GAYA HIDUP ZINA MENGUNDANG BENCANA (bagian 2) <http://swaramuslim.net/weblog.php?id=C0_21_1> Untold Story / the X files Oleh : Redaksi <http://swaramuslim.net/> 09 Feb 2007 - 12:10 am
Selingkuh Paling Heboh <http://swaramuslim.net/images/uploads/xfiles/PANJI06Sep2000.jpg> imageSetelah Soekarno (BK), Presiden yang paling menghebohkan skandal seksnya adalah Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Namun demikian GD belum bisa menandingi BK setidaknya dari segi jumlah. Ketika kasus perzinahan Presiden RI ke-4 ini terkuak, publik mengira hanya Aryanti satu-satunya partner zinahnya. Ternyata tidak. Aryanti sendiri pernah memergoki GD sedang memeluk seorang wanita di kantor PBNU, yang diakui sebagai 'adiknya' bernama Puteri, isteri seorang pilot. Nama lain, Siti Farikha janda dari Desa Angin-angin, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, yang kebagian kucuran dana Rp 5 miliar dalam kasus korupsi dana Yayasan Karyawan Bulog. Masih ada sejumlah nama lain yang bisa diungkap. Namun yang paling heboh adalah Aryanti. Pada Mei 1995, Aryanti berkenalan dengan Haji Sulaiman di Arab Saudi. Beberapa bulan kemudian, Aryanti dikenalkan kepada GD. Mereka lantas makan sate. Sejak itu mereka sering berkomunikasi via telepon. Lima bulan kemudian, Oktober 1995, Aryanti dan anak perempuannya, bersama Haji Sulaiman dan Gus Dur pergi ke Bali menginap di rumah Ibu Gedong Bagus Oka. Di sini terjadi hubungan intim yang pertama. Awalnya Aryanti menolak, karena belum dinikahi GD, apalagi ia masih terikat pernikahan dengan M. Yanur. Ketika itu Gus Dur bilang, "Nggak apa-apa, nanti kita tobat." Pertemuan intim selanjutnya berlangsung di Putri Duyung Cottages (Ancol, Jakarta Utara), Hotel Equatorial (Tanah Abang, Jakarta Pusat), Hotel Horison Bekasi, dan paling sering di Hotel Harco (jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat). Menurut pengakuan Aryanti, Hotel Harco sudah seperti rumah sendiri. Selain itu, Hotel Harco juga dekat dengan kantor GD. "Kadang-kadang saya disuruh booking dari rumah. Begitu saya sampai di sana, dia jalan saja dari kantornya. Tapi, kadang-kadang pak Sulaiman suka ngantar ke situ." Begitulah pengakuan Aryanti yang diungkap di depan para wakil rakyat di Gedung DPR RI sebagaimana dilaporkan media massa. Pada 22 Oktober 1996, Aryanti bercerai dengan suami keduanya, M. Yanur. Setelah itu, Aryanti makin sering bertemu dengan GD. Pada 1997, Aryanti memergoki Gus Dur sedang memeluk seorang perempuan muda di kantor PBNU. Sejak itu hubungan Aryanti dengan GD mulai renggang. GD mulai banyak menolak bertemu Aryanti. Lama-lama hubungan terputus. Apalagi setelah GD terserang stroke yang pertama kali, Oktober 1997, GD-Aryanti tak lagi berhubungan. Bahkan hubungan per telepon pun tidak lagi terjalin. Dua tahun kemudian, Oktober 1999, Gus Dur dilantik menjadi presiden keempat. Ketika Gus Dur dilantik jadi presiden, dan ditayangkan di televisi, salah seorang tetangga Aryanti ada yang menelepon dan mengucapkan selamat. "Selamet nih mantan istri presiden." image <http://swaramuslim.net/images/uploads/tokoh/JIL_Trio2.jpg> Bagi yang tidak pernah mengenal lika-liku selingkuh alias zinah, pendirian dan perilaku GD tentu sangat aneh dan musykil. Pada saat ia sedang menjadi pemimpin sebuah ormas keagamaan, di tempat yang sama dan pada saat bersamaan ia melakukan perbuatan yang dilarang agama. Mungkin GD adalah uswah sayyiah (contoh buruk) paling sempurna dari konsep sekular versi Ulil Abshar Abdalla (keponakan GD), tentang demokrasi sebagai wadah bersatunya energi keshalihan dengan energi kemaksiatan sekaligus. GD merupakan contoh sempurna dari manusia penganut sepilis (sekularis, pluralis dan liberalis). Tentu tidak hanya pendirian dan perilaku GD yang terlihat aneh. Yang juga terasa musykil justru sikap dan pendirian para kyai di sekitarnya. Dulu, Subchan