Mamamia bisa dianggap titikbalik Indosiar ? Setelah usai babak grandfinal, lalu apalagi ? ……… Danny Wirianto [EMAIL PROTECTED] Indosiar has the syndrom of GEDE KEPALA. Ketika pertama kali keluar 8-10 tahun yang lalu. mereka cukup menawarkan program2 yang berbeda dan fresh dibandingkan kompetitors yang lain. Tetapi lama kelamaan mereka tidak berubah atau improve. Dari market leader sampai-sampai jadi follower. Lihat aja acara ultah mereka.. garing banget.
In general TV Station in Indonesia sangat menyedihkan. Bangsa Indonesia disuguhkan dengan acara2 yang tidak bermutu dan low quality. Dengan adanya tv2 stations yang lain... lama kelamaan yang tidak berinovasi atau merubah imagenya dan program mereka akan ditinggalkan oleh konsumen. Yang lucunya mereka mustinya sudah tahu kalau switching dari ke tv ke tv lain itu cuma tinggal teken button. Indosiar adalah salah satu TV national yang generik.. tidak ada yang khusus..mereka berusaha mengambil semua pangsa... walhasil marketer juga melihat hal itu dan bahasa kerennya "EMOH" ngak mau. SCTV berusaha mengeluarkan program yang cukup berani dan gambling...seperti worldcup. mereka dengan berani mengeluarkan biaya dan juga sedikit dengan perhitungan kalau pengeluaran dan penerimaan akan memberikan dampak positive terhadap SCTV. TransTV memposisikan dirinya sebagai HBO Indonesia sekarang ini. Berhasil atau tidak..setidaknya mereka sudah mengerti dunia marketing.... differensiasi. Mereka berusaha merebut pangsa Indosiar dan SCTV. Trans7 memposisikan sebagai kawula muda utk melawan TV Global dan ANTV. Lativi sudah berusaha merevamp dirinya.. tetapi tetap saja tidak bisa menandingi...musti ganti management...:) Dari dulu ini station yang paling ngak jelas dan gambar quality yang paling jelek. Sebel nontonya juga. yang jelas mereka berusaha merubah.. tetapi belum maksimal... salah satu penyebabnya adalah differensiasi... Berani beda apanya? MetroTV jelas2 segment mereka bidik adalah kaum business dan news junkie. selalu kita tahu kalau ada keadaan genting... clik ke Metrotv. Mereka dengan susah payah membentuk mindset ini.. dan walhasil..mereka cukup sukses. ANTV, sejak dibeli oleh StarTV.. mereka cukup berhasil dalam merubah.. terlihat dari program2 yang disajikan.. sayang beberapa program tidak berhasil dikarenakan Campur tangan orang asing yang tidak mengerti kultur indonesia. buktinya.. 3 Million, 1 Million is not here anymore.. sangat westernize. TPI.. Dangdut! it's work. TVRI.. wah... cape ngobrolin yang satu ini. Makin tahun bukan makin baik..tetapi makin hancur. Sedih melihat government TV Station yang mempunyai kuality seburuk ini. Mustinya mereka musti melihat CCTV, Singapore channel (Own by government), dan yang lain2nya. Seriously.. TVRI just kebanyakan duit makanya bisa survive. Secara Indosiar apa yang harus diperbaiki... positioning yang jelas dan juga secara visual musti diimprove dan program2pun musti diinovative sesuai dengan positioning mereka..... wahyu wibowo [EMAIL PROTECTED] Melihat banyak yang coment negatif tentang IVM, saya jadi pengen ikutan nimbrung. Menurut saya IVM sebentar lagi malah akan bangkit, mengingat Anthony Salim, sang putra mahkota, sudah turun tangan menagani manajemen. Memang saat ini program mereka yang audience share nya tinggi masih program-program mistis, yang notabene disukai para pembantu (yang mungkin salah pencet remote sampel AGB Nielsen). Sebenarnya kalo kita sedikit jeli, ada kok program-program baru mereka, dan hasilnya pun lumayan. jadi mengingat Anthony Salim saja sudah turun tangan dan membeli kembali saham-saham yang sebelumnya telah dijual, saya yakin mereka bangkit. Apalagi Anthony sudah dekat dengan RI 1 dan 2 (ingat headline visi Indonesia 2030 di koran-koran kan???). Firman Fajar [EMAIL PROTECTED] Indosiar.... sangat disayangkan.... sudah kehabisan inovasi. Mereka cuma punya "kejayaan masa lalu". Dari leader menjadi follower. Kalo ga cepet cepet bangkit... tinggal tunggu waktu aja sebelum mereka dicaplok oleh group media lainnya (siapa tau group Trans juga masih lapar.... mau nyaingin RCTI - TPI - GlobalTV). Efek domino kalo emang ga inovatif, lama lama membosankan.... lama lama ditinggal oleh pemirsa.... lama lama ditinggal pengiklan.... lama lama merugi.... lama lama bangkrut.... lama lama mati, atau dijual atau merger dengan yang lain.... Sumardy [EMAIL PROTECTED] saya kok