Bagus ya, ada orang-orang Indonesia yang bisa kritis tapi juga optimis terhadap situasi bangsa dan negaranya seperti Sabam Siagian ini? Untunglag orang-orang Indonesia ini tidak sibuk memuji-muji diri sendiri seperti Danny Lim yang selalu sibuk mengagung-agungkan Belanda.
manneke -----Original Message----- > Date: Sat Dec 02 02:06:44 PST 2006 > From: "Danny Lim" <[EMAIL PROTECTED]> > Subject: [mediacare] Apakah Budaya Indonesia Menghambat Kemajuan? > To: "KincirAngin" <[EMAIL PROTECTED]> > > DL - Haaaah ......... Indonesia keok lawan Vietnam yang komunis? Haiyaaaa > cilaka butulan nih Indonesia. Hayooo adakan Soempah Pemoeda II "Satu Nusa, > Satu Bangsa, Satu Budaya, Indonesia". Ciptakan budaya nasional baru Indonesia > untuk menggantikan budaya "korupsi, jam karet, gontok-gontokan". Sukses ya. > > > SUARA PEMBARUAN DAILY > -------------------------------------------------------------------------------- > > CATATAN SHANGHAI > > Apakah Budaya Indonesia Menghambat Kemajuan? > > > Sabam Siagian > > olumnis harian The New York Times, Thomas Friedman yang luas sekali khalayak > pembacanya di berbagai benua, dalam sebuah tulisan baru-baru ini mengutip > sebuah buku karya Lawrence Harrison. Karya tersebut mengkaji dampak budaya > sebuah bangsa pada dinamika politik dan pembangunan ekonomi di negara yang > bersangkutan. > > Si penulis tiba pada kesimpulan bahwa ada sejumlah bangsa-bangsa yang > budayanya memang mendorong laju kemajuan (istilah bahasa Inggrisnya > progress-prone). Tapi, menurut Lawrence Harrison, ada pula sejumlah > bangsa-bangsa yang budayanya cenderung menghambat kemajuan (istilah bahasa > Inggrisnya progress-resistance). > > Berdasarkan kerangka analisis itu, para pengamat wilayah Asia Tenggara sering > membanding-bandingkan perkembangan di dua negara: Indonesia dan Vietnam. > Memang dua bangsa itu memiliki ciri-ciri kesejarahan yang paralel. Mereka > masing-masing memproklamasikan kemerdekaan secara unilateral setelah Perang > Asia-Pasifik berakhir pada 14 Agustus 1945. Soekarno-Hatta memproklamasikan > kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 di Jakarta. Dan Ho Chi Minh > mencanangkan kemerdekaan Vietnam pada 2 September 1945 di Hanoi. > > Baik Indonesia, maupun Vietnam harus mengangkat senjata untuk mempertahankan > kemerdekaannya. Namun, kalau perjuangan Indonesia melawan kolonialisme > Belanda relatif singkat-maka Vietnam harus berhadapan dengan Perancis selama > bertahun-tahun sampai 1954. Kemudian ia terlibat dalam suatu peperangan > dahsyat melawan adikuasa dunia, Amerika Serikat. Perdamaian dan persatuan > Vietnam baru tercipta pada tahun 1975. > > * > > Hasil sementara (moga-moga hanya "sementara") dari perbandingan demikian > menyimpulkan bahwa budaya Vietnam cenderung mendorong kemajuan. Sedangkan > budaya Indonesia seperti menghambat kemajuan. > > Memang setiap pengamat yang mengunjungi Vietnam sekarang, mau tidak mau > terkesan oleh semangat kerja dan gairah hidup masyarakat Vietnam. Sebagai > seorang yang secara periodik mengunjungi Vietnam, dan tertarik pada sejarah > modernnya, dalam kunjungan bulan April lalu di Hanoi saya tertegun menatap > hiruk-pikuk keramaian kota Hanoi. > > "Dalam sepuluh tahun, ekonomi Vietnam mengadakan loncatan kuantum dari tahap > sepeda ke sepeda motor," demikian observasi seorang wartawan AS. Bangsa yang > berjumlah 82 juta ini seperti mesin yang berputar siang-malam, bekerja tanpa > henti. > > Vietnam secara resmi adalah negara komunis, di mana partai komunis yang > berkuasa. Tapi budayanya memang pragmatis. Ketika Uni Soviet ambruk pada > tahun 1991 dan tetangga raksasa di sebelah Utara, Republik Rakyat Tiongkok, > mempraktekkan prinsip ekonomi pasar, maka Vietnam juga menyesuaikan diri. > Investasi asing disambut tidak hanya dengan ucapan manis dan janji muluk, > tapi dengan tindakan nyata. > > Contoh yang sering disebut-sebut akhir-akhir ini adalah kasus investasi > perusahaan elektronik Intel Corp. Rencana orisinalnya, ia akan membangun > pabrik chip dengan fasilitas uji coba di lokasi seluas 13.500 meter persegi > dengan investasi 