Dear Henny, terimakasih sudah mau berbagi catatan ini dengan kami, polygamy di 
Indonesia atau negara2 yg berpenduduk Islam lain nya sudah jelas tidak dianggap 
sebuah kejahatan, karena sikap ini dianggap sudah dilindungi oleh UU dan agama, 
dua element yg sangat kuat/ solid, itu sebabnya lelaki terhormat seperti Ade 
Armando pun tidak merasa malu atau jengah utk melakukan nya, lalu kita 
bertanya; " ok,lah UU dan agama merestui polygamy, tapi kalau lelaki yg punya 
otak dan berperasaan mana mau melakukan nya ? mereka tau ini sudah jelas 
perbuatan yg sangat menyakitkan istri dan anak2 nya, gitu kan?  UU, agama dan 
moral lelaki sudah begitu sulit utk ditembus oleh gerakan wanita anti polygamy, 
adakah jalan lain utk mencegah hal ini terjadi demi kehormatan wanita ?
   
  Kehormatan wanita ada ditangan wanita itu sendiri, utk memperjuangkan hak 
kita sebagai wanita kita perlu bersikap seperti srikandi, kita hrs mendidik 
wanita utk hidup diatas kakinya sendiri, tidak menggantungkan kebahagiaan dari 
suami, wanita hrs dididik utk mengontrol hidup nya, hanya dengan kecerdasan dan 
kemandirian lah kita bisa merubah citra kita sebagai wanita yg mudah diperbudak 
oleh keinginan lelaki, utk menentang polygamy agak sulit dan makan waktu krn 
kita hrs merubah alkitab yg sudah kadung dipercaya oleh kepala2 lelaki yg penuh 
dengan nafsu birahi, harus merubah UU perkawinan yg sudah berlaku puluhan 
tahun, yg kita hrs rubah adalah diri kita sendiri.
   
  Bagaimana kita mencerdaskan wanita Indonesia dalam menghadapi perkawinan yg 
memerlukan intelligence sekaligus kelembutan sebagai wanita ? dengan seminar2 
terbuka, para pakar wanita/ feminist atau activist2 wanita hrs bersatu, 
kebersatuan wanita adalah senjata yg terbaik utk merubah system yg berjalan.
  Saya berkata apa yg menurut saya baik, karena bila saya hrs memilih antara 
hidup sendiri dan bebas tanpa penderitaan atau bersuami dan menderita bathin 
setiap hari tentunya dengan mudah saya akan memilih hidup sendiri, bisa kah 
kita hidup tanpa lelaki ?
  akan sulit, tetapi kita bisa bertahan hidup tanpa harus menyakiti perasaan 
kita.
  Saya tidak memproganda utk hidup tanpa suami, itu kembali kepada value/nilai 
diri sendiri, tentunya beruntunglah wanita yg bersuamikan lelaki ksatria, bagi 
wanita yg bersuami brahmana itu yg  menjadi issue disini.
   
  salam karib
  omie lubis
   
   
  

Henny Irawati <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  http://www.jurnalperempuan.com/yjp.jpo/?act=perspektif%7C-49%7CX

Kamis, 15 Februari 2007
Berpoligami di Hari Kasih Sayang 
Oleh: Adriana Venny

Berikut adalah sms saya terakhir kepada Ade Armando, Dosen FISIP UI, salah satu 
anggota Komisi Penyiaran Indonesia, penulis Jurnal Perempuan, narasumber dalam 
sosialisasi YJP tentang “Remaja Perempuan Melek Media” dan narasumber kampanye 
16 hari “Anti Kekerasan terhadap Perempuan”: 

Selasa, 13 Februari 2007: sms ke No. HP Ade Armando: 0818-1794… 

Halo Mas Ade, ini Venny dari YJP, maaf saya mau nanya apa benar Mas Ade 
berpoligami? 

Dijawab dari No. HP Ade Armando: 

Benar. 

Sms saya selanjutnya: 

Sejak kapan? Kok Mas Ade tega banget sih? Apa itu berarti anda tidak akan 
memperjuangkan lagi isu perempuan di KPI? 

…. 

Rabu pagi, 14 Februari 2007 

Jawaban dari No.HP Ade Armando: 

Maaf baru baca. Kalau anda menganggap saya jahat, tentu saya nggak bisa bilang 
apa2. Masing2 orang punya jalan hidup masing2. Oh ya saya dalam waktu dekat 
nggak di KPI lagi. 

Sms saya selanjutnya: 

Bukan salah anda Mas. Ini salah UU Perkawinan di Indonesia yang tidak seperti 
di negara2 lain melarang poligami untuk melindungi hak perempuan. Doakan 
perjuangan kami Mas. Salam untuk Mbak Nina. 

Jawaban dari No.HP Ade Armando: 

Terimakasih. Saya doakan anda semua. 

Sms saya selanjutnya: 

Mudah-mudahan amandemen UU Perkawinan berhasil dan kami tidak perlu lagi 
kehilangan penulis JP yang bagus seperti anda. 

