IBRAHIM ISA  Berbagi CERITA
Rabu, 05 September 2007

Apa  Benar - - - Orang Bilang SOSDEM SUKSES . . . ? 

Judul tulisan diatas bukan sensasi! Pun bukan maksud memprovokasi.
Sekadar memancing dan menggugah pembaca  berfikir sedikit lebih
mendalam. Bagaimana, . . . . .  kok,  bisa-bisanya  ada ucapan yang
demikian itu?  Berani-beraninya,  pada zaman  'jaya-jayanya' 
globalisasi dan  neo-liberalisme, . . . .  masih bicara tentang
SUKSESNYA  SOSIAL  DEMOKRASI!

Kan bisa dipertanyakan, pembicaraaan seperti itu  apa  relevan  dalam
situasi sekarang? Sungguh, ini bukan aku  yang bicara begitu. Yang 
menulis  tentang  'KESUKSESAN SOSIAL DEMOKRASI', adalah sebuah majalah
mingguan Belanda, 'ELSEVIER' (No. 34, 25 Agustus 2007). Dalam mingguan
itulah disiarkan  tulisan salah seorang  jurnalisnya,  Leon de Winter.
 Artikel Leon  berjudul 'Onwaarchijnlijk Success', artinya SUKSES Yang
TAK TERBAYANGKAN' .  Yang ia maksudkan ialah SUKSESNYA SOSIAL
DEMOKRASI. Paling tidak di Belanda dan banyak negeri Eropah Barat
sosial demokrasi itu sukses.

Ini memang menarik dinalisis. Betul! Tembok Berlin yang merupakan 
tembok besar Sosialisme yang didirikan Chrusjtjov untuk membendung
pengaruh kapitalisme sudah runtuh. Sesudah 28 tahun (dibangun 13
Agustus 1961 -  dan dirobohkan massa pada 13 Juni 1990) bertahan
terhadap arus kapitalisme dari (Jerman)Barat,  akhirnya benar-benar
bobol. Bukankah  'breaking news' itu diikuti oleh 'breaking news'
lainnya, dengan dibubarkannya Uni Sovyet oleh kombinasi pergulatan
Gorbachov  >< Yeltsin. Lalu follow-upnya bubarnya  'kubu Sosialis', 
'The Communist Bloc'  seperti yang disebut oleh Barat? Maka tampak ada
alasan untuk menyatakan bahwa sosialisme, komunisme sudah selesai. Tak
puya haridepan. 
 
Pasti belum dilupakan pernyataan Presiden AS Ronald Reagan, ketika
itu.  Masih terngiang-ngiang di telinga  maklumat  mantan Presiden
A.S. limabelas tahun yang lalu.  Dengan gaya seorang bokser  yang
mengalahkan lawannya dengan  suatu  pukulan  'knock out' ,  Reagan
berucap lantang:  'Kapitalisme sudah mengalahkan  Komunisme!' 
Komunisme sudah hancur'. Pers Barat dan cendekiawannya menyatakan
bahwa haridepan dunia tidak bisa lain, adalah: KAPITALISME!

Yang dimaklumkan  Reagan kalah, bukankah namanya adalah komunisme? 
Sedangkan  Sosialisme dan Sos-Dem, itu samasekali  bukan Komunisme.
Dua hal tsb  tidak boleh disamakan!  Baiklah, anggaplah begitu. Yang
kalah itu adalah komunisme, samasekali bukan  sosialisme atau
sosial-demokrasi . . . . .! 

Dinyatakan  bawha  Komunisme itu kalah. Penyebab utama  kekalahan tsb
  ialah, karena dalam perjuangannya kaum komunis menggunakan  cara
revolusi, cara kekerasan untuk mencapai tujuannya.  Setelah mencapai 
kemenangan  dan mempertahankan kemenangannya, mereka  memberlakukan
sistim diktatur untuk membangun sistim masyarakat yang  dipandanganya
adil dan makmur

Sedangkan kaum sosialis dan  kaum sosial-demokrat  menggunakan cara
demokratis, cara damai, cara pemilu. Jadi ada perbedan besar. Demikian
dinyatakan.

