Geger "Kristenisasi" di Depok       

Rabu, 03 Januari 2007

 

Idul Adha yang seharunya semarak dengan suka cita ternyata mendadak geger.
Beberapa orang Nashr ani, di Depok dikabarkan 'membaptis" 72 anak-anak
Muslim

Hidayatullah.com--Menjelang Idul Adha 1427, kampung Lio-Depok geger.
Pasalnya seorang laki-laki, bernama Sugito,  yang selama ini dipercaya warga
setempat, membawa 72 anak-anak Muslim ke Gereja Bethel, Depok.

 

Rabu tanggal 26 Desember 2006, sekitar pukul 3 sore, anak-anak SD dan SMP
kumpul di Rumah Singgah "Bina Tulus Hati", RT3/RW19, Kampung Lio Depok.
Menurut rencana, mereka akan diajak jalan-jalan oleh Pak Sugito dan
teman-temannya. Tak jelas, kemapa mereka akan dibawa. 

 

Anak-anak yang jumlahnya 72 orang itu, berangkat dengan Metro Mini. Setelah
berputar-putar, sekitar jam 16.30 mereka sampai di sebuah gereja Depok.
"Namanya gereja Bethel,"ujar Iis kelas 2 SMP, yang ikut dalam rombongan itu.

 

Sesampai di gereja itu puluhan anak-anak itu disuruh duduk di dalam gereja.
Di ruangan gereja itu, sudah ada puluhan anak-anak lain, entah dari mana.
Selain itu, di depan anak-anak berdiri laki-laki dan perempuan dewasa yang
jumlahnya sekitar 10 orang. 

 

"Kita disuruh menyanyi puji Yesus,"ujar gadis kecil Muslimah itu di depan
aktivis ormas-ormas Islam Depok, di Masjid Baiturahman, Kampung Lio, Depok,
Ahad lalu (31/12/2006). Bagaimana nyanyiannya?  "Diantaranya : Dia lahir
untuk kami, dia raja di atas raja, "ujarnya.

 

Melihat acara di dalam gereja seperti itu, beberapa anak Muslim melarikan
diri terbirit-birit ke luar ruangan gereja. Anak-anak Muslim yang lain,
mungkin takut, tetap duduk mengikuti acara yang dipimpin seorang ibu itu.
Mereka kemudian disuruh berdoa dan seorang ibu kemudian mendatangi
masing-masing anak itu dan memegang kepalanya.  "Bunyinya kira-kira: Semoga
Tuhan memberkati dan roh Kudus membimbingmu. Tuhan Kami nggak ingin kamu
kalah..kalau kamu ikut Tuhan Kamu kamu kalah, kalau kamu ikut Tuhan Kami
kamu menang,"ungkap anak-anak belia itu.

 

Setelah acara-acara itu, mereka pulang. Sebelum balik ke rumah naik bis yang
sama, mereka diberi bingkisan. "Kita semua diberi bingkisan yang isinya
pakaian,"ungkap Sita, 12 tahun, siswi kelas 6 Madrasah Ibtidaiyah yang juga
ikut dalam rombongan itu. Penjelasan Sita ini diamini oleh Indah (13 th) dan
Lusi (12 tahun). Acara di gereja yang berlangsung dari sore sampai malam
itu, memaksa anak-anak Muslim tidak dapat melaksanakan shalat maghrib.

 

Melihat kejadian di gereja yang tidak wajar itu, anak-anak laki-laki dan
perempuan itu mengadu ke orangtuanya.  Dan menjadi ramailah kampung itu.
Setelah berembuk secara cepat akhirnya warga membentuk tim untuk mengusut
tuntas kasus "kristenisasi" ini.  Mereka kemudian melaporkan Sugito ke
kepolisian Pancoran Mas, Depok.  Sugito ditahan.  Tapi ketika warga Muslim
setempat memproses pengaduan untuk Sugito ini, tiba-tiba Sugito sudah bebas
dan kabarnya, terbang ke Yogya.  Entah siapa yang membebaskan.

