http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=281505

JAWA POS
Jumat, 20 Apr 2007,



"Roller Coaster" SBY-JK
Oleh 
Muhammad Qodari

Hari ini, 20 April 2007, tepat dua setengah tahun usia pemerintahan Susilo 
Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla (JK). Dua setengah tahun merupakan momentum 
historis karena baru pada pemerintahan SBY-JK inilah kita bisa mengasumsikan 
bahwa presiden dan wakilnya akan memegang kekuasaan pemerintahan lima tahun 
penuh pasca rezim Orde Baru.

Pemerintahan sebelumnya tidak atau belum pernah menikmati privilese semacam 
ini. Pemerintahan B.J. Habibie hanya berusia setahun lebih sedikit (1998-1999). 
Pemerintahan Abdurrahman Wahid berusia dua tahun (1999-2001). Sedangkan 
pemerintahan Megawati Soekarnoputri hanya punya waktu tiga tahun (2001-2004) 
untuk bekerja. 

Usia pemerintahan yang "abnormal" menyulitkan pemerintah untuk memperlihatkan 
kemampuannya secara utuh. Hal ini sebenarnya kerugian semua pihak -pemimpin 
bangsa, partai politik, pengamat, lembaga swadaya masyarakat, dan rakyat pada 
umumnya- karena kita pun tidak mendapat "keuntungan" untuk dapat melihat siklus 
lima tahun kerja pemerintahan secara utuh pula.

Siklus lima tahun pemerintahan adalah penting. Ia merupakan salah satu variabel 
yang menentukan keberhasilan sebuah pemerintahan. UU No 25 Tahun 2004 tentang 
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menggariskan adanya Rencana Pembangunan 
Jangka Panjang (20 tahun) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (5 tahun). 
RPJM sendiri merupakan manifestasi visi dan misi pasangan calon presiden-wakil 
presiden terpilih. Tampak bahwa periode waktu bagi penilaian kinerja suatu 
pemerintahan adalah lima tahun.

Kerangka waktu lima tahun itu bukan dimaksudkan bahwa tidak boleh ada evaluasi 
dalam 100 hari, enam bulan, satu tahun, atau separo jalan pemerintahan SBY-JK. 
Ia hanya mengimplikasikan bahwa apa pun yang terjadi dalam pemerintahan, sejauh 
bukan karena alasan tindak pidana atau pengkhianatan kepada negara, presiden 
dan wakil presiden selaku pimpinan pemerintahan tidak dapat dijatuhkan di 
tengah jalan. Vonis akhir terhadap berhasil atau tidaknya pemerintah akan 
diberikan oleh rakyat langsung dalam pemilu legislatif dan pemilu presiden.

Soal evaluasi rakyat ini kini menjadi sesuatu yang transparan (baca: dapat 
diterawang secara relatif akurat) dengan adanya instrumen survei atau polling 
opini publik. 

Polling nasional terakhir dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) 15-25 Maret 2007 
menarik karena menunjukkan tingkat kepuasan (approval rating) publik yang 
cenderung menurun terhadap kinerja Presiden SBY maupun Wapres JK. Tingkat 
kepuasan terhadap kinerja SBY tinggal 49,7 persen dari sebelumnya 67 persen 
(Desember 2006). Sama trennya dengan kepuasan terhadap JK yang turun ke 46,9 
persen dari sebelumnya 62 persen.

Menurut laporan survei LSI, penurunan approval rating itu disebabkan tingkat 
kepuasan publik yang juga turun terhadap penanganan masalah ekonomi nasional 
tahun lalu dibandingkan tahun ini. Pada survei Maret itu, warga yang merasa 
ekonomi nasional tahun ini lebih baik daripada tahun lalu hanya 23 persen. 
Bandingkan dengan November 2004 yang 41 persen dan Desember 2006 yang 33 
persen. Tingkat kepuasan publik terhadap masalah ekonomi ini tampak sepadan 
dengan masih buruknya indikator kemiskinan dan pengangguran di masyarakat 
Indonesia.


Tingkat Kepuasan Rendah

Lepas dari apa sebab sesungguhnya penurunan approval rating terhadap SBY dan 
JK, hasil survei yang menunjukkan rendahnya tingkat kepuasan publik terhadap 
pemerintah merupakan "kado" yang tepat untuk ulang tahun separo jalan 
pemerintahan. 

Di hari-hari seperti ini di mana republik masih mencari arah dan publik masih 
mengalami banyak kesulitan, kabar yang paling baik bukanlah kabar yang paling 
manis, tetapi justru kabar yang paling pahit. Sebabnya sudah kita maklumi 
semua: kabar baik cenderung melenakan dan kabar buruk akan membangkitkan 
kesadaran.

Evaluasi publik terhadap kinerja pemerintah itu sendiri tidak bisa dan tidak 
boleh dilihat sebagai sesuatu yang statis. Survei adalah snapshot atau gambaran 
pada suatu waktu tertentu, yakni waktu dilaksanakannya survei. Tingkat kepuasan 
publik terhadap SBY-JK seperti tampak dari serial hasil survei LSI semenjak 
akhir tahun 2004 sampai sekarang memang naik turun bagaikan lintasan roller 
coaster. 

Di awal pemerintahan, misalnya, approval rating terhadap SBY pernah mencapai 
angka 80 persen. Angka ini turun menjadi 65 persen pada April 2005, tapi naik 
lagi menjadi 71 persen pada Juli 2005. Angka itu turun lagi sampai 55 persen 
pada Maret 2006, tapi naik signifikan ke 67 persen pada November tahun yang 
sama.

Jika ditelusuri lebih mendalam, penurunan tingkat kepuasan publik terhadap 
SBY-JK biasanya terjadi setelah pemerintah membuat keputusan atau kebijakan 
publik yang tidak populer, terutama yang menyangkut kepentingan masyarakat luas 
seperti kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Solusinya tentu pemerintah 
jangan mengambil keputusan yang tidak populis. 

Kalaupun harus diambil, keputusan itu harus didahului penjelasan yang memadai 
kepada publik dan harus diikuti dengan mekanisme "jaring pengaman" serta bukti 
konkret bahwa pada akhirnya keputusan yang tidak populis itu akan mampu 
memperbaiki kesejahteraan rakyat.

Penurunan-penurunan pada tingkat kepuasan publik Indonesia menunjukkan bahwa 
jaring pengaman dan bukti konkret itu belum mampu dibuat pemerintah. Andai 
pemerintah piawai mengelola kebijakan publik, angka approval rating mestinya 
terus naik secara gradual. Seandainya SBY bisa menciptakan mekanisme ini, meski 
sangat sulit, boleh jadi tingkat kepuasan terhadapnya akan kembali ke 80 persen 
seperti di awal pemerintahan. 

Bukan tidak mungkin angka ini diperoleh kembali oleh SBY menjelang pemilu 
presiden 2009, sebagaimana tingkat kepuasan terhadap Fadel Muhammad, incumbent 
sekaligus calon gubernur Gorontalo, menembus angka 80 persen pada pilkada 2006 
yang lalu. Dalam separo masa jabatan yang tersisa, terserah pada SBY-JK untuk 
memilih jalan menurun atau mendaki.


*. Muhammad Qodari, direktur eksekutif Indo Barometer (IB), Jakarta

Kirim email ke