ZE yang ketika itu menjabat sebagai Ketua I PBNU dan mantan wakil Ketua MPRS, pernah diskors dari jabatannya sampai dua kali, karena ditemukan sebuah foto yang mengambarkan ia sedang berdansa di suatu tempat. Juga, komunitas NU pernah menggembosi PPP di tahun 1987, dengan mempublikasikan dan mengeksploitasi foto Husen Naro anak Jailani (John) Naro Ketua PPP yang sedang ajojing (berjoget) di sebuah diskotik. Penggembosan itu mujarab: perolehan suara PPP merosot tajam. <http://swaramuslim.net/images/uploads/xfiles/PANJI13Sep2000-hal-28.jpg> imageAnehnya, istri GD, Shinta Nuriyah termasuk pennetang keras poligami. Ketika foto Gus Dur sedang memangku Aryanti dipublikasikan media massa, bukannya GD yang dicaci-maki, malah dibela mati-matian. Salah satu pembela GD adalah KH Cholil Bisri (sekarang sudah meninggal). Ketika diwawancarai majalah Panji Masyarakat edisi 13 September 2000, Cholil Bisri tidak saja menganggap perzinahan GD-Aryanti merupakan isapan jempol belaka, ia juga mengatakan, "Kalau foto pangku-pangkuan tidak mesti zina..." Parahnya lagi, Cholil Bisri yang gemar merokok ini justru menghakimi pihak yang menyebarkan foto GD sebagai pihak yang berdosa. Sedangkan GD, bila sudah bertobat, maka menurut Cholil, "... ya seperti orang tidak punya dosa..." Cholil kala itu menduga, pelaku penyebaran foto GD-Aryanti adalah orang-orang PAN dan PPP. Bahkan ia berkata, "... Kalau aku sih, tak santet kabeh orang-orang itu..." Astaghfirullah ... Demi membela perzinahan GD, Cholil Bisri tidak sungkan-sungkan mengumpat dengan ucapan yang disenangi syaithan dan sangat dibenci Allah. Benar-benar kesetanan. Nikah Semalam Gaya Kyai Barangkali itulah salah satu penyebab lunturnya kepercayaan dan penghargaan masyarakat terhadap sosok Kyai di zaman ini. Sehingga, ketika Juli 2006 lalu ulama NU menerbitkan fatwa haram untuk infotainmen di TV, tidak digubris, malah dilecehkan dengan sebutan "kurang kerjaan". Salah satu motor bagi diterbitkannya fatwa haram itu adalah Said Agil Siradj, yang juga salah seorang pendukung fanatik GD, dan salah satu sosok yang pernah difatwakan sesat oleh sejumlah ulama. <http://swaramuslim.net/images/uploads/xfiles/GATRA-13Apr1996.jpg> imageDi lingkungan NU masih banyak kyai yang menjadi pendukung fanatik GD, salah satunya adalah sosok kyai yang pernah menghebohkan dengan kasus perkawinan seharinya. Majalah berita mingguan GATRA edisi 13 April 1996, pernah memuat cover story dengan judul "Heboh Perkawinan Seorang Kiai". Sosok kyai yang dimaksud adalah Noer Muhammad Iskandar SQ pimpinan pondok pesantren Assiddiqiyah, Kebon Jeruk (Jakarta Barat). Lelaki beristri dua kelahiran Banyuwangi 5 Juli 1955 ini, pernah melakukan nikah semalam dengan Dewi Wardah (ketika itu berusia 42 tahun), janda <http://swaramuslim.net/more.php?id=148_0_1_0_M> Amir Biki (tokoh kasus Tanjung Priok, yang tewas pada saat terjadi bentrokan dengan aparat 12 September 1984. Peristiwa itu terjadi 19 April 1995, di hotel Equatorial, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Perzinahan berkedok nikah semalam ini, bermula ketika sang kyai menelepon Dewi Wardah untuk menyaksikan acara manasik haji di hotel itu. Dewi pun datang memenuhi undangan sang kyai. Sewaktu acara manasik masih berlangsung, Dewi Wardah diajak masuk ke kamar hotel, dan dirayu sang kiai untuk menjadi istri ketiganya, dengan janji manis akan membiayai anaknya yang menempuh pendidikan di pesantren pimpinan sang kyai. Meski terkejut, Dewi Wardah akhirnya oke saja. Waktu itu Dewi meminta agar bapaknya diberitahu tentang rencana pernikahan ini, namun sang kyai mengatakan tak perlu wali, tak perlu saksi. image <http://swaramuslim.net/images/uploads/xfiles/xfiles-priok_amir.jpg> Setelah Dewi mengatakan bersedia dinikahi, sang kyai turun ke lantai bawah hotel untuk memberi ceramah. Dewi ketika itu tetap berada