jurnal jurnal <[EMAIL PROTECTED]> wrote:  Date: Sat, 3 Mar 2007 01:42:33 -0800 
(PST)
From: Subject: Singapura sebagai Kepanjangan Tangan ISRAEL
To:
  Akhie,
  Saya mendapat kiriman ini di bawah ini. Sejak lama saya menyebutnya bahwa 
Singapura belajar dari Israel. Tokoh utama yang membangun pemikiran strategis 
Singapura antara lain Alex Moseiss.
  Selamat membaca, pasti berguna.
  Salam, 
  ICHSANUDDIN NOORSY
   
   
   
   
   
  Bismillahirrahmanir rahim
  Ada Apa Dengannya?
  Oleh : Fauzi Nugroho
   
  Beberapa waktu lalu, saat sedang istirahat, saya coba mencari tahu mengenai 
keberadaan masjid untuk shalat Jum'at. Melalui seorang sekuriti akhirnya saya 
dapatkan informasi tersebut. "Bapak dari Indonesia... ., ya...?" tanyanya. 
"Iya" jawab saya. Kami pun terlibat pembicaraan yang cukup lama, dan pada 
akhirnya saya mengetahui bahwa yang bersangkutan adalah orang asli Indonesia 
asal Madura. Sejak tahun 1995, bapak dua anak itu meninggalkan Bangkalan dan 
mengais rejeki di negeri itu sebagai sekuriti pada kantor manajemen gedung 
Monetary Authority Singapore (MAS). Gajinya lumayan hampir mencapai Sin$2.000. 
Terbilang mewah jika dibelanjakan di tanah air, tapi cukupan untuk hidup 
disana. Ia memiliki KTP Singapura, dan menjadi warganegara Negeri Singa Merlion 
bukan karena tidak nasionalis dalihnya, tetapi lebih karena tuntutan perut 
serta memenuhi kebutuhan istri dan dua orang anak yang harus ditanggungnya. 
Ketika di hotel, pun saya temui dua orang asal Palembang dan Betawi
 yang sehari-harinya bekerja sebagai Bellboy di hotel tersebut. Ternyata, 
hampir di banyak tempat di negeri itu, kita akan mudah menemukan orang-orang 
Indonesia yang bekerja disana, mulai dari pekerja kasar hingga jabatan 
eksekutif. Jika dari aspek penyerapan tenaga kerja, bertetangga dengan negara 
yang luasnya hanya 0,09% dari luas wilayah DKI Jakarta tentu menjadi suatu yang 
menguntungkan. Namun untuk hal lain, mungkin nanti dulu, begitu pandangan 
sebagian orang Indonesia. Kekhawatiran banyak pihak mencuat manakala 
pemberitaan seputar Singapura seakan terus memenuhi lembaran media masa. Mulai 
dari masalah ekonomi, telekomunikasi, teritorial, intelijen, bahkan ancaman 
kedaulatan bangsa dan negara. Lalu ada apa dengannya?. Hal yang paling gres 
antara lain, adalah mencuatnya kembali isu buy back saham Indosat dan 
kepemilikannya pada perusahaan telekomunikasi; kepemilikan bank, dan 
penggerusan pasir untuk reklamasi pantai Singapura.
  Merdeka pada 9 Agustus 1965, nama aslinya Sing Kung-Woh-Kwok. Lalu pada 
September 1965, di markas PBB di New York dilakukan presentasi negara baru. 
Berdirilah sebuah negara kecil, yaitu Singapura, negara yang benar-benar tak 
bisa menggantungkan kehidupannya dari kekayaan alam. Adalah Sir Thomas Stamford 
Raffles pada awal tahun 1819 mulai merintis kehidupan di negeri yang pada zaman 
Kerajaan Singosari disebut Tumasik. Letaknya yang strategis, membuat Raffles 
menyewanya dari seorang pangeran Melayu. Tahun terus berjalan dan zaman 
berganti. Pada tahun 1942 tentara Jepang mengalahkan sekutu di beberapa wilayah 
Asia, termasuk Indonesia, Malaysia, Kalimantan Utara (kini Brunei) dan juga 
Singapura. Suatu peristiwa yang tak pernah disangka jika Inggris kalah oleh Dai 
Nippon. Lalu Jepang mengganti namanya dengan Syonan, yang artinya Cahaya dari 
Selatan. Tak lama Jepang kalah dalam Perang Dunia II, kemudian Inggris 
merebutnya kembali. Saat lahirnya negara itu, bersamaan dengan
 situasi politik Indonesia yang sedang bergejolak dengan masalah PKI, pun 
masalah dalam negeri Malaysia yang tengah bergolak. Diam-diam situasi itu telah 
dimanfaatkan Israel, melalui Mordechai Kidron, duta besarnya di Bangkok, sejak 
tahun 1962 ia telah mendekati Lee Kuan Yew (LKY). Berselang setelah pemisahan 
Singapura dari Malaysia, Kidron bersama Hezi Carmel, seorang pejabat Mossad 