orang yang dari dulu tidak percaya dengan corporate brand positioning dari stasiun televisi. menurut saya kesuksesan sebuah stasiun televisi belum terbukti karena kuatnya corporate brand positioning, coba lihat sekarang tv apa yang sukses di Indonesia? Trans TV? apa positioning nya? paling2 juga metrotv tapi ini merupakan sebuah makhluk yang berbeda yang di luar cluster kompetisi stasiun televisi yang ada melihat sejarah peradaban televisi termasuk juga di AS, hampir dapat dikatakan corporate brand stasiun televisi itu berjaya karena memiliki product brand yang bagus. mulai dari jaman dulu Indosiar tampil dengan film2 mandarin, kemudian TPI dengan film india dan terakhir KDI, indosiar juga sempat bounce back dengan AFI, SCTV dengan telenovela maria mercedes dan maria BMW ;) Trans7 apa bisa tanpa empat mata dan premier league? karena pelanggan tidak akan pernah melihat, menyaksikan dan mengiingat semua program 24 jam yang ditawarkan oleh televisi. so the only formula is to have a strong flagship product brand [EMAIL PROTECTED] Menurut saya Indosiar sekarang menjadi sangat umum, istilahnya gado gado. Tidak ada diferensiasi lagi, dan promosi juga kurang. Coba rekan rekan sebutkan salah satu program di Indosiar, bisa ga? Indosiar tampaknya harus melakukan "Brand Reactivation", yaitu mempromosikan kembali channel Indosiar melalui berbagai cara sehingga pemirsa bisa memberi perhatian. Kemudian baru disambung dengan "Locomotive Strategy" yaitu mengkreasikan beberapa program acara top yang bisa menjadi penarik bagi keseluruhan program Indosiar. Coba lihat Trans 7, sukses berkat program Empat Mata, atau Trans TV dengan Bioskop Trans TV. Ga usah jauh jauh, duplikasi saja usaha AnTV dalam mengaktivasi kembali brandnya melalui program 1, 2, 3 Milyar disertai dengan tokoh2 selebriti sebagai semi official anchor. Jangan lupa bikin acara yang banyak melibatkan partisipasi masyarakat. Kalau anda masuk tv anda pasti nonton tv tersebut bukan? Gitu saja, maaf kalo salah... Arief Adi Wibowo [EMAIL PROTECTED] Pendapat yang dikemukakan mas Gabriel mirip alasan KKG melepas sebagian kepemilikannya ke Trans Corp. Bisnis TV emang sangat berat. Uang jadi sangat murah di sini. Uang miliaran rupiah bisa menguap hanya dalam hitungan jam. Anda bisa bayangkan bila uang miliaran yang Anda tanam di primetime,misalnya,ternyata ga direspon bagus seperti spot iklan yang ga kejual...pasti memusingkan. Meskipun sama-sama bergerak di media, tapi KKG merasa core competency untuk menggarap TV belum mereka punyai....jadi, strategic alliance merupakan opsi yang muncul. Jadilah peleburan TV-7 beberapa waktu lalu. Di Indonesia, karakteristik pemirsanya agak berbeda. Kita memiliki pemirsa yang pembosan. Cepat sekali bosannya. Perbandingannya persis dengan ilustrasi mas Gabriel soal AFI. Begitu booming 3-4 tahun kemudian langsung decline. Kreatifitas dan inovasi tanpa batas seperti menjadi mutlak di industri ini. Di samping peran kreatif, dukungan riset dan pengembangan sangat penting terutama untuk menjaga layar tetap seiring dengan kebutuhan pemirsa. Lebih bagus lagi, bila kedua unsur ini secara periodik bisa menciptakan gelombang trend besar. Menjadi trendsetter. Kebutuhan di atas seyogyanya diadopsi dalam sistem manajemen corporate. Pendekatan yang praktis seperti memasukkan unsur-unsur inovasi dalam balanced score card,misalnya. Di mana proses inovasi secara generik ke dalam 4 proses utama: mengidentifikasi peluang, mengelola portofolio, merancang dan mengembangkan, dan meluncurkan program TV baru. Untuk setiap proses di atas harus dikembangkan ukuran-ukuran metrik yang sesuai dengan konteks perusahaan bersangkutan. Beberapa stasiun TV berusaha mengembangkan unit inhouse mereka agar komposisi program TV mereka berimbang antara akuisisi (beli) program dan bikinan sendiri. Langkah ini setidaknya untuk mengurangi ketergantungan pada pasokan luar, plus meningkatkan kontrol stasiun terhadap kualitas program. Dengan inhouse, stasiun bisa merespon cepat perubahan taste pasar. Ditambah lagi, stasiun TV bisa mengontrol ketat bujet mereka. Setidaknya kejadian ini bisa menjadi pembelajaran. Betapa pasar begitu kejam menghukum pelaku bisnis yang mengabaikan pentingnya inovasi berkelanjutan. Dan siapa saja bisa jadi korban berikutnya..... --------------------------------- Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! Answers