Sedih saya baca tulisan ini...
  Hati saya berteriak...
  Apakah perempuan selalu berada di antara dua pilihan itu
  Suami yang melacur atau poligami...
  Tidak adakah niatan untuk para suami untuk tidak membuat para istri berada di 
antara pilihan itu.............
  Entahlah........
  Poligami adalah sebuah polemik...
  Tapi poligami juga menjadi setan yang menakutkan buat sebagian besar perempuan
  yang mendambakan kesetiaan dari para suami...
  Apakah semua ini hanya menjadi tanggung jawab perempuan....
  Di manakah letak keadilan ....
  Bagaimana nasib anak-anak yang Bapaknya memilih berpoligami
  Apakah pernah terpikirkan oleh para suami..........
  Islam menempatkan laki-laki sebagai pemimpin...
  Bagaimana laki-laki bisa memimpin kalau memberikan contoh kepada 
ketidaksetiaan
  Berpikirlah lebih jernih dari hati nurani yang paling dalam....
  Nabi Muhammad adalah manusia pilihan Allah......
  
Di saat para perempuan memperingati Hari Ibu, 22 Desember 2006
  Ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bersama.....
  Untuk melindungi hak akan adanya perasaan aman di dalam kehidupannya sebagai 
individu, istri, dan anggota masyarakat........
  Semua itu hanya bisa dilakukan bila perempuan bisa menghargai diri 
sendiri....Semoga saja masalah poligami ini bukan lagi menjadi hal yang 
menakutkan karena perempuan dilindungi dari Setan Poligami ini........
   
  Selamat Hari Ibu.....buat semua perempuan Indonesia........
   
  Salam prihatin
  Diah 
   
  aris solikhah <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  Dari kiriman teman 

Ujian Cinta dari Gegerkalong

20 Des 06 10:21 WIB



Oleh Bahtiar HS

“Pak Herman, gimana nih, Pak?”

Pak Suherman Rosyidi, dosen Fakultas Ekonomi Unair
yang tetangga saya itu menoleh kepada asal suara. Dua
orang sekretaris Dekan menegurnya di pintu masuk ruang
itu. Keduanya perempuan. Seorang, sebut saja Bu A
sudah memiliki 3 orang anak. Dan Bu B sudah menikah
tetapi belum dikaruniai anak.

“Gimana apanya, Bu?” tanya Pak Herman pada
mereka.

“Gimana kok Aa’ Gym menikah lagi,
Pak?” keluh Bu A. “Kenapa mesti
poligami?”

Pak Herman tersenyum. Kalau ada masalah-masalah
seperti ini, anggota Dewan Ekonomi Syariah itu memang
biasa menjadi “jujugan”. Tempat bertanya
atau mengadu. Beliau kemudian menghampiri kedua ibu
muda itu.

“Begini, Bu,” kata Pak Herman. “Coba
jawab pertanyaan saya dengan jujur dan ikhlas, dari
hati nurani ibu yang paling dalam.”

“Apa itu, Pak?” sergah Bu B.

“Tolong pilih satu di antara dua,” kata
Pak Herman berteka-teki. “Kalau ibu disuruh
memilih, antara: merelakan suami ibu menikah lagi atau
merelakan suami ibu melacur, ibu pilih yang
mana?”

Kedua wanita itu terperanjat seperti mendapatkan
pertanyaan yang tak pernah didengar sekalipun selama
hidupnya.

”Kok pertanyaannya seperti itu, Pak?”
protes Ibu A.

“Saya tak memilih dua-duanya, Pak!” tegas
Ibu B.

“Ok. Ok,” potong Pak Herman.
“Jikalau pertanyaan itu terlalu berat untuk
dijawab, pertanyaannya saya ganti.”

“Diganti gimana, Pak?”

“Saya ganti begini,” lanjut Pak Herman.
“Jikalau ada seorang isteri diberikan pilihan --
bukan Anda berdua, lho? -- yaitu merelakan suaminya
menikah lagi atau merelakan suaminya melacur,
kira-kira isteri itu milih yang mana?”

Kedua ibu itu saling berpandangan. Keraguan segera
merayap dalam senyap. Pak Herman sendiri dengan sabar
menunggu. Dan dalam sepuluh-lima belas detik kemudian,
seseorang menjawab.

