sebelumnya mohon maaf memang pencucian benak bangsa kita 32 tahun oleh mesin kominfo pak harto itu hebat dan efektip sekali. tapi setelah ada kemerdekaan lagi sekarang kita harusnya pandai berpikir sendiri secara bebas, supaya bisa kluar dari tempurung buatan orba. kalau beliau itu patriot dan 'memerdekan indonesia" tentu negara kita tidak sampai terpuruk kayak sekarang ini kan? bangun bung, hari udah siang! sk
"Dwi ( GTN BPN )" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Sedikit nyumbang pikiran, Terlepas dengan segala masalah KKN atau segala hal yang sekarang melekat pada pak Harto dengan segala tuduhan yang diarahkan kepada beliau, disini saya dari dulu adalah seorang pengangum akan sosok Soeharto ini. Meskipun segala macam keberhasilan dan penghargaan yang beliau terima tidak saya rasakan secara langsung imbasnya hanya sajasaya akui bahwa Soeharto telah berhasil memerdekakan Indonesia, (saya tidak akan megkaitkan dengan fakta sejarah atau sikon politik yang saya sendiri juga tidak tahu pasti kebenarannya berkaitan dengan Presiden sebelumnya) setidaknya program yang dijalankan entah itu datang dari pribadi Soeharto ataupun dari pemikiran kaum cendikiawan yang berdiri dibelakangnya, program itu sudah merubah jalan hidup bangsa ini meskipun pada akhirnya kita dapat ketahui imbasnya banyak sekali pemanfaatan celah dan fasilitas oleh para kerabat, kroni dan kongsi yang berkeliling disekitar kursi kepemimpinannya. Malah didesa saya dahulu dibesarkan sebuah desa kecil di lereng gunung Lawu, para orang orang tua (U-45+) sering meng"andai"kan kehidupan dengan Soeharto sebagai presiden dibanding dengan kehidupan sekarang. (meski saya juga tahu pasti siapapun presidennya tidak akan banyak berpengaruh dengan kehidupan mereka yang bersahaja-kecuali tiba2 tanah yang mereka garap harus digusur untuk dijadikan mal, bagaimanapun juga kebutuhan sembako mereka terpenuhi dengan mereka bertani sendiri). Yah, saya kira saya pun hanya bisa melihat dan mendengar apa yang sedang terjadi karena paling jauh suara saya untuk merubah semua ini hanya sebatas harapan, kertas suara Pemilu, telinga istri dan berdoa kepada Allah SWT-semoga bangsa ini tetap menjadi sebuah bangsa bagi setiap warga negaranya. sekali lagi semoga.... Balikpapan, April 11-2007 Dee.Setya --------------------------------- From: mediacare@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Sunny Sent: Wednesday, April 11, 2007 8:31 AM To: Undisclosed-Recipient:; Subject: [mediacare] Soeharto, Patriot atau "Crook" KOMPAS Rabu, 11 April 2007 Otobiografi Soeharto, Patriot atau "Crook" Suryopratomo Tidak bisa disangkal salah satu keberhasilan yang dicapai Presiden Soeharto selama 32 tahun menjadi orang nomor satu di Indonesia adalah mengubah Indonesia dari negara miskin menjadi negara yang beranjak ke negara industri baru. Namun, sebagai orang yang dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan pertanian, Soeharto paham betul kehidupan rakyatnya. Walaupun Indonesia hendak beranjak menuju negara industri, sebagian besar rakyat Indonesia tetap menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Ketika perjalanan hidup membawa dirinya menjadi seorang tentara yang sarat dengan penugasan yang menantang dan akhirnya membawa dirinya menggapai jenjang tertinggi, yakni meraih jenderal bintang empat bahkan kemudian bintang lima, Soeharto tetap tidak lupa akan kehidupan yang sebenarnya dari rakyatnya. Demikian pula ketika kemudian arus besar politik dalam negeri pada tahun 1965 menarik dirinya ke arena politik dan pengabdian sipil, hal yang pertama dilakukan adalah melakukan perbaikan kehidupan rakyat. Kebutuhan pangan yang tidak memadai sehingga membuat tingkat inflasi melambung sampai 650 persen membuat ia tidak bisa lain kecuali yang pertama dilakukan adalah memperbaiki sistem produksi pertanian. Bersama para ahli ekonomi dari Universitas Indonesia yang dipimpin Prof Widjojo Nitisastro dan Prof Ali Wardhana, Soeharto merancang sebuah konsep pembangunan ekonomi jangka panjang yang terprogram. Konsep pembangunan yang di zaman Presiden Soekarno berada di bawah bendera "Demokrasi Terpimpin" diubah menjadi "Garis Besar Haluan Negara" yang diterjemahkan dalam rencana pembangunan lima tahunan (repelita). Setelah dua tahun mengemban tugas sebagai Penjabat Presiden, Soeharto menjalankan Repelita I-nya pada tahun 1969. Arah yang ingin dicapai sangatlah sederhana, yakni bagaimana bangsa Indonesia bisa memenuhi kebutuhan pangan dan juga sandang sendiri. Pelibatan dari semua komponen bangsa dilakukan agar program pembangunan bisa berjalan dan berhasil. Mahasiswa Institut Pertanian Bogor, misalnya, dilibatkan untuk turun ke lapangan, mendampingi para petani agar bisa menjalankan program bimbingan massal. Konsistensi dalam menjalankan