…. 

Nampaknya itulah salam perpisahan kami dengan seorang ex feminis laki-laki, 
meski itu bukan perpisahan yang pertama. Beberapa tahun lalu kami juga terpaksa 
mengucap selamat jalan kepada Masdar Mar’soedi, seorang public figure laki-laki 
yang memahami gerakan perempuan, namun lalu memutuskan untuk berpoligami. 
Kenapa kami terpaksa harus mengucapkan selamat tinggal adalah karena 
kepercayaan gerakan perempuan bahwa praktek poligami melanggar hak-hak 
perempuan dan hak asasi manusia secara universal. Yakni bahwa: 



Negara harus membuat peraturan-peraturan yang tepat termasuk pembuatan 
undang-undang untuk mengubah dan menghapuskan undang-undang, 
peraturan-peraturan, kebiasaan-kebiasaan, dan praktek-praktek yang 
diskriminatif terhadap wanita. 

(Pasal 2f UU RI No.7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai 
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita-CEDAW) 

Negara peserta wajib membuat peraturan yang tepat untuk mengubah pola tingkah 
laku social dan budaya pria dan wanita dengan maksud untuk mencapai penghapusan 
prasangka-prasangka, kebiasaan-kebiasaan dan segala praktek lainnya yang 
berdasarkan atas inferioritas atau superioritas salah satu jenis kelamin atau 
berdasarkan peranan stereotip bagi pria dan wanita. 

(Pasal 5a UU RI No.7 tahun 1984) 

Setiap manusia dilahirkan bebas dan sama kedudukannya dalam martabat dan hak. 

(Pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) 

Pertanyaan selanjutnya: bagaimana dengan orang biasa jika seorang yang 
sehari-harinya mengajar di universitas terkemuka, mengenyam pendidikan tinggi 
di manca negara, bahkan ahli di isu kesetaraan gender pula, menjawab alasan 
berpoligami yang paling dangkal yaitu bahwa masing-masing orang punya jalan 
hidup sendiri-sendiri. 

Hal lain yang biasanya yang menjadi alasan laki-laki Indonesia untuk 
berpoligami adalah ingin punya anak atau anak laki-laki. Seolah-olah komitmen, 
cinta, kesetiaan, bukanlah satu hal yang layak diperjuangkan. Dan tidak ada 
apa-apanya dengan obsesi punya anak kandung atau bahkan dibanding nafsu syahwat 
yang paling-paling cuma 2 menit berereksi: tidak beda jauh dengan kambing atau 
monyet. 

Pertanyaan yang lalu menjadi absurd di hari kasih sayang: Apakah kita memang 
tidak bisa menuntut kesetiaan laki-laki, sementara perempuan justru selalu 
dituntut untuk setia? Lalu cinta macam apa yang seperti itu? Cinta yang selalu 
menuntut pengorbanan perempuan tapi tidak menuntut apapun dari laki-laki, 
adalah cinta yang mengerikan. 

Jika demikian, waspadalah wahai para perempuan. Karena ternyata konsep cinta 
yang selama ini kita pahami adalah timpang dan merugikan. Cinta yang menjadi 
dasar perkawinanpun tidak cukup melindungimu dari praktek ini, buktinya UU 
Perkawinan di Indonesia memperbolehkan kali-laki berpoligami, itu mengapa UU 
tahun 1970 ini sangat mendesak untuk diamandemen. Sebelum kekasihmu yang 
sekarang ini suatu saat akan menuntut untuk boleh berpoligami. 

Namun sayapun salut karena masih ada beberapa laki-laki Indonesia yang selalu 
setia dengan pasangannya sampai selamanya apapun yang terjadi, meski tidak 
punya anak, bahkan meski pasangannya sakit keras. Sayangnya jumlahnya hanya 
satu dari sejuta. Namun satu dari sejuta itu lalu memberi makna yang terdalam 
bagi kita sebagai manusia. Bahwa nilai-nilai cinta, kesetiaan, rasa hormat dan 
saling menghargai jauh lebih berharga ketimbang nafsu untuk kawin lagi. 

Karenanya tidak terlalu berlebihan jika hari kasih sayang tahun ini kita 
persembahkan bagi para laki-laki yang masih menggunakan akal sehatnya, yang 
tetap berkomitmen untuk setia, menghormati pasangannya dan percaya bahwa 
jalinan kasih sayang hanya bisa terwujud dalam relasi yang setara.* 



Adriana Venny, Direktur Eksekutif Yayasan Jurnal Perempuan 


Web:
http://groups.yahoo.com/group/mediacare/

Klik: 

http://mediacare.blogspot.com

atau

www.mediacare.biz

Untuk berlangganan MEDIACARE, kirim email kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]

Yahoo! Groups Links





 
---------------------------------
Expecting? Get great news right away with email Auto-Check.
Try the Yahoo! Mail Beta.

Kirim email ke