“Ya, pilih suami menikah lagi, Pak?” kata
Bu A sambil melirik, mengharap dukungan Bu B di
sebelahnya. “Bukan begitu, Bu?”

Bu B mengangguk-angguk. “Ya, gimana lagi kalau
pilihannya hanya itu.”

“Alhamdulillah,” jawab Pak Herman.
“Ibu-ibu ternyata masih bersih.”

“Masih bersih gimana, Pak?” tanya keduanya
hampir berbarengan.

“Ibu-ibu masih bersih,” jelas dosen itu.
“Masih bisa membedakan antara yang benar dan
yang bathil. Antara yang halal dan yang haram.”

***

“Saya heran sama orang Indonesia , Pak
Herman!” seru Bu Icy dengan logat Amerikanya
yang tak bisa dihilangkan.

“Heran gimana, Bu?” tanya Pak Herman pada
temannya yang sesama dosen itu. Sudah berbilang tahun
wanita itu mengajar di kampus ini sejak ia menikah
dengan orang Indonesia asli.

“Mengapa mereka menolak poligami yang
nyata-nyata ada dan dibolehkan di dalam Islam?”
tanyanya sungguh.

Pak Herman sejenak tersentak. Bagaimanapun yang ada di
hadapannya itu adalah wanita Barat. Bukan muslimat
lagi. Ia penganut Kristen. “Menurut Ibu, apa
yang menyebabkan mereka seperti itu?”

“Masalahnya sudah jelas, Pak Herman. Kalian,
orang Indonesia , sudah terkontaminasi dengan apa yang
datang dari Barat.”

“Apa itu?”

“Kapitalisme!”

“Kapitalisme?”

“Ya. Sebuah pandangan yang menganggap segala
yang dipunya sebagai ‘milik’. Suami saya
adalah milik saya. Bukan dan tak akan menjadi milik
wanita lain. Tak logis dalam benak mereka untuk
berbagi suami dengan orang lain. Itulah ruh
kapitalisme, Pak.”

Pak Herman manggut-manggut. Tak dinyana, perempuan
“barat” itu punya pendapat sedemikian. Ia
memang telah banyak belajar tentang Islam, meski
sayang belum memeluknya hingga sekarang.

“Sedangkan dalam pandangan Islam, semua yang ada
ini ‘ kan milik Tuhan?” lanjut wanita itu.
“Sehingga, berbagi dalam Islam adalah sesuatu
yang common-sense.”

Pak Herman kemudian bertanya, “Lantas menurut
Ibu, apa masalahnya dengan penolakan poligami?”

“Masalahnya, Pak, ketika pintu poligami
ditutup,” kata wanita asing itu, “maka
pintu pelacuran akan terbuka lebar-lebar.”

***

Itulah pengantar perbincangan seputar poligami oleh
Ust. Suherman Rosyidi – kami memanggil beliau
Pak Herman -- di Masjid Rungkut Jaya Ahad pagi ini.
Agaknya fenomena heboh Aa’ Gym yang menikah lagi
itu turut menghangatkan beranda masjid ini setelah
diguyur hujan semalam.

“Kalau saya baca press release Aa’ Gym
awal Desember lalu,” kata saya turut menanggapi,
“sebenarnya ada 4 calon yang diajukan Aa’
Gym sebagai isteri kedua. Satu, gadis. Kedua, janda
tanpa anak. Ketiga, janda dengan cukup banyak anak.
Dan keempat, nenek-nenek gampang masuk angin.”

Hadirin tersenyum. Saya berusaha menahan diri.

“Aa’ Gym sebenarnya sudah memilih yang
ketiga, janda dengan cukup banyak anak,” kata
saya melanjutkan. “Hanya saja, ia mantan model.
Sebagaimana banyak laki-laki yang poligami, biasanya
isteri keduanya adalah seorang gadis, lebih muda dan
cantik ketimbang isteri pertama. Coba jika seandainya
Aa’ Gym memilih calon yang keempat, pasti tidak
akan terjadi kehebohan seperti ini, Pak!”