program pembangunan itulah yang akhirnya membawa Indonesia menggapai swasembada pangan pada tahun 1984. Prestasi besar itu membawa Presiden Soeharto meraih penghargaan dari Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO). Barulah setelah berhasil memenuhi kebutuhan perut, arah pembangunan bisa dilakukan ke bidang lain. Setelah itu repelita diarahkan ke bidang perumahan, pendidikan, kesejahteraan sosial, dan kemudian pembangunan industri. Tidak tertulis Pencapaian pembangunan ekonomi yang dilakukan Indonesia selama 32 tahun kepemimpinan Presiden Soeharto sangatlah luar biasa. Tidak hanya pujian yang diberikan, tetapi konsep pembangunan banyak yang ditiru oleh negara-negara lain. Soeharto mengakui bahwa keberhasilannya membangun perekonomian Indonesia tidak bisa juga dilepaskan dari faktor keberuntungan. Antara lain adanya bonanza minyak pada tahun 1974 yang memungkinkan Indonesia memiliki kesempatan untuk membangun infrastruktur yang dibutuhkan untuk mempercepat laju pembangunan. Sayang, landasan pembangunan yang bagus itu tidak tercatat dengan baik. Konsentrasi yang berlebihan kepada pelaksanaan pembangunan membuat semuanya seperti terlupa untuk membuat catatan tertulis yang bisa dijadikan sejarah bagaimana Orde Baru membangun perekonomian bangsa ini. Itulah yang disayangkan oleh Soeharto. Kerja keras yang dilakukan tidak cukup bisa dijadikan bahan pembelajaran bagi generasi yang akan datang. Padahal catatan seperti itu penting bagi generasi mendatang untuk mengetahui kekuatan sekaligus kelemahan dari pembangunan ekonomi di zaman Orde Baru. Di samping hal-hal yang positif, seperti bimas, puskesmas, posyandu, dan pengendalian tingkat kelahiran, ada hal-hal yang membuat perjalanan bangsa sempat oleng, seperti kasus Pertamina dan korupsi di Bulog. Bahkan, yang terakhir ketika perekonomian Indonesia terempas oleh krisis keuangan yang melanda Asia Tenggara tahun 1997 yang ditengarai disebabkan juga oleh ditinggalkannya Soeharto oleh para konglomerat yang ia besarkan. Mengenang ke belakang Buku Soeharto, The Life and Legacy of Indonesia's Second President yang ditulis Retnowati Abdulgani-Knapp tidak bisa dilepaskan dari konteks keinginan mantan Presiden RI itu untuk menuliskan perjalanan sejarah yang telah ia lalui. Buku itu menjadi sebuah otobiografi yang hidup karena tidak hanya menceritakan kejayaannya, tetapi seluruh kehidupan Soeharto mulai dari lahir sampai masa tuanya sekarang ini yang tak lepas dari kecaman dan berbagai tuduhan. Retnowati sangat beruntung karena ia putri dari tokoh kemerdekaan Roeslan Abdulgani sehingga punya akses untuk mendengar langsung semua cerita itu dari sang mantan Presiden. Sayang, kesempatan itu diperoleh di saat Soeharto sudah berusia 86 tahun dan berulang kali keluar-masuk rumah sakit. Meski tidak dimungkiri ingatannya masih sangat kuat, Soeharto tak cukup lancar menyampaikan pikirannya. Akibatnya, Retnowati terpaksa untuk menerjemahkan beberapa pikiran Soeharto itu agar bisa ditangkap lebih mudah oleh pembaca. Meski demikian, buku tentang Soehartoyang akan diluncurkan tanggal 12 April di Singapura dan tanggal 25 April di Jakartatetap menarik untuk diikuti, apalagi Retnowati secara baik mampu mengangkat isu-isu sensitif yang menjadi pertanyaan banyak pihak. Seperti soal siapa orangtua Soeharto yang sebenarnya, peran Ibu Tien dalam kehidupan Soeharto, para putra-putri, soal yayasan yang sekarang sedang diutak-utik kembali, hubungan dengan para konglomerat, serta teman-temannya yang setia dan yang mengkhianati. Salah satu episode yang diangkat secara baik dan menarik untuk menjadi pengetahuan kita adalah saat-saat menjelang Soeharto harus lengser dari kursi kepresidenan. Bagaimana ia berupaya untuk bisa mengendalikan krisis ekonomi, termasuk kemungkinan mem-peg rupiah terhadap dollar AS seperti diusulkan ahli moneter AS, Steve Hanke, dengan Currency Board System-nya. Untuk mencegah agar Soeharto tak melakukan itu, Presiden AS Bill Clinton mengirim mantan Wakil Presiden Walter Mondale untuk menemuinya di Jakarta, Maret 1998. Dalam perjalanan pulang dan mampir di Singapura, Mondale bertemu PM Goh Chok Tong dan Menteri Senior Lee Kuan Yew. Mondale sempat bertanya apakah Soeharto seorang pahlawan atau penjahat (crook)? Jawaban yang disampaikan Lee Kuan Yew sangat menarik. "Sebagai Presiden Indonesia, Soeharto merasa dirinya seperti seorang sultan besar dari kerajaan besar. Ia merasa wajar apabila putra-putrinya mendapatkan privilese seperti halnya para pangeran dan putri pangeran di Kerajaan Solo. Dia melihat dirinya sebagai seorang patriot. Saya juga tidak mengklasifikasikan dia sebagai seorang penjahat (crook). --------------------------------- Yahoo! Mail is the world's favourite email. Don't settle for less, sign up for your freeaccount today.