di dalam kamar sendirian. Beberapa lama kemudian, sang kyai datang bersama seorang lelaki sebagai wali nikah. Sang lelaki kemudian menjabat tangan sang kyai seraya mengucapkan serentetan kalimat dalam bahasa Arab, antara lain ada penggalan kata qobiltu nikahaha... yang diingat Dewi. Itulah prosesi pernikahan semalam yang dilakukan Noer Muhammad Iskandar dengan Dewi Wardah yang disaksikan seorang lelaki yang tidak dikenal Dewi, sekaligus menjadi wali bagi Dewi. Tidak ada mahar. Tidak orang lain selain mereka bertiga. Usai 'menikahkan' Dewi-Noer Iskandar, sang lelaki pun ngeloyor pergi. Sedangkan Dewi dan Noer Iskandar berdua bagaikan suami-isteri di dalam kamar hotel itu. Pasca 'malam madu' sekejap itu, Dewi tak lagi berjumpa dengan sang kyai, barulah pada September 1995 mereka bertemu, disaksikan orangtua Dewi. Ketika itu Dewi minta cerai, dan mendesak sang kyai untuk membuat surat cerai di atas kertas segel, sebagai bukti mereka pernah terikat suami-istri. Akhirnya, pada 11 Oktober 1995 Dewi diberi surat cerai dan uang tunai sebesar Rp 5 juta. Hotel tempat Dewi Wardah dan Noer Iskandar 'kawin semalam' itu adalah tempat yang sama ketika GD-Aryanti berhubungan mesum. Kisaran tahunnya juga sama. Nampaknya GD-Noer Iskandar ibarat dua sosok dengan satu jiwa. Buktinya, ketika GD didemo rakyat untuk mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI kala itu, Noer Muhammad Iskandar tampil sebagai salah satu pembela yang paling gigih, sampai-sampai ia mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang memalukan dan memuakkan. Hal itu dilakukan Noer Iskandar ketika ia berpidato di Desa Karang Tanjung, Kebumen, 12 Januari 2001, di hadapan warga NU setempat. Selingkuh Berselimut Fitnah Alasan pembelaan Noer Iskandar, karena GD merupakan wakil ulama, maka siapa saja yang membela GD dan mati karenanya, maka orang itu akan memperoleh nilai tambah untuk masuk surga. Sebaliknya, Amien Rais dan Akbar Tanjung beserta konco-konconya itu mesti dilawan, karena hakekatnya sama dengan melawan orang kafir. "... kalau Anda mati lawan Samandiyah-Samandiyah itu, Anda mati lawan Amien Rais dan konco-konconya, Anda mati lawan Akbar Tanjung dan konco-konconya, Anda masih mendapat kredit point, masuk surga karena Anda membela ulama..." Begitulah provokasi Noer kepada jamaah NU. Yang dimaksud dengan Samandiyah adalah pelesetan atau pelecehan terhadap ormas Muhammadiyah. Provokasi biasanya mengandung muatan fitnah, dan merupakan perbuatan yang sangat disenangi kalangan syetan dan iblis. <http://swaramuslim.net/images/uploads/xfiles/GAMMA21_27Feb2001.jpg> imageDari kalangan intern keluarga GD sendiri, ada pembelaan yang meniru gaya orang kafir. Yaitu datangnya dari dokter Umar Wahid (dokter spesialis paru-paru), adik nomor empat Gus Dur, yang ketika itu menjabat sebagai Direktur Rumah Sakit Pasar Rebo dan Ketua Tim Dokter Kepresidenan. Menurut pengakuan Zarima Mirafsur kepada majalah GAMMA edisi 21-27 Februari 2001, dua pekan sebelum kasus Aryanti Boru Sitepu yang dihebohkan berfoto dengan Gus Dur meledak, ia pernah dibesuk adik GD itu. Ternyata, dokter Umar Wahid ketika itu sedang merancang sebuah rekayasa fitnah. Yang dijadikan sasaran fitnahnya adalah Amien Rais, yang ketika itu menjabat sebagai Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), sekaligus sebagai Ketua MPR RI. Nampaknya, keluarga, kerabat dan orang-orang di sekitar GD sudah memperkirakan akan muncul kehebohan yang bersumber dari perzinahan GD di masa lalu. Maka, mereka pun berupaya membelokkan perhatian dengan berupaya memunculkan gosip tandingan, dengan cara meminta Zarima mengakui anak yang baru dilahirkannya adalah hasil hubungan gelap dengan Amien Rais. Mereka sama sekali tidak berterimakasih. Padahal, Amien Rais merupakan tokoh yang paling berjasa menaikkan GD ke kursi Presiden, meski GD sama sekali