Papa Nabila,

Berikut saya ambil dr artikel yg pernah dikirim mbak Uttiek. semoga
membantu ......

Mama Cilla

 

MENGATASI ANAK SULIT MAKAN 

Persoalan sulit makan sering dialami anak-anak, dari bayi sampai usia
sekolah. Begitu beragam masalah yang muncul. Lalu, bagaimana solusinya? 

Barangkali Anda merupakan salah satu orang tua yang mengeluh anaknya
sulit makan. Anda sudah mencoba berbagai cara agar masalah yang dihadapi
bisa teratasi. Ada
yang berhasil, tapi ada juga yang tidak. Memang, mengubah perilaku sulit
makan tidaklah mudah. Perlu solusi tepat sesuai dengan akar masalah dan
penyebab sulit makan yang dialami sang buah hati. 

RAGAM MASALAH 

Bayi mulai usia 6 bulan dianjurkan untuk mendapatkan makanan tambahan,
misalnya biskuit, bubur susu, ataupun jus buah. Masalahnya, si kecil
mungkin menyemburkan atau melepeh makanannya. Di usia batita, kendala
yang terjadi di antaranya mengemut atau tak mau menelan makanan.
Sementara anak prasekolah yang sudah lebih besar mulai pilih-pilih
makanan (picky eater), punya kebiasaan makan sambil jalan-jalan, main
games, atau sambil nonton teve. Sedangkan anak usia 6-9 tahun cenderung
memilih jajanan berkalori tinggi tetapi kurang atau tidak bergizi sama
sekali. Di tahapan selanjutnya, sekitar 9-12 tahun, perilaku sulit makan
kian kompleks. Di satu sisi nafsu makannya mulai meningkat, tapi di sisi
lain mereka takut makan akan membuat tubuh jadi bulat, jerawatan dan
sebagainya. 

Penyebab perilaku sulit makan pada anak sebetulnya bisa ditelusuri.
Misalnya, bayi yang sering menolak makan barangkali disebabkan pemberian
makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang terlalu cepat atau malah terlambat.
Faktor penyebab lainnya adalah perilaku makan orang tua ternyata salah.
Makan sambil nonton teve atau membaca koran adalah beberapa di antaranya
yang kemudian ditiru anak. Selain itu, orang tua juga mungkin kurang
terampil menyajikan menu makanan yang variatif. Demi kepraktisan,
makanan yang tersaji di meja makan cenderung itu-itu saja.
Jika Anda tak mau problem sulit makan ini berlarut-larut dan berdampak
buruk, maka carikan solusinya. Kekurangan gizi merupakan risiko yang
paling jelas. Indikator mengenai status gizinya bisa terbaca dari berat
badan dan tinggi badan yang berada di bawah standar. Oleh karena itu,
cari tahu penyebab anak sulit makan dan lakukan upaya mengatasinya yang
tepat.


Hilman Hilmansyah. Foto: Iman/nakita 

6-12 BULAN 

"DUH...BAYIKU KOK ENGGAK MAU MAKAN?" 

Masalah muncul ketika bayi memasuki masa transisi dari makanan cair ke
makanan semipadat. 

Di usia 6 bulan, kebutuhan asupan makan si kecil mengalami perubahan.
ASI saja tidak bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
Itulah mengapa di usia ini si kecil membutuhkan makanan pendamping ASI
(MP-ASI). 