300 juta dolar AS. > > Namun, setelah terkesan oleh lingkungan investasi yang kondusif, Intel Corp > mengumumkan akan melipatgandakan investasinya itu menjadi sekitar satu miliar > dolar AS. Dan lokasinya di luar kota Ho Chi Minh diperluas menjadi 45 ribu > meter persegi. > > Wakil Presiden Intel Corp Brian Krzanich menerangkan, keputusan itu > didasarkan, karena, "Vietnam memiliki penduduk yang dinamis, sistem > pendidikan yang bertambah baik, tenaga kerja yang produktif dan pemerintahan > yang memandang kedepan. Pada tahun 2009, ketika pabrik itu mulai operasional, > sekitar 4 ribu buruh mendapatkan lapangan kerja. > > Sikap memandang ke depan dan tidak terjerat oleh kemegahan masa-lampau > (Vietnam berhasil mengalahkan AS secara strategik) yang ditekankan oleh > seorang redaktur dan penulis The New York Times, Roger Cohen, setelah > baru-baru ini ia keliling Vietnam. "Budaya Vietnam berfokus ke depan. > Kadang-kadang memang perlu kompromi, tapi kemudian maju terus, "tulisnya. > > * > > Baru-baru ini, Profesor Michael Porter dari Harvard Business School (bagian > dari Universitas Harvard di Cambridge, AS) diundang untuk menyampaikan > ceramah-ceramah di Jakarta. Ia dikenal sebagai pakar ekonomi, khususnya > tentang peningkatan produktivitas dan daya-saing. DR. Porter telah diundang > oleh sejumlah negara sebagai konsultan khusus. > > Pertemuan yang agaknya paling menarik berlangsung Selasa malam (28/11) dengan > sejumlah tokoh-tokoh pemerintahan Indonesia, termasuk juga Wakil Presiden > Jusuf Kalla, dan pimpinan badan-badan independen seperti Bank Indonesia. > > Apa yang dikemukakannya Selasa malam dihadapan tokoh-tokoh pemerintah pusat > dan yang disampaikannya pada ceramah umum Rabu lalu (29/11) dengan tema > "Mengembangkan daya saing dalam lingkungan Global" (terjemahan bahasa > Indonesia), merupakan suatu daftar kelemahan-kelemahan yang ada pada diri > Indonesia sekarang ini. > > Kalau disimpulkan, maka diagnosa yang dilakukan Profesor Michael Porter > terhadap pasiennya Indonesia, sebagai berikut: "Perekonomian Indonesia > stagnan dan produktivitas rendah karena sejumlah faktor: sistem tenaga kerja > tidak efisien, ber-bagai peraturan dan prosedur baik di pusat maupun di > daerah yang sering saling bertentangan, infrastruktur yang tidak me- madai. > > Indonesia berusaha keras menarik investasi asing tapi lingkungan berbisnis > justru seperti menolak investasi. Mentalitas yang terlalu memikirkan > kepentingan sendiri dalam jangka pendek harus dirubah. Dunia sekarang sedang > maju cepat, kalau Indonesia tidak segera melakukan pembenahan diri, maka akan > ketinggalan." > > Demikian inti yang tersimpul dalam pesan-pesan Profesor Potter. Ia tidak > pergunakan istilah progressive-resistant, tapi jelas, yang dimaksud betapa > budaya Indonesia itu seperti menghambat kemajuan. > > Berbagai cerita aneh-aneh yang dapat kita tampung. Tentang sebuah perusahaan > pertambangan internasional yang ingin mengadakan investasi sekitar 2 miliar > dolar AS di luar Jawa di lokasi dengan endapan logam yang sudah terbuktikan. > > Berbagai prosedur dan peraturan diikuti dengan tekun. Namun di mana ada > peraturan yang saling bertentangan, sulit menemukan pejabat yang berani > mengambil keputusan. Akhirnya, setelah lebih setahun, proses investasinya > ngambang terus. Cerita demikian dalam berbagai versi begitu sering kita > tampung. > > Sebenarnya Indonesia pernah mengalami tahap-tahap ketika semangat hidup, > kegairahan bekerja dan keberanian mengambil risiko nampak mekar. Kenapa > sekarang ini, ketika Indonesia membanggakan dirinya sebagai negara demokrasi > dan presidennya rajin ke luar negeri untuk menarik investasi, maka justru > para pejabatnya dan birokrasinya ragu-ragu mengambil keputusan, enggan > mengambil risiko demi kemajuan? > > Dalam long march kita sebagai bangsa yang kadang-kadang jatuh-bangun, agaknya > kita mesti yakin bahwa bangsa ini masih memiliki kekuatan utuh yang mampu > mengubah budayanya supaya mendorong kemajuan. > > > Penulis adalah pengamat perkembangan sosial politik dan masalah internasional >