Wah teori yang sangat original! Sayang di balik kehebatan kata-katanya dan 
sikap overconfident penulisnya yang keracunan kafein, tak tampak adanya cara 
berpikir yang ajeg dan runtut. Memang benar kata Anda, Idonesia tak punya 
budaya berpikir. Contoh konretnya ya seperti yang kita liat di tulisan Anda ini.

Ngomong-ngomong, selama mengamati posting-posting Anda yang sifatnya 
hit-and-run dan cut-and-paste itu, belum pernah saya liat adanya solusi kecuali 
pameran kehebatan diri atau ngomel-ngomel kaya suami nggak dibikinin kopi ama 
istrinya di pagi hari. He he he...

May CULTURE be with you

manneke


-----Original Message-----

> Date: Thu Nov 30 23:32:24 PST 2006
> From: "Well... I am: SeksPeare" <[EMAIL PROTECTED]>
> Subject: Re: [mediacare] "Ketegangan antar yang Global dengan Lokal"
> To: mediacare@yahoogroups.com
>
> Sekarang kenapa tidak bertanya pada diri anda sendiri: What can you do about 
> it... Jawaban yg anda sodorkan itu bukan hal baru dan bukan rahasia lagi... 
> Yg akan terjadi -sesuai budaya Indonesia- adalah mencari-cari alasan, dan 
> berputar putar soal gaji tak cukuplah, perlu memperbaiki nasib-lah, baru 
> keteteran mencari paradigma baru melalui seminar-lah, dan bla..bla..bla.. 
> lainnya.
>    
>   Sehingga saya berkesimpulan bahwa *Berfikir* itu -memang- bukanlah budaya 
> orang Indonesia'. keilmuan sosial dan filsafat -saya sinyalir- hanyalah 
> barang hafalan dan komodity industri pendidikan, sementara generasi muda 
> bangsa hanyalah target marketing belaka... Simple is that. 
>    
>   Bagaimana tidak? Jika dunia 'Industri Pendidikan' terisi oleh species 
> 'Cheerleaders' dan 'Mister Flinstone'?... 'Kesadaran masyarakat' tidak lepas 
> dari faktor 'berfikir' dan jika mereka kemudian menjadi malas berfikir, maka 
> kedua 'species' ini semestinya dipertanyakan tanggung jawab 
> sosial-intelektualnya... Apalagi jika selama ini mereka digaji oleh Negara.
>    
>   Salam
>    
>   Kopitalisme
>   http://kopitalisme.tk
>   http://kopitalisme.blogspot.com
>   
> 
> Rudy Prabowo <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>             Jawabnya : "Pendidikan", sebenarnya kalau diikuti dari tulisan 
> pertama, essensinya adalah "Pendidikan".
>   Kalu orang bodoh, apa yg dia lakukan itu hasilnya juga boleh.
>    
>   Input :  Bodoh+Bodoh-----------------Proses----------------->> tambah Bodoh 
> (ouput)
>    
>   Maka "Jikalau orang bodoh kumpul sama orang bodoh, dua-duanya akan msuk 
> kedalam Jurang!
> 
> "Well... I am: SeksPeare" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>         Quote: Bagaimanakah jalan keluarnya supaya terdapat dialektika yang 
> aktif antara global dan yang lokal dapat diciptakan, penuh persahabatan dan 
> perdamaian :)) Pikirkanlah itu......... End of quote.
>    
>   Kopitalisme:
>   Kalau anda baru berkata 'Pikirkanlah itu'... Maka saya berpendapat bahwa 
> betapa tertinggalnya 'kesadaran' masyarakat kita. Tetapi, lantas apakah 
> 'rakyat' dan 'masyarakat' yg perlu disalahkan? Tunggu dulu... Yg saya 
> pertanyakan adalah: KEMANA SAJA para 'sosiolog' dan 'budayawan' akademistik 
> yg nota bene digaji oleh Negara selama ini???... Apakah terseok-seok pergi 
> mencari 'paradigma baru' dimeja-meja seminar, karena kebakaran bulu 
> ketek???... You THINK about it...
>    
>   Saya amati hingga tahun kemarin (2005), topik 'Globalisasi' ini seakan akan 
> hanya dibicarakan oleh kaum 'ekonom'. Jadi, pertanyaan saya diatas sangatlah 
> mendasar... 
>    
>   Apakah 'Kopitalisme' hanya berkoar-koar mengkritik di media online? 
> 'Kopitalisme' bisa saja menunjukkan arsip 'eksperimental' 
> aktifitas-kreatifitas sejak dari bagaimana berdemonstrasi yg damai, 
> sistematis dan terarah, secara 'lokal' dalam mensikapi issue 'global', hingga 
> pada fase peletakan dasar-dasar pemikiran maupun kebijakan-kebijakan yg 
> mengikutinya... Jadi 'Kopitalisme' tidak mengkritik sebelum terlebih dahulu 
> melakukan 'eksperiment'... 
>    
>   Jadi, siapa yg 'terlambat' dan siapa yg tidak 'berfikir'...??? Tanyalah 
> diri anda sendiri.
>    
>   May FUN be with you...
>    
>   Kopitalisme

Kirim email ke