 

Kampung Lio, memang bukan kampung berkecukupan. Banyak masyarakat dhuafa di
situ.  Di wilayah itu terdapat puluhan keluarga pemulung, anak jalanan dan
lain-lain. Di situlah sekitar tahun 2004, Sugito dan kawan-kawannya bergerak
membuat Rumah Singgah Bina Tulus Hati.  Sekitar 119 anak-anak laki dan
perempuan, kelas setingkat SD-SMP dibina di situ.  Mereka diajari baca Al
Qur'an (Iqra') dan pelajaran-pelajaran umum.  Sebagian pengajarnya ada
mahasiswa-mahasiswa Nashrani dari Universitas Indonesia. "Yang non Muslim
itu ngajar pelajaran-pelajaran umum,"jelas Iis.

 

Karena merasa dikhianati oleh Sugito, marahlah warga Muslim.  Kini Rumah
Singgah itu ditutup.  Dan warga mengambil alternatif melanjutkan kegiatan
anak-anak itu, di Masjid Baiturrahman, Kampung Lio, yang kini masih dalam
tahap pembangunan.

 

Dalam silaturahmi Dewan Dakwah Islamiyah (DDI) Depok dengan Tim Independen
kasus itu, FPI Depok dan pengurus masjid Baiturrahman disepakati untuk
melanjutkan bantuan beasiswa ke anak-anak dhuafa itu.  

 

"Puluhan anak-anak itu perlu diberi bantuan agar mereka tetap dapat
melanjutkan sekolahnya,"ujar Insan Mokoginta, Ketua Umum DDI Depok yang
baru. [nuim/cha]

 

Source : http://hidayatullah.com/index.php?option=com_content
<http://hidayatullah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=4055&Item
id=65> &task=view&id=4055&Itemid=65

 

Powered by Gentoo!

 

  _____  

From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Wednesday, January 03, 2007 10:55 AM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [pks-depok] Geger "Kristenisasi" di Depok

mungkin ini peringatan untuk kita yang mengaku sebagai muslim, bahwa kita
sering mengabaikan kaum marjinal seperti mereka. akibatnya, dengan mudah
mereka dirangkul pihak lain untuk dimurtadkan.

saya sendiri pernah bertemu seorang kakek dalam angkot di margonda yang
bertanya2 kemana arah gereja muria di pancoran. Bapak tersebut berpeci,
sehingga saya langsung berasumsi dia muslim.
Saya tanya: bapak ada apa mau kesana?
Kakek: Mau dibaptis, disuruh dateng kesana
Saya (kaget): Bapak tahu dibaptis itu apa? bapak agamanya apa?
Kakek: Islam. saya ngga tahu dibaptis itu apaan.
Saya: Pak, dibaptis itu berarti bapak bisa pindah agama jadi kristen, apa
bapak emang mau pindah agama?
Kakek: Lho...ngga mau, saya ini cuma mau minta bantuan karena istri saya
dirwat di RSCM dan sekarang belum bisa pulang karena biaya perawatan kurang.
dan saya pinjam sana sini ngga ada yang ngasih, terus ada yg mau kasih, tapi
saya disuruh dibaptis dulu ke gereja muria, nanti dikasih uang.
Saya: Bapak kurangnya berapa?
Kakek: ini...(sambil memperlihatkan tagihan RS yang mencantumkan biaya
khusus untuk keluarga miskin tapi masih kurang 18.000).

Kurang ajar ya? cuma 18 ribu mereka berikan tapi dengan syarat dibaptis
dulu.

Akhirnya saya dan kawan2 memberi si kakek ongkos sekedarnya dan kekurangan
bisaya RS yang kebetulan tidak terlalu besar itu.
Sepanjang jalan, si kakek cerita, bahwa dia tak mau masuk kristen, dan hari
itu dia sedang shaum juga. tapi dia tak mengerti apa itu istilah 'baptis'.
Mudah2an si kakek tetap muslim ditengah kemiskinannya.
Saya yakin, masih banyak lagi sasaran kristenisasi diluar sana.

resti

 

Reply via email to