Namun tak selamanya pemberian MP-ASI berjalan mulus. Ada begitu banyak
bentuk penolakan makan yang dilakukan bayi. Di antaranya melepehkan atau
menyembur-nyemburkan makanan yang sudah disuapkan ke mulutnya. Bahkan,
tidak sedikit yang terang-terangan menolak dengan memalingkan mukanya
atau menutup mulutnya rapat-rapat. Jangan terburu-buru menyalahkan anak,
apalagi mencapnya dengan sebutan "bayi rewel", "susah diurus", "bikin
repot" dan sebagainya. Siapa tahu penolakan-penolakan tersebut justru
muncul karena organ-organ pencernaan di mulutnya belum siap menerima
makanan yang diberikan. Entah karena tekstur makanannya terlalu kasar,
terlalu kental, atau porsinya tidak sesuai dengan kemampuan menelan
bayi.
Ada juga bayi yang awalnya tak pernah menolak makan, tapi saat berusia 8
bulan atau lebih baru rewel soal makan. Kemungkinan, bentuk penolakan
tersebut merupakan "aksi protes" terhadap citarasa makanan yang
diberikan. Ingat, anak usia ini sudah mengenal rasa apa yang disukainya,
apakah manis atau asin/gurih. 
Bisa juga, penolakan tersebut merupakan wujud dari ketidaksukaannya
terhadap sosok si pemberi makan. Meski masih bayi, anak sudah bisa
mengenali mana sosok yang bersahabat dan mana pula yang tak sabaran
hingga cenderung main paksa. Perlakuan yang buruk tentu akan terekam
dalam benak anak yang kemudian mendorongnya memasang "benteng
pertahanan" lewat bentuk penolakan. 
KIAT MEMBERI MAKAN
Untuk mencegah dan menangani masalah sulit makan pada bayi, setidaknya
orang tua harus mengupayakan hal-hal berikut:
- Mengakrabkan diri agar disukai di kecil.
- Membangun suasana makan yang menyenangkan, tidak dengan diam membisu
atau bersikap formal. Selingi dengan canda ria sambil sesekali
mengajaknya ngobrol dan bermain.
- Sajikan semenarik mungkin, baik makanan itu sendiri maupun perangkat
sajinya. 
- Menguasai ilmu mengenai teknik maupun tahapan pemberian makan pada
bayi.
* USIA 6-7 BULAN
MP-ASI dikenalkan secara bertahap sebab mekanisme menelan dan kemampuan
mencerna si kecil masih lemah. Jadi, mulailah dengan makanan yang lunak
dan bersifat cair lebih dulu, berupa bubur susu yang encer, kemudian
semakin kental.
Selain itu, selalu berikan lebih dulu dalam jumlah sedikit. Seiring
dengan berjalannya waktu, konsentrasi buburnya bisa dipadatkan dan
porsinya dapat ditingkatkan. Mengapa komposisi kekentalan harus sesuai?
Karena kalau terlalu encer tentu kandungan gizinya tidak maksimal.
Sebaliknya, jika kelewat kental bukan tidak mungkin malah mendatangkan
masalah baru, yakni susah buang air besar.
Yang harus dijadikan patokan, tetap berikan ASI kapan pun si kecil mau.
Namun usahakan jangan sampai membuatnya terlalu kenyang karena dia toh
harus mengonsumsi MP-ASI-nya. Jangan lupa, biasakan pula ia mengonsumsi
buah-buahan yang manis rasanya seperti pepaya, pisang, atau jeruk.
Buah-buahan ini bisa disajikan dalam bentuk jus atau dicampur dengan
makanan lainnya. Ada baiknya pula jika diberikan biskuit khusus bayi.
Biskuit semacam ini, selain melatih kemampuannya mengunyah, juga amat
disarankan untuk merangsang pertumbuhan giginya.
* USIA 8-9 BULAN
Di usia ini, ASI tetap diberikan kapan pun bayi mau. Akan tetapi,
mulailah perkenalkan makanan dengan tekstur yang lebih padat, seperti
bubur susu (berbahan buah atau tepung). Mengenai porsinya, tambahkan
sesuai kebutuhan dan kondisi bayi. Contohnya, bayi dengan BB dan panjang
tubuh lebih tentu butuh asupan lebih banyak ketimbang bayi dengan
panjang tubuh dan BB yang lebih kecil. Bubur saring bisa juga dijadikan
alternatif pilihan bila kebetulan tidak tersedia buah yang segar.
Bahan-bahannya bisa berupa beras, makaroni, kentang, kacang hijau, atau
roti. Namun perhatikan, sebelum diberikan harus disaring lebih dulu.
* USIA 9-12 BULAN
Saat berusia 9 bulan dan seterusnya, bayi sudah mampu mencerna makanan
semipadat. Yang dimaksud adalah nasi tim beserta lauk pauknya. Jangan
lupa, biasanya bagian atas nasi tim lebih keras dibandingkan bagian
bawahnya. Nah, agar bayi tidak menolak makanan baru ini, aduklah dulu
agar kepadatannya merata.
Bubur saring, buah kerok atau jus, dan ASI atau penggantinya berupa susu
formula tetap diberikan. Sebagai selingan, bayi boleh diberi bubur susu
berbahan dasar jeruk atau pisang untuk memperkaya pengenalan rasanya.
Tak ada salahnya pula bila sesekali mengenalkan bumbu alami dan teknik
pengolahan makanan sederhan. Semisal tumis ikan dengan bawang putih dan
mentega atau sup dimasak dengan bawang merah, bawang putih, dan daun
bawang. Untuk anak usia ini, garam sudah boleh diberikan sedikit.
Di usia setahun, diharapkan si kecil sudah bisa makan sesuai menu
keluarga. Namun jangan lupa memperhatikan kemampuan mengunyah dan
menelannya. Potong kecil-kecil lauk pauknya agar mudah masuk ke mulut
mungilnya, mudah pula untuk dikunyah, dan ditelan serta dicerna organ
tubuhnya.
Gazali Solahuddin. Foto: Ferdi/nakita
 