Gerr. Dan Ust. Herman pun tersenyum. “Tetapi,
apa salahnya Aa’ Gym memilih janda dengan sekian
anak?” tanyanya kepada hadirin seakan ingin
mendapat jawaban. “Apa salahnya jika janda itu
mantan model? Apa salahnya juga jika seandainya dia
memilih seorang gadis sebagai isteri kedua?”

“Bukankah Rasul setelah Khadijah meninggal
mengambil Saudah, seorang janda yang sudah sangat tua
umurnya, menjadi isteri keduanya, Pak?” sergah
saya.

“Apakah serta-merta kita harus mencontohnya
demikian pula?” jawab Pak Herman. “Juga
apakah kita harus menunggu isteri pertama kita
meninggal sebelum menikah lagi, sebagaimana Rasul baru
menikah lagi setelah Khadijah meninggal?”

Saya termangu. Jamaah yang lain pun tepekur di tempat
duduknya masing-masing.

“Tentu tidak,” lanjut Pak Herman.
“Abu Bakar, Umar, Usman dan para sahabat yang
lain tidak menunggu isteri pertama mereka meninggal
dulu untuk melakukan poligami.”

***

“Fenomena Aa’ Gym ini persis seperti
peristiwa penyembelihan Ismail as oleh Nabi Ibrahim
as,” simpul Pak Edy sambil menyelonjorkan kaki
di beranda masjid. Ceramah shubuh oleh Pak Herman baru
saja usai.

“Fenomena apa itu, Pak?” tanya saya.

“Ujian cinta!” katanya penuh misteri.

“Ujian cinta bagaimana?”

“Ya. Nabi Ibrahim diuji oleh Allah, mana yang
lebih dicinta: Ismail, anak yang kelahirannya
didambanya berpuluh tahun ataukah Allah SWT?”

Saya dan beberapa jamaah yang masih bertahan di
beranda manggut-manggut.

“Demikian juga dengan poligami Aa’
Gym,” katanya melanjutkan. “Jika jamaah
Aa’ Gym begitu saja meninggalkan pengajian MQ
ketika tahu Aa’ menikah lagi, itu berarti mereka
selama ini datang mendengarkan taushiyah hanya karena
Aa’ Gym. Cinta mereka sebatas hanya kepada
Aa’ Gym. Tak lebih. Cinta mereka bukan kecintaan
yang tulus kepada Allah.”

“Betul juga, sampean. Lantas apa hubungannya
dengan Nabi Ibrahim dan Ismail?”

“Peristiwa poligami Aa’ Gym ini seperti
penyembelihan Ibrahim atas Ismail, yakni pemisahan
antara yang benar-benar cinta kepada Allah dan yang
sekadar cinta kepada manusia. Entah cinta kepada
seorang anak. Ataukah cinta kepada seorang
pendakwah.”

Saya setuju dengan tetangga saya itu. Saya juga
sependapat dengan Ibu Sirikit Syah sebagaimana
tulisannya di Jawa Pos 13 Desember 2006 yang lalu.
Barangkali dengan peristiwa ini Allah ingin
menunjukkan kepada kita bahwa Aa’ Gym bukanlah
‘dewa’. Justru karenanya Ia telah
menyelamatkan kita dari “cinta yang
salah”.

Dan di sisi lain, kita akan tersadarkan bahwa dai
kondang itu ternyata manusia biasa seperti kita.

Wa Allahu a'lam

***

Bahtiar HS
http://bahtiarhs.multiply.com

Bila lidah kelu, tulisan menjadi perlu
Pena lebih tajam dari pedang
Tinta seorang berilmu lebih mulia dari darah seorang syahid


pustaka tani 
nuraulia


__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 


Web:
http://groups.yahoo.com/group/mediacare/

Klik: 

http://mediacare.blogspot.com

atau

www.mediacare.biz

Untuk berlangganan MEDIACARE, kirim email kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]

Yahoo! Groups Links






Diah Parahita 
  The State Ministry of Public Housing
  Cipta Karya Building, 6 Fl. W. 1
  1, Jl. Raden Patah I 
  Jakarta 12210 - Indonesia
  Phone/Facsimile : +622172793010
  Cellphone : +62811991728 /  +622193096405
   

 __________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

Kirim email ke