untuk Pak Charles,
   
  maaf kalau saya boleh bertanya, singkat kata anda akan terus membiarkan 1 
atau 2-3 melayang (bahkan mungkin lebih) hingga penyelidikan tuntas? sampai 
mana kepentingan untuk menyelesaikan suatu penyelidikan jika hanya berputar 
pada masalahnya saja tanpa ada jalan keluarnya? menurut anda mana yang lebih 
penting, proses atau hasil akhir?
   
  saya sendiri sebenarnya juga tidak setuju jika harus menutup habis IPDN, 
ibaratnya seperti orang sakit kepala dan mengobatinya dengan cara menghacurkan 
kepalanya itu sendiri, padahal masih ada cara untuk hanya menghilangkan rasa 
sakit di kepalanya. 
   
  well, we all have the same right to speak thou...
   
  terimakasih
  -dinda-

charles hutagalung <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
            Terkait dengan kasus kematian Praja Cliff Muntu, sebaiknya kita 
juga melihat sisi positif pembinaan praja senior kepada juniornya. Hal itu 
untuk memang diperlukan untuk penegakan disiplin dan belajar menghormati 
senior, selama masa kuliah hingga terbawa pada saat bekerja sebagai pamong di 
masyarakat, dengan demikian siswa diajari untuk tidak belagu dan menjadi 
slonong boy, tetapi pelaku teamwork yang baik.
   
  Peristiwa yang terjadi di IPDN sebenarnya juga terjadi di kampus-kampus lain, 
hanya tidak terdeteksi oleh media, atau yang menutup-nutupinya lebih canggih. 
IPDN menjadi sorotan publik karena IPDN merupakan badan pendidikan milik 
pemerintah yang pasti akan cepat menjadi sorotan publik.
   
  Bahwasanya IPDN adalah lembaga pendidikan yang baik juga tidak boleh kita 
pungkiri, tempat untuk melahirkan pribadi-pribadi berkualitas untuk menjaga 
negeri ini dari kehancuran moral dan spiritual.
   
  Mana pernah kita tahu bahwa saat ini terjadi dekadensi moral di kampus-kampus 
umum yang sebagai contoh kecil saja ada pelajar/mahasiswa suatu universitas 
berhubungan suami istri lalu direkam dalam ponsel/minidv dsb. Dari sini kita 
bisa melihat suatu hubungan antar mahasiswa yang terlalu kebablasan akan 
menjadi borok di masa yang akan datang dimana mereka akan terlibat di 
masyarakat.
   
  Contoh lain adalah di negara ini juga banyak terlahir sarjana-sarjana 
berbagai bidang studi, namun kebobrokan dan bencana negara ini malah semakin 
parah; KORUPSI dan KOLUSI semakin menjadi-jadi terutama mereka yang duduk di 
parlemen (belakangan mereka mengusulkan pembekuan dana utk IPDN yang jangan2 
malah dialokasikan bagi mereka sendiri, Fuck!), bencana yang diakibatkan oleh 
para insinyur itu sendiri (i.e Lumpur Lapindo) dan sampai saat ini tidak mampu 
diatasi. Belakangan lagi, negara ini memiliki sarjana pertanian lulusan Bogor 
yang tidak mampu memberi makan kepada rakyatnya, tapi malah mengandalkan impor 
beras dr negara tetangga. Lebih parah lagi, kampus-kampus yang berbasis agama 
tertentu, malah melahirkan pribadi-pribadi yang fundamental dan berpemikiran 
sempit, sebagai contoh FPI, Anshor, HMI dan lain-lain yang lebih mengedepankan 
kekerasan dan pengeroyokan (Inilah ironi itu...!) Agama mengajarkan cinta 
kasih, tapi malah dinterpretasi lain dengan mengandalkan otot.
   
  Tuduhan kasus kematian Cliff Muntu yang juga dikaitkan dengan penyuntikan 
formalin untuk menutupi lebam-lebam pada jenasah Cliff adalah fitnah belaka, 
karena belum ada hasil penyelidikan yang mengarah ke sana. Barangkali saja 
tidak ada formalin di kampus IPDN, tetapi penyuntikan tersebut dilakukan pada 
saat Jenasahnya sudah berada di rumah sakit agar tidak membusuk.
   
  Disamping itu, sebagaimana telah diutarakan oleh Rektor IPDN dan Sekjen 
Depdagri, Progo Nurjaman, bahwa hanya ada 3 praja yang tewas karena 
penganiayaan selama masa pendidikan, angka yang lain hanya dikarang oleh Inu 
Kencana hanya berbekal foto dan gambar tayang selintas saja.
   
  Jadi saya mendukung penyelidikan yang tuntas dan obyektif bagi semua pihak, 
namun demikian saya tidak mendukung IPDN dibubarkan

Sunny <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          HARIAN KOMENTAR
  11 April 2007 
   
            Ayah Pemukul Cliff Muntu, Minta Suaka  
  
Keluarga Ahmad Arifandi Harahap, praja IPDN asal Medan yang dipecat bersama 6 
rekannya dalam kasus kematian Cliff Muntu meminta ‘suaka’ dengan mendatangi 
Sekretaris Daerah (Sekda) Propinsi Sumatera Utara (Sumut), Muhyan Tambuse. Me-
reka meminta bantuan hukum terhadap kasus anaknya.
  
“Mereka sudah datang beberapa hari lalu, menemui Pak Sekda Muhyan Tambuse. 
Inti-nya meminta bantuan dalam persoalan hukum yang kini dialami Ahmad Arifandi 
Harahap,” ujar Kepala Badan Infomasi dan Komunikasi Sumut, Eddy Syofian seperti 
dilansir detik.com, Selasa (10/04). 

  Eddy menjelaskan, sikap Pemprop Sumut sangat jelas. Meminta agar persoalan 
ini diselidiki dengan seksama. Dan jika memang tidak terbukti, maka hak-hak 
yang ber-sangkutan selaku praja IPDN harus dikembalikan seperti semula. “Dalam 
kasus kematian Praja Wahyu Hidayat, empat tahun lalu, ada juga praja asal 
Sumatera Utara yang dinyatakan terlibat. Ternyata belakangan tidak terbukti. 
Dia bisa melanjutkan pendidikan kembali dan sudah tamat,” kata Eddy.
   
  Disebutkan Eddy, saat ini ada 77 praja tingkat satu asal Sumatera Utara yang 
ada di IPDN Jatinangor. Setiap ta-hunnya, setiap praja itu di-biayai Rp 7,5 
juta oleh kabu-paten atau kota yang merupa-kan daerah asal praja yang 
bersangkutan. Sebelumnya, kepada wartawan, Brigadir Polisi Satu Parel Harahap, 
orang tua Ahmad Arifandi Harahap menyatakan, pihaknya kini sedang berkordinasi 
dengan kuasa hukum guna mengusahakan penangguhan penahanan Arifandi yang kini 
ditahan Polres Sumedang, Jawa Barat. Parel yakin bahwa anaknya tidak mungkin 
terlibat dalam penganiayaan terhadap Cliff Muntu, sebab selama ini Arifandi 
yang biasa dipanggil Arif, tergolong anak yang baik dan alim.(dtc) 



  


    
---------------------------------
  No need to miss a message. Get email on-the-go 
with Yahoo! Mail for Mobile. Get started.    
---------------------------------
  TV dinner still cooling?
Check out "Tonight's Picks" on Yahoo! TV.  

         

       
---------------------------------
Expecting? Get great news right away with email Auto-Check.
Try the Yahoo! Mail Beta.

Kirim email ke