Konsultan Ahli: 

Alzena Masykuori, M.Psi
psikolog dari Cikal Sehat-Sehat, Jakarta Selatan 

TRIK MENGHADAPI PENOLAKAN

Walaupun hal-hal yang dianjurkan tadi sudah dicoba, mungkin sekali si
kecil tetap melancarkan penolakan. Kalau ini yang terjadi, berarti
eksplorasi yang dilakukan orang tua belum maksimal. Lebih baik, terus
lakukan pencarian untuk mengetahui seperti apa makanan yang disukainya,
bagaimana cara memberi makan yang disukai dan tidak disukai dan
sebagainya. Sukses tidaknya penelusuran ini tidak terlepas dari
kesabaran, ketenangan, dan keterampilan orang tua menghadapi ulah si
kecil saat melakukan penolakan.
* Tolak MP-ASI, tapi mau ASI
Jika menghadapi kondisi seperti ini, pemberian makanan secara bertahap
harus dirancang. Memang sih waktu makannya jadi jauh lebih lama.
Contohnya, berikan 1 sendok MP-ASI setiap jadwal makan tiba dengan
konsentrasi makanannya lebih cair dibanding ukuran standar yang
dianjurkan di kemasan. Setiap hari porsi ini harus ditingkatkan, dari 1
sendok menjadi 2 sendok hingga akhirnya mencapai 1 mangkuk. Perlu
diingat, jadwal makannya pun harus diberikan secara konstan dan
berkesinambungan. Mengapa ini penting? Karena si kecil mau tidak mau
harus diajarkan keteraturan untuk membentuk kedisiplinan.
* Dilepeh
Jika ini terjadi pada bayi di bawah usia 8 bulan, kemungkinan besar
hanya karena refleks anak. Ingat, MP-ASI yang diberikan merupakan
sesuatu yang "asing" baginya, lo. Tapi kalau si kecil sudah berusia 8
bulan atau lebih, maka orang tua harus cermat. Apakah karena memang
makanannya itu yang tidak enak karena terlalu asin, terlalu manis,
kelewat kasar atau malah kelewat lembut? Atau apakah orang tua
memberikannya dalam porsi terlalu banyak, terlalu panas/dingin dan
sebagainya. Nah, agar si kecil tidak melakukan penolakan,
pandai-pandailah mengatur strategi dengan cara menggonta-ganti menu,
rasa maupun tekstur makanannya. Jangan lupa pula untuk senantiasa
mengomunikasikannya pada si kecil. Contohnya, "Kenapa, Sayang, kok
dilepeh? Terlalu asin, ya? Nah, sekarang sudah enggak asin lagi."
* Diemut
Ini juga salah satu bentuk penolakan yang kerap dilakukan bayi. Anak
yang makannya ngemut umumnya karena alat-alat pencernaan di rongga
mulutnya belum siap menerima MP-ASI. Jika memang kebiasaan ngemut-nya
karena gangguan fisik, si kecil besar kemungkinan juga akan mengalami
gangguan bicara. Untuk memastikannya, kasus seperti ini lebih baik
segera diperiksakan ke dokter.
* Disembur
Sesekali si kecil mungkin saja menyemburkan makanannya. Itu hal yang
wajar terjadi sebagai salah satu bentuk eksplorasinya. Namun orang tua
