----- Original Message -----
From: Arland
Sent: Monday, June 12, 2006 1:39 PM
Subject: NU : DALIL-DALIL ASWAJA Dalil-Dalil Ahlussunnah wal
Jama’ah
Secara historis, para imam Ahlussunnah wal Jama’ah
di bidang akidah atau kalam telah ada sejak zaman sahabat Nabi (sebelum
Mu’tazilah ada). Imam Ahlussunnah wal Jama’ah di zaman itu adalah Ali ibn Abi
Thalib, yang berjasa membendung pendapat Khawarij tentang al-wa’d wa al-wa’îd
(janji dan ancaman) dan membendung pendapat Qadariyah tentang kehendak Tuhan
(masyî’ah) dan daya manusia (istithâ’ah) serta kebebasan berkehendak dan
kebebasan berbuat manusia. Selain Ali Ibn Abi Thalib, ada juga Abdullah ibn Amr,
yang menolak pendapat kebebasan berkehendak manusia dari Ma’bad
al-Juhani.
Di masa tabi’in, muncul beberapa imam yang mengemban misi Ahlussunnah wal Jama’ah, seperti Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz yang menulis ‘Risâlah Balîghah fî al-Radd ‘ala al-Qadariyyah’, Zayd ibn Ali Zayn al-‘Abidin, Hasan al-Bashri, al-Sya’bi dan al-Zuhri. Sesudah generasi ini muncul seorang imam, Ja’far ibn Muhammad al-Shadiq. Dari para fuqaha dan imam mazhab fikih, juga ada para imam kalam Ahlussunnah wal Jama’ah, seperti Abu Hanifah dan Imam Syafi’i. Abu Hanifah di bidang ini berhasil menyusun sebuah karya untuk meng-counter paham Qadariyah berjudul ‘Al-Fiqh al-Akbar’, sedangkan al-Syafi’i meng-counter-nya melalui dua kitab ‘Fî Tashhîh al-Nubuwwah wa al-Radd ‘ala al-Barâhimah’, dan ‘Al-Radd ‘ala al-Ahwâ’. Setelah periode Imam Syafi’i, ada beberapa muridnya yang berhasil menyusun
paham akidah Ahlussunnah wal Jama’ah, di antaranya adalah Abu al-‘Abbas ibn
Suraij. Generasi imam dalam kalam Ahlussunnah wal Jama’ah sesudah itu diwakili
oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari yang populer disebut sebagai salah seorang
penyelamat akidah keimanan, lantaran keberhasilannya membendung paham
Mu’tazilah.
Dari mata rantai data di atas, yang sekaligus sebagai dalil historis, dapat
dikatakan bahwa akidah Ahlussunnah wal Jama’ah secara substantif telah ada sejak
zaman sahabat. Artinya, paham akidah Ahlussunnah wal Jama’ah itu tidak
sepenuhnya seperti yang dirumuskan oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari. Apa yang
dilakukan oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari adalah menyusun doktrin paham akidah
Ahlussunnah wal Jama’ah secara sistematis, sehingga menjadi pedoman atau mazhab
resmi umat Islam. Sesuai dengan kehadirannya sebagai reaksi terhadap munculnya
paham-paham yang ada,
Ahlussunnah wal Jama’ah adalah pemahaman yang berusaha kembali kepada Islam
sebagaimana dipraktekkan oleh para sahabat Nabi, tabi’in dan tabi’it-tabi’in.
Kebenaran keyakinan yang mereka miliki, telah mereka kaitkan dengan ‘firqah
nâjiyah’ (kelompok yang selamat), yang disebutkan oleh Nabi Muhammad di tengah
banyaknya kelompok yang dianggap sesat. Kelompok yang selamat itu kemudian
disebut Ahlussunnah wal Jama’ah, sebagaimana tercantum dalam hadits.
