Pancasila " ICA"
   
  Oleh: Budiarto Shambazy
   
  Kompas 02 Oct 2007 
   
  Istilah "republik hamil tua" menunjukkan ketegangan dalam hubungan PKI-TNI 
AD-BK (Bung Karno). PKI merasa makin berkuasa, membuat khawatir TNIAD dan 
kekuatan antikomunis lainnya.
  BK yang utopis ingin "berdiri di atas semua golongan" melalui Nasakom. la 
kerap menyebut dua putra mahkota: Menpangad A Yani dan Ketua Umiun PKI DN Aidit.
  Mengapa BK di saat-saat akhir lebih condong pada PKI? Fakta menunjukkan ia 
penemu Marhaenisme sebagai Mandsme Indonesia.
  Tradisi Marasme berurat akar dalam pergerakan nasional sejak era radikalisasi 
SI (Sarekat Islam) tahun 1917. PKI sudah memberontak terhadap Belanda di 
Silungkang tahun 1927.
  Tokoh-tokoh komunis/sosialis ikut berjuang melawan Belanda sejak era SI 
sampai Proklamasi 1945. Ada Semaun Prawiroat-modjo, Muso, Tan Malaka, Amir 
Syarifuddin, sampai Sutan Sjah-rir.
  Seperti tangan, ada yang "kiri" dan ada yang "kanan". Kalangan kanan 
menganggap PKI berkhianat sejak pemberontakan Madliun tahun 1948.
  Pertentangan ideologis domestik itu proxy war antara Amerika Serikat (AS) dan 
Uni Soviet sejak Revolusi Rusia 1917. RI terjebak Perang Dingin sampai BK 
menggagas Konferensi Asia-Afrika (KAA).
  BK dalam periode 1955-1965 lelah mengurusi bangsa ini. la mencoba berbagai 
resep konsensus nasional, termasuk Konsepsi, Dekret Presiden 5 Juli 1959, 
Manipol, Usdek, Nasakom, dan sebagainya.
  la diganggu subversi AS, ditarik ke pusar persaingan Soviet-China, dan 
memperjuangkan Conefo. la diganduli pemberontakan PRRI/Permesta, operasi 
pembebasan Irian Barat, dan Konfrontasi.
  Sebagai negara besar dan strategis, RI jadi ajang pertempuran antarintelijen. 
Yang ikut bermain tak cuma CIA, tetapi juga dinas intelijen Barat, ko-munis, 
Jepang, bahkan Malaysia dan Singapura.
  Sejak 1960 fitnah yang diembuskan dinas-dinas intelijen jadi santapan harian. 
Soal kudetalah, Dewan Jenderal-lah, dan, yang teramat menarik, fitnah BK sakit 
keras.
  Wajar setiap tokoh, parpol, dan kekuatan politik ambil ancang-ancang 
seandainya BK tutup usia. Wajar juga konflik PKI-TNl AD makin memanas.
  Sampai kini Gerakan 30 September (G30S) sebuah enigma yang misterius. Namun, 
konste-lasi politik berubah total akibat dari G30S yang berlangsung hanya dalam 
hitungan jam.
  G30S peristiwa yang terpisah dengan pembunuhan massal warga tak bersalah, 
apalagi de-ngan penangkapan tanpa prose-dur hukum. Hak-hak, harta ben-da, dan 
martabat para korban dilenyapkan, dicuri, dan diinjak-injak.
  Amok terhadap saudara sebangsa itu ditanggapi kemarahan pemerintah, pers, dan 
masyarakat AS dan negara-negara Barat. Mereka makin geleng-geleng kepala 
melihat perlakuan terhadap tapol di Pulau Buru.
  Itu sebabnya, Presiden AS Jimmy Carter ogah ke sini. Ratu Elizabeth turun 
tangan agar ek-sekusi mati terhadap mantan Menlu Soebandrio dibatalkan.
  G30S melahirkan Orde Baru yang mengintroduksi budaya ke-ras. Sikap enggan 
bertanggung jawab pemerintah tercermin dari kebiasaan mengoknumkan atau 
mengambinghitamkan sia-pa saja.
  Selain oknum dan kambing hitam, masih ada "ekstrem kanan", "ekstrem kiri", 
bahkan "OTB" (organisasi tanpa bentuk). Jika sudah kepepet, masih ada 
"sisa-sisa PKI" atau "PKI Gaya Baru".
  Budaya keras lainnya bersiasat meletuskan kerusuhan dalam persaingan 
kekuasaan. Ada peristiwa Bandung '73, Malari '74, Lapangan Banteng '82, Tanjung 
Priok '84, "Petrus", 27 Juli '96, Kerusuhan Mei '98, atau Tragedi Semanggi I 
'98/Semanggi II '99.
  Dan, seperti biasa, tak ada tersangka karena semua merasa above the law. Anda 
dengan mudah menemukan mereka yang above the law cukup dengan mengikuti 
pemberitaan sehari-hari.
  Kesimpulannya, Orde Baru tak lebih baik daripada Orde Lama. Mereka penelikung 
sejati yang bertahan hidup di atas bahasa politik eufimistis.
  Kenaikan harga dipelesetkan jadi "penyesuaian harga", warga miskin menjadi 
"prasejahtera", atau penyebab banjir sebagai bencana buatan manusia adalah 
"fenomena alam".
  Saya senang dengan sebuah perumpamaan bahasa Inggris, "We've learnt that 
people don't actually change very much". Oleh sebab itulah Orde Reformasi tak 
ubahnya "Orde Baru Baru".
  Nyaris tak ada kultur yang berubah, hanya struktur yang berganti. Jika Orde 
Baru menerapkan demokrasi setengah hati, Orde Baru Baru mempraktikkan demokrasi 
setengah jadi.
  Seperti biasa, 1 Oktober Pancasila kembali jadi korban. Telah lama Pancasila 
jadi status simbol seperti benda keramat, mobil SUV, ikan arwana, atau 
smart-phone paling anyar.
  Pelecehan terbesar terhadap Pancasila terjadi ketika Pak Harto bilang 
menyerang dia sama dengan menyerang Pancasila. Raja Perancis Louis XTV bilang 
"l'etat c'est mot' (saya adalah pe-merintah).
  Pancasila dimanfaatkan cuma sebagai gaya-gaya'an doang. Kini marak lagi gaya 
usang "awas bahaya komunisme" sebagai musuh Kesaktian Pancasila.
  Sejak lahir, Pancasila sudah sakti, kok. Musuh paling berbahaya bukan 
komunisme, tetapi diri sendiri.
  Pancasila bukan saja sakti, tetapi lima kebajikan universal ala Indonesia. 
Tetapi, kesaktiannya makin pudar karena dukun sering memanggilnya kayak arwah 
gentayangan.
  Kalau saja bisa berbicara, jika dipanggil dukun lagi Si Pancasila akan 
menjawab singkat, "ICA!" 
  Artinya, "Ih, Cape Ah!"

  
  
       
---------------------------------
Boardwalk for $500? In 2007? Ha! 
Play Monopoly Here and Now (it's updated for today's economy) at Yahoo! Games.

Kirim email ke