harus menjelaskan pada anak, semisal dengan mengatakan, "Lucu, ya, Dek,
bunyinya. Tapi makanan itu nanti harus ditelan ya." Kalau penjelasan
seperti itu terus-menerus diutarakan, anak tentu akan tahu mana perilaku
yang tak baik alias tak boleh diulanginya lagi. Akan tetapi, jika setiap
kali makan si kecil selalu menyemburkan santapannya, boleh jadi ia
memang tidak berselera pada makanan tersebut. Kemungkinan lain cara
makan ataupun suasana makan yang dirasa tak nyaman baginya. Lagi-lagi
orang tualah yang harus kembali mengeksplorasi cara lain agar si kecil
mau makan.
* Dimuntahkan
Perilaku memuntahkan makanan bisa akibat penolakan ataupun bukan. Kalau
ternyata disebabkan masalah fisik atau ada yang harus dibereskan pada
sistem pencernaannya, maka muntahnya bukan merupakan penolakan. Akan
tetapi kalau muntah disebabkan si kecil mencari perhatian dalam
mengeskpresikan ketidaksukaannya pada makanan itu, baru bisa
dikategorikan sebagai penolakan. Untuk memastikan penyebabnya, orang tua
dapat memperhatikan kondisi anak. Misalnya apakah rewel atau tidak
selagi muntah maupun sesudah muntah, demam atau tidak, dan apakah
disertai gangguan lain semisal diare atau tidak. Jika jawabannya memang
ya, kemungkinan si kecil mengalami masalah fisik dan ini sebaiknya
segera dikonsultasikan ke dokter ahlinya.
* Menolak sama sekali
Wujud penolakannya bisa berupa memalingkan kepala, menutup rapat-rapat
mulutnya, sampai menangis keras setiap kali disuapi. Penyebabnya lebih
banyak karena faktor fisik, seperti gara-gara sariawan, atau terkena
radang tenggorokan. Jadi, kalau si kecil menunjukkan tanda-tanda tadi,
cermati dulu kondisi kesehatannya secara umum. Pastikan apakah ia
sariawan atau tidak, gunakan termometer untuk memastikan suhu tubuhnya,
apakah kondisi lidahnya bermasalah atau tidak, bibirnya pecah-pecah, dan
buang airnya lancar atau tidak. Kalau benar karena kendala fisik, lekas
konsultasikan ke dokter.
Akan tetapi jika tak ada gangguan fisik kemungkinan besar si kecil
melakukan gerak tutup mulut gara-gara faktor psikis. Tidak tertutup
kemungkinan ia memang tengah mencari perhatian orang tuanya yang sudah
sepanjang hari tidak dijumpainya, tak menyukai menunya, dan penampilan
makanannya membuat bayi kehilangan selera makan.

1-3 TAHUN 

SUKA MENGEMUT MAKANAN 

Makan diemut menunjukkan si batita belum berhasil melewati masa transisi
dari makanan cair ke padat. 

"Ayo dong, Nak, makanannya dikunyah! Jangan diemut gitu ah!" ujar
seorang ibu dengan nada kesal pada putrinya. Maklum si ibu sudah harus
berangkat bekerja, sementara buah hatinya tak kunjung menelan makanan
dalam mulutnya. 