Hadits ini telah dijadikan dalil tentang paham Ahlussunnah wal Jama’ah
sebagai paham yang menyelematkan umat Islam dari neraka, dan juga yang dapat
menjadi pedoman pengertian substantif paham Ahlussunnah wal Jama’ah. Di antara
teks hadits Ahlussunnah wal Jama’ah adalah :
افترقت اليهود على إحدى وسبعين فرقة وافترقت النصارى
على اثنين وسبعين فرقة وستفترق هذه الأمة على ثلاث وسبعين فرقة كلها في النار إلا
واحدة. قلنا : من هي يا رسول الله ؟ قال من كان على مثل أنا عليه اليوم
أصحابي.(رواه الترمذى والحاكم)
“Orang-orang Yahudi telah terpecah menjadi 71
golongan, dan orang-orang Nashrani terpecah menjadi 72 golongan, dan ummat(ku)
ini akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya akan masuk ke neraka kecuali
satu golongan.” Kami bertanya: “siapakah golongan satu itu ya Rasulullah?”
Beliau menjawab: “ialah golongan yang mengikuti apa yang aku lakukan saat ini
dan para sahabaku”. (HR. at-Tirmidzi dan
al-Hakim)
"... ستفترق أمتي على ثلاث وسبعين فرقة الناجية منها
واحدة والباقون هلكي. قيل: ومن الناجية؟ قال: أهل السنة والجماعة. قيل: وما
السنة والجماعة؟ قال: ما أنا عليه اليوم وأصجابي."
“…. Ummatku akan terpecah menjadi 73 kelompok.
Hanya satu yang selamat, dan yang lainnya celaka”. Nabi ditanya: “Siapakah
kelompok yang selamat itu ya Rasul Allah?”. Nabi menjawab: “Yaitu kelompok
Ahlussunnah wal Jam’ah.” Kemudian Nabi ditanya lagi: Apa itu sunnah dan
jama’ah?”. Nabi menjawab: “Ialah apa yang aku lakukan saat ini dan para
sahabatku.”
Para ulama menemukan bahwa teks hadits tentang
iftirâq al-ummah (perpecahan umat) ini sanadnya (mata rantai penyampai) banyak,
sehingga mereka pun berbeda pendapat mengenai sahnya hadits ini, yang karenanya
tidak dapat dijadikan dalil. Di antara ulama tersebut adalah Ibnu Hazm pengarang
kitab ‘Al-Fashl fî al-Milal wa al-Nihal’.
Meskipun demikian, banyak juga ulama yang menerima
hadits iftirâq tersebut, karena hadits ini diriwayatkan oleh banyak sahabat Nabi
Saw., seperti Anas ibn Malik, Abu Hurairah, Abu Darda, Jabir, Abu Sa’id
al-Khudri, dan lain-lain. Apa yang dimaksud iftirâq (perpecahan) dalam konteks
hadits ini adalah perbedaan dalam pokok-pokok akidah, karena hal inilah yang
menyelamatkan manusia dari neraka apabila hal itu sesuai dengan tuntuan
Rasulullah Saw. dan sahabatnya.
Jadi, inti dari paham Ahlussunnah wal Jama’ah,
seperti juga terdapat dalam teks dalil hadits adalah paham keagamaan yang sesuai
dengan sunnah Rasulullah Saw. dan petunjuk sahabatnya. Meskipun demikian, adalah
sah jika terdapat upaya ijtihâd untuk merusmuskan kembali paham Ahlussunnah wal
Jama’ah apabila ternyata rumusan paham Ahlussunnah wal Jama’ah oleh para ulama
terdahulu memiliki bobot yang kurang relevan dengan makna yang tersirat dari
dalil-dalil Ahlussunnah wal Jama’ah.
=============
by arland
from
PBNU Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh manusia yang akan bertambah bila diamalkan, salah satu pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan. Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas yang engkau mampu. YAHOO! GROUPS LINKS
|
- [mencintai-islam] NU : DALIL-DALIL ASWAJA Arland