menyampaikan proposal Israel bagi pembentukan militer Singapura. Jualan mereka, 
Israel adalah negara kecil yang dikepung oleh negara-negara Muslim di Timur 
Tengah, tapi memiliki kekuatan militer yang kecil tapi kuat dan dinamik. Tokoh 
penting lainnya yang berperan melakukan pembangunan militer Singapura adalah 
Yitzhak Rabin, kepala staff pemerintahan Israel kala itu dan menjadi Perdana 
Menteri pada masa berikutnya. Mereka ingin Singapura memiliki kekuatan militer 
yang belum pernah ada di Asia Tenggara, dengan anggaran 7,27 milyar dolar 
setahun atau 25% dari APBN-nya, dan menjadikan satelit bagi
 kepentingan mereka di kawasan ini.
  There is no free lunch. Balas jasa yang diberikan oleh Singapura, antara lain 
suara abstain pada sidang umum PBB tahun 1967 saat negara-negara Arab 
mensponsori resolusi untuk menveto Israel. Pada tahun Oktober 1968, LKY 
menyetujui pembukaan perwakilan dagang Israel, dan tahun berikutnya pada Mei 
1969, secara resmi Lee memberikan izin untuk membuka kedutaannya di Singapura. 
Setelahnya, kerjasama tak hanya terbatas dalam bidang militer dan pertahanan, 
tapi juga ekonomi dan politik. Kekuatan Israel di Singapura telah pula 
merangsek ke negara-negara Muslim seperti Malaysia, Brunei dan Indonesia. 
Termasuk pembelian Indosat dan beberapa bank besar di Indonesia oleh Singapura. 
Secara seloroh usaha aneksasi tersebut telah menjadikan Indonesia provinsi ke 
sekian dari Israel Raya, ujar seorang pengamat. Singapura menjadikan Israel 
sebagai role model di bidang keamanan dan Swiss sebagai model di bidang 
ekonomi. Hal tersebut tercermin dari amandemen Trustees Bill (TB) oleh parlemen
 Singapura tahun 2004, dan keinginan Prof S Jayakumar, Deputy Prime Minister 
and Minister for Law, yang menghendaki Singapura sebagai Financial Center dan 
Wealth Management Center di dunia. Bersama Amerika, dan Israel, Singapura 
melakukan simbiosis mutualisme, bergandeng tangan saling menguntungkan, saling 
memberi manfaat dan memanfaatkan. Lalu adakah ancaman bagi negara-negara di 
kawasan ini termasuk Indonesia?. Di masa-masa kemerdekaan Indonesia, Singapura 
bukan sesuatu yang asing dalam dunia intelijen internasional, terutama 
intelijen Amerika dan Inggris. Lewat Singapura beberapa rencana menghalangi 
Indonesia merdeka pernah dirilis oleh Inggris. Kekayaan alam dan kekuatan 
muslimnya membuat pihak Barat merasa gerah, bila bangsa ini besar dan maju. 
Sehingga kontrol ekonomi dan instabilitas adalah media yang digunakan untuk 
menghambat kemajuan itu. 
  Salah satu yang menonjol adalah PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik 
Indonesia) di Sumatera pada tahun 1958, serta munculnya embrio-embrio 
pemberontakan. Ada Dewan Gajah, Dewan Garuda, Dewan Banteng dan seterusnya. 
Sehingga dalam buku, Rebels in Paradise: Indonesia Civil War (James Mossman, 
1961), "Bukan rahasia lagi bahwa Inggris dan Amerika Serikat selalu berhubungan 
dengan kaum pemberontak, melakukan kontak lewat agennya di Singapura.." . 
Tentang keterlibatan Singapura, Audrey R. Kahin dan George McTurnan Kahin dalam 
Subversion as Foreign Policy, The Secret Eisenhower and Dulles Debacle in 
Indonesia menyebut Singapura sebagai sentral kendali di Asia Tenggara. 
"Singapura juga salah satu pusat pengendalian kekuasaan regional baik dengan 
intelijen maupun dengan pemasokan senjata dan serdadu." (Nurdi, 2006). Tidak 
heran jika: Singapura bernafsu memborong bank-bank di Indonesia untuk dimiliki 
melalui Temasek; enggan menandatangi perjanjian ekstradisi; melindungi uang
 pengusaha hitam yang ditaruh di negeri itu; membeli perusahaan semacam Indosat 
atau Telkom melalui SingTel; membeli pasir secara ilegal untuk reklamasi 
pantainya; mengimingi-imingi pengusaha dengan pajak yang lebih rendah untuk 