Ada baiknya,   dalam 'cerita'  ini, hendaknya tidak melihat suatu
gejala dari satu segi saja. Pandangan  sebaiknya diarahkan ke
cakrawala yang lebih luas.  Karena,  nyatanya,  bukan satu dua saja 
negara-negara  di dunia ini,  yang penguasanya bukan kaum komunis tokh
memberlakukan sistim diktatur.   Lihatlah  Myanmar (Birma), Lybia,
Sudan, Republik Islam Iran, Saudi Arabia, Republik Islam Pakistan dan
mungkin masih ada lain lagi, dalam praktek  nyata sekali  menggunakan
sistim  diktatur untuk mempertahankan kekuasaannya.  Bahkan
menggunakan religi sebagai alasan untuk melaksanakan diktatur tsb. 
Dengan demikian, diktatur itu bukan monopoli kaum komunis saja. 
Selain itu, diketahui juga bahwa terdapat sementara kaum Komunis di
Eropah yang sudah lama mencampakkan teori diktatur proletariat.  Lalu
perhatikan kenyataan ini: ---  Selama lebih dari  30 tahun  rezim Orba
 seratus persen memberlakukan  sistim diktatur. Bisa dipastikan bahwa
diktatur Orba itu lebih ganas dari  diktatur negeri  sosialis. 
Diktatur militer  rezim Orba  menggunakan  jubah 'Dwifungsi ABRI' dan
 parpol GOLKAR sebagai pijakan sosial. Dan betapa berdarahnya diktatur
rezim Jendral Suharto. 

Jangan lupakan kenyataan lainnya. Sebuah negara Barat yang
memperkenalkan diri sebagai negara demokrasi terbesar di dunia, 
Amerika  Serikat,  dalam kenyataannya juga  adalah sebuah kekuasaan
diktatur.  Bukan diktatur proletariat seperti di Uni Sovyet dulu, atau
diktatur demokrasi rakyat  semacam  di Tiongkok,  tetapi  diktatur
kaum oligarki. Diktatur  kaum modal yang  menguasai  kehidupan 
ekonomi dan finans negeri ,  memiliki dana berlimpah-limpah untuk
mengedepankan calonnya  dalam pemilihan presiden. Dari tahun ke tahun
presiden di AS silih berganti, tetapi yang berkuasa tetap saja adalah
kaum modal.  Di  AS mana mungkin tanpa modal bisa mencalonkan diri
sebagai walikota, gubernur,   senator apalagi presiden.  Maka
kekuasaan  politik, kekuasaan negara di AS ----  u.u.d-nya -
ujung-ujungnya -- adalah duit.  Kekuasaan politik  di negara demokrasi
terbesar di dunia itu, adalah KEKUASAAN  DUIT!   

Memang, komunisme dengan sosial demokrasi,  itu  tidak sama. Tetapi
sumbernya, ya, satu  . . . . . .  Baik sosialisme,  komunisme ataupun
sosial-demokrasi,   -----  embah pemikiran mereka itu, sumber ilhamnya
yang terpenting,  adalah Marxisme. Karena isme itu yang dilihat
sebagai yang ilmiah.  Yang populer disebut aliran KIRI.  Marxisme, 
adalah suatu faham, suatu ajaran yang  secara teori dan praktek
menganalisis masyarakat  dan sistim kapitalis ketika itu. Teori itu
membeberkan, mengungkapkan  penghisapan kaum modal atas kaum pekerja.
Teori tsb   melawan pemerasan  dan  kekuasaan modal atas kerja. 
Akhirnya yang hendak dicapai  oleh sosialisme,  komunisme dan sosial
demokrasi,  ----  tujuan mereka itu ,  bukankah juga sama?  Keadilan
sosial,  dihapuskannya pemerasan modal, solidaritas  dengan kaum
minima dalam  masyarakat, melawan monopoli dan hegemonisme,  melawan
imperialisme,  hendak menghapuskan kesenjangan sosial, dan menegakkan
keadilan  dan kemakmuran   bagi seluruh rakyat. 

Di satu fihak blok Sosialis di dunia sudah hancur. Uni Sovyet dan
sejumlah negeri sosialis di Eropah Timur sudah bubar.  Di
negeri-negeri tsb  sistim kapitalisme sudah menggantikan sistim sosialis. 

Namun, di Tiongkok pekembangan sosialisme tidak berakhir dengan
kehancuran. Sosialisme  tetap dipertahankan, dengan mengadaptasikannya
pada situasi kongkrit Tiongkok. Begitu mereka nyatakan. Menjadilah ia
sistim SOSIALISME TIONGKOK. Sosialisme Tiongkok  nyatanya telah
menghasilkan pertumbuhan luar biasa ekonomi negeri. Telah membikin
kaya kas negara.  Menjadikan negara Tiongkok Sosialis yang paling
banyak memiliki devisa.  Sistim sosialis Tiongkok, dalam duapuluh
tahun belakangan ini,  telah  melahirkan golongan tengah baru yang
lebih makmur. Sehingga timbullah ketakutan baru terhadap Tiongkok
Sosialis yang semakin kuat dan makmur pada Amerika Serikat dan di
kalangan Barat  serta  para pengikutnya.