tidak punya andil di dalam menumbangkan rezim Soeharto. Jangankan berterimakasih, mereka justru hendak menjadikan Amien Rais sebagai sasaran fitnah untuk membela perzinahan GD yang kala itu akan terbongkar. Namun rekayasa Allah jualah yang menang. Akhlaq mereka sudah persis akhlaq Yahudi yang tidak tahu terimakasih. Ketika Yahudi diusir Nasrani dari Eropa, mereka berlindung di negara-negara Islam. Namun, kini Yahudi-yahudi itu bersama-sama Nasrani justru memerangi Islam. Betul-betul kurang ajar. <http://swaramuslim.net/images/uploads/xfiles/GAMMA21_27Feb2001_hal23.jpg> imageZarima yang dijuluki Ratu Ekstasi ini, ternyata tidak hanya terkait dengan kasus narkoba, namun juga membuat heboh dengan kehamilan di luar nikahnya, kemudian ia melahirkan bayi perempuan tanpa diketahui siapa bapak biologisnya. Bayi perempuan itu kemudian diberi nama Nikita. Kepada majalah berita mingguan GAMMA edisi 21-27 Februari 2001, Zarima menuturkan: "Saya sendiri tidak menyangka bahwa yang datang tersebut adalah adik Gus Dur. Dia menawarkan uang kepada saya sebesar Rp 5 milyar agar saya mau mengatakan bahwa anak yang dilahirkan itu merupakan anak dari Amien Rais. Selain itu, saya dijanjikan bebas dan disuruh kabur ke luar negeri." Kemudian, Zarima membicarakan tawaran Umar Wahid itu kepada guru mengajinya, Ibu Meita Farida. "... Bu Meita bilang bahwa perbuatan itu fitnah. Kalau kamu tidak melakukan, mengapa harus menuduh Amien Rais. Kasihan keluarga Amien jika dituduh begitu. Kok, tanggung-tanggung menuduh orang. Sekalian saja sebut George Bush. Setelah dinasihati, saya sadar dan tidak mungkin saya lakukan..." Menurut Zarima pula, setelah Umar Wahid tidak berhasil memperoleh kesepakatan apapun dengan dirinya, muncul sosok laki-laki lain yang mengaku sebagai keponakan Gus Dur. Laki-laki itu datang dengan maksud yang sama. <http://swaramuslim.net/images/uploads/xfiles/GAMMA21_27Feb2001_hal24.jpg> imageBegitulah bila para pengikut syaithan saling tolong-menolong di dalam kemungkaran. Mereka tidak hanya mengkultuskan Gus Dur tetapi juga memperalat Islam dan merusak ayat suci untuk disesuaikan dengan hawa nafsunya, membuat rekayasa, membuat fitnah untuk mereguk kenikmatan duniawi di atas penderitaan orang lain. Bagi yang paham, rencana rekayasa bermuatan fitnah yang dirancang Umar Wahid dua pekan sebelum foto mesra GD-Aryanti meledak, terlihat begitu tidak cerdas. Karena, meski saat itu bahkan hingga kini Zarima tidak pernah mengatakan siapa bapak biologis dari anak perempuan yang dilahirkannya, publik sudah punya jawaban. Dan tentu saja sosok yang ditutup-tutupi itu sama sekali jauh dari sosok Amien Rais. Sebagai gambaran, selama di penjara salah satu kesibukan Zarima adalah membuat rekaman lagu. Setiap ke studio rekaman, Zarima dibesuk anak balitanya Nikita yang selalu berada dalam gendongan Nina istri Gories Mere yang saat itu (tahun 2001) berpangkat Komisaris Besar (Kombes) Polisi dan menjabat Wakapolda NTB. Nikita memanggil Nina dengan sebutan Mami. Selama Zarima di tahanan, Nina yang merawat Nikita seperti anak sendiri. Gories Mere adalah perwira menengah yang menjemput Zarima dari Amerika Serikat dalam kasus ekstasi tahun 1996. Ketika itu Gories Mere masih berpangkat Letnan Kolonel (kini istilah itu diganti menjadi Ajun Komisaris Besar, AKBP), dan menjabat sebagai Sekretaris Direktorat Reserse Polda Metro Jaya. Kini, Gories Mere adalah perwira tinggi dengan bintang dua (Irjenpol) menjabat Waka Bareskrim Polri merangkap Ketua Satgas Densus 88 Anti Teror Mabes Polri. Majalah RISALAH MUJAHIDIN No. 5 Th I Muharram 1428 H / Februari 2007, hal. 32-34. image <http://swaramuslim.net/images/uploads/ebook/Majalah_Risalah-05.jpg> -- This message has been scanned for viruses and dangerous content by MailScanner, and is believed to be clean. [Non-text portions of this message have been removed]