mengalihkan usahanya kesana, dan seterusnya. Ia berani karena Singapura tidak 
sendiri, ia ada yang mem-backingi-nya, dan mereka adalah Imperialist. Untuk itu 
Al Qur'an telah mengingatkan kita semua, "Maka datanglah sesudah mereka 
generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat, yang mengambil harta benda dunia 
yang rendah ini, dan berkata: "Kami akan diberi ampun". Dan kelak jika datang 
kepada mereka harta benda dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan 
mengambilnya (juga)." (QS. Al A'raaf, 7:169). 
  Nabi Musa a.s tentu sedih melihat pewaris Taurat-nya seperti itu, mereka 
tidak menjalani agama monotheisnya. Agama hanya menjadi topeng, padahal banyak 
Yahudi maupun Nasrani (Injil) yang baik dan memberi manfaat untuk sesama 
manusia. Sebagian mereka pun bernafsu memadamkan cahaya agama-Nya, seolah 
keyakinan bisa digadaikan dengan materi, kenikmatan duniawi maupun kedudukan. 
Seakan jika bangsa dan negara ini telah dibuatnya susah dan menderita, lalu 
berbondong-bondong saudara-saudara kami murtad mengikuti keinginan mereka. Saya 
percaya bahwa sebagian dari kita mungkin akan berkata terlalu murah menukar 
akhirat dengan dunia, atau menukar Imperialis sebagai penolong dan menggadaikan 
Tuhan. "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga 
kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah 
petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka 
setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi
 pelindung dan penolong bagimu.". (QS. Al Baqarah, 2:120). Kami pun yakin, bila 
mereka datang dengan maksud jahat dan menginjak-injak harkat dan martabat 
bangsa ini yang juga makhluk-Nya. Demi Allah, Dia akan membela hamba-hamba- Nya 
yang tertindas oleh kesewenang-wenangny a, "karena kesombongan (mereka) di muka 
bumi dan karena rencana (mereka) yang jahat. Rencana yang jahat itu tidak akan 
menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka 
nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada 
orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat 
penggantian bagi sunah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui 
penyimpangan bagi sunah Allah itu.". (QS. Fathir, 35:43). 
  Kami pun sadar, bahwa perubahan itu tidak turun dari langit, bangsa ini harus 
bangun, menggeliat dari ketertiduran dan keterlelapan kenikmatan sebagian 
warganya, "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga 
mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah 
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat 
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.". (QS. Ar 
Ra'd 13:11). Tulisan ini tidak bermaksud memprovokasi, tetapi hanya 
mengingatkan sebagai wujud kecintaan penulis kepada bangsa dan negara ini. 
Bangsa ini besar, dan tidak ingin seperti Dinosuarus. Ia pernah ada dan besar, 
namun punah dan hanya menjadi legenda, serta dongeng anak-anak manusia 
menjelang tidur. Mudah-mudahan goresan yang agak sedikit panjang dari biasanya 
ini, dapat menggugah kesadaran kita semua bahwa telah lama bangsa ini 
termarjinalkan harkat dan martabatnya. Dan hal itu tidak seharusnya terjadi, 
jika saja kita
 berkomitmen kuat menjadikan 3-BI sebagai tujuan, yaitu Belalah Indonesia, 
Belalalah Insannya, dan Belalah Islam, serta melindungi dan memberi rasa nyaman 
kepada semua manusia di dunia apapun agama, suku, dan rasnya. Semoga Allah SWT 
memberikan kekuatan lahir bathin kepada kita semua mengarungi bahtera yang 
penuh riak dan gelombang ini, dan mengantarkannya pada pantai harapan sejahtera 
duniawi dan ukhrowi. Amin (fn). 
    
---------------------------------
  Check out the all-new Yahoo! Mail beta - Fire up a more powerful email and 
get things done faster.

 
---------------------------------
Bored stiff? Loosen up...
Download and play hundreds of games for free on Yahoo! Games.

Kirim email ke