*   *    *

Yang menarik di sini, ialah analisis jurnalis  mingguan Belanda
'Elsevier', Leon de Winter ketika menilai situasi Belanda dan Eropah.

Jelas, Leon Winter menulis bahwa ide soial-demokrsi, artinya ide Kiri,
telah menjadi kenyataan dalam peri kehidupan rakyat Belanda, dan
sementara negeri Eropah. Cara menulis Leon de Winter memang   lain
daripada yang lain. Ditulisnya: Faham (ide) sosial demokrasi (di
Belanda) telah kehilangan sebagian besar hak hidupnya.  Bukan karena
ia telah mengalami kegagalan. Tetapi, karena tak terbayangkan, ia
(justru) telah mengalami sukses.

'Welfare State' kita dewasa ini, tulis Leon de Winter, adalah
terlaksananya impian tertinggi kaum sosialis moderat pada permulaan
abad lalu. Proletariat telah tiada. Setiap anak kaum buruh dapat
menempuh studi.  Pengurusan sosial  dan kesehatan  berlaku untuk
semua. Bahkan yang sudah lama menganggurpun memperoleh uang untuk bisa
berlibur. Teman saya orang Jerman Henryk Browder, cerita bahwa kedua
orangtuanya belum pernah bekerja. (Namun), di rumah terdapat tiga
lemari es dan mereka diurus oleh 6 orang pekerja sosial. Di Belanda
tidak banyak beda dari di Jerman.

Pemerintah kita, tulis Leon de Winter, telah mengalokasikan separuh
dari jumlah total pemasukan kita, lalu membagikannya kembali
bermilyar-milyar Euro tsb  menurut faham bahwa 'bahu yang paling kuat
harus memikul beban yang paling berat'. Suatu faham yang bukan tidak
adil bagi siapa saja yang mengagngap ketenteraman sosial adalah
kriteria terpenting dalam kehidupan masyarakat, dst.

Di sini tulisan Leo de Winter itu mengidap kekurangan serius. Leon de
Winter tidak mengemukakan bahwa 'Welfare State' yang menjadi impian
tertinggi kaum sosialis itu bukanlah datang dengan sendirinya. Bukan
suatu 'sedekah'  dari kaum modal dan majikan. Menurut catatan sejarah
gerakan buruh Eropah,  'welfare state' itu adalah hasil perjuangan
lama dan susah payah, kaum pekerja, kaum sosialis, kaum komunis dan
kaum Kiri lainnya. Suatu perjuangan balas-berbalas melawan sistim
kapitalisme  yang inheren dengan pemerasan kamu modal terhadap kaum
pekerja sepanjang zaman yang teramat kejam. Bahwa perjuangan kaum
sosialis, kaum komunis dan kaum Kiri lainnya itu, tidak terbatas pada
pemilihan untuk parlemen saja. Bahwa perjuangan itu juga dilakukan
melalui cara-cara aksi massa. Seperti, melalui media massa,
mengorganisasi dan memberdayakan kaum pekerja, berdemonstrasi dan
melalui pemogokan yang tidak jarang disela-sela oleh penggunaan
kekerasan aparat untuk menindas kaum pekerja yang berdemo dan mogok.
Hal mana  membawa korban tidak kecil pada kaum pekerja. 

Tibalah kembali pada  judul di muka. Apa benar ide-ide
sosial-demokrasi, yang hakikatnya adalah ide-ide Kiri,  mengalami
sukses tak terbayangkan? Jawabnya silakan berikan dengan menalaah
sendiri situasi kehidupan masyrakat di Belanda, dan sementara negeri
Eropah Barat. Masa kini dan masa lampaunya. Mempelajari gerakan
sosialis, komunis dan gerakan kaum pekerjanya, dulu dan sekarang.

Ini juga benar:  Sebelum runtuhnya Uni Sovyet, banyak orang-orang
Sosialis, orang komunis dan orang-orang Kiri lainnya, berucap di
antara mereka sendiri,  bahwa apa yang menjadi slogan di negeri-negeri
Sosialis, di sementara negara Eropah Barat,  hal-hal itu sudah menjadi
kenyataan sehari-hari. Yaitu kenyataan munculnya suatu 'Welfare State'.  

Memang, kehidupan yang nyata itu, seringkali tidak nyambung dengan apa
yang dibayangkan dan apa yag diinginkan! Yang dicita-citakan. Tokh
orang akhirnya tak bisa menutup mata terhadap kenyataan keras kehidupan. 

Jangan lupa, tulisan ini, sekadar untuk menggugah pembaca ikut
memikirkannya. Sekadar bahan pertimbangan. Tidak lain dan tidak bukan.

*   *   *







Kirim email ke