun orang lain yang akan mendengarkan. Rosululloh shollallaahu
`alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: "Termasuk kebaikan
Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna."
(HR: Ahmad dan Ibnu Majah)

Ketiga, tidak membicarakan semua yang kita dengar. Abu Huroiroh
rodhiyallohu `anhu berkata, Rosululloh shollallohu `alaihi wa
sallam bersabda, yang artinya: "Cukuplah menjadi suatu dosa bagi
seseorang yaitu apabila ia membicarakan semua apa yang telah ia
dengar." (HR: Muslim)

Keempat, menghindari perdebatan dan saling membantah, sekali-pun kita
berada di pihak yang benar dan menjauhi perkataan dusta sekalipun
bercanda. Rosululloh shollallohu `alaihi wa sallam bersabda, yang
artinya: "Aku adalah penjamin sebuah istana di taman surga bagi
siapa saja yang menghindari pertikaian (perdebatan) sekalipun ia benar;
dan (penjamin) istana di tengah-tengah surga bagi siapa saja yang
meninggalkan dusta sekalipun bercanda." (HR: Abu Daud dan dihasankan
oleh Al-Albani)

Kelima, Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa. Aisyah
rodhiallohu `anha berkata, "Sesungguhnya Nabi shollallohu
`alaihi wa sallam apabila membicarakan suatu hal, dan ada orang yang
mau menghitungnya, niscaya ia dapat menghitungnya" (HR:
Bukhari-Muslim).

Semoga Alloh Subhanahu wa Ta'ala senantiasa menjaga diri kita,
sehingga diri kita senantiasa berada dalam kebaikan. Wallohu'alam.



[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to