Ilustrasi tersebut memberi gambaran betapa susahnya mengatur perilaku
makan anak batita. Ia seringkali menunjukkan sikap tidak kooperatif.
Sebetulnya, sikap ini bisa dibenahi dengan mengajari anak biasa "makan
sendiri" sejak bayi. Pada saat makan ia sudah dibiasakan memegang sendok
sendiri, menyendok makanan, dan duduk di kursi khususnya (setiap kali
hendak disuapi). Jadi, bukan dengan menggendongnya sambil
berjalan-jalan. Pengenalan-pengenalan semacam itu pasti akan membuat
anak di usia batita jadi lebih cepat menyesuaikan diri.
Kendati awalnya mungkin merepotkan, seiring dengan berjalannya waktu,
"kerja keras" dan segala kerepotan orang tua mengajari anak makan
sendiri akan membuahkan hasil. Ini berarti anak tak perlu bergantung
pada orang lain saat memenuhi kebutuhan makannya. Selain itu orang tua
pun diuntungkan dengan tak perlu terus-menerus "bertengkar" hanya
gara-gara persoalan sulit makan ini. Sementara anak pun jadi lebih
disiplin. Saat jam makan tiba, anak akan duduk manis siap menyantap
makanan yang tersaji di hadapannya.
Saat mulai mengajak anak untuk makan sendiri, ciptakan suasana yang
menyenangkan. Usahakan pula supaya tak terkesan memaksa dalam bentuk apa
pun. Untuk tahap awal, orang tua bisa memberikan contoh bagaimana cara
makan yang baik: dari duduk manis, bagaimana cara memegang sendok
kemudian mengangkatnya, menyuapkannya ke mulut, kemudian mengunyahnya
dengan benar. Dengan melihat contoh konkret tersebut anak jadi punya
gambaran mengenai apa yang harus dilakukannya dengan makanan tersebut.
Mengenalkan menu makanan pun harus dilakukan secara bertahap. Mulailah
dari makanan yang bertekstur paling halus sampai yang kasar, dari lauk
yang sederhana hingga yang komplet. Dengan kata lain, makan pun
merupakan proses pembelajaran. Kemudian di saat anak sudah mau
melakukannya sendiri, orang tua perlu memotivasi. Misalnya dengan
memberi semangat atau pujian lewat ucapan, "Anak Mama pintar ya, sudah
bisa makan sendiri." Dengan demikian anak akan merasa nyaman dan jadi
bersemangat untuk berusaha makan sendiri.
Irfan Hasuki. Foto: Ferdi/nakita

Konsultan Ahli: 

Ade Irma Salihah, Psi.,
dari Fakultas Psikologi 

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah, Jakarta 

PERILAKU MAKAN NEGATIF 

Berikut beberapa hal negatif yang sering muncul saat proses pembelajaran
makan berlangsung.
- Lama dan berantakan
Orang tua harus paham benar bahwa anak tidak langsung bisa makan dengan
benar seperti yang dilakukan orang dewasa. Seringkali anak hanya
mengaduk-ngaduk makanan dalam piringnya hingga meja jadi berantakan.
Aktivitas makannya pun jadi sangat lama.
Yang patut diketahui, kendala seperti ini mungkin saja terjadi karena
proses menyuapkan makanan ke mulut memang bukan hal gampang bagi anak
usia ini karena kemampuan motoriknya masih belum optimal. Maka alangkah
bijaksananya memberi keleluasaan pada anak untuk berusaha makan sendiri
meskipun berantakan dan merepotkan. Toh lambat-laun anak pun belajar
dari apa yang dilakukannya.
Orang tua sebaiknya juga menghindari kata maupun tindakan yang sekiranya
dapat mematahkan semangat dan akhirnya membuat anak malas belajar makan
sendiri. Misalnya menghardik/memarahi anak ketika dia
menghambur-hamburkan nasi dan lauk-pauknya. Lain hal bila anak memang
memain-mainkan makanannya dan sama sekali tidak berniat untuk
menyantapnya. Kalau ini yang terjadi, segera arahkan ke "jalur"
semestinya. Yang pasti bukan dengan memojokkan, apalagi memarahinya
habis-habisan.
- Mogok makan
Adakalanya tiba-tiba anak emoh makan sama sekali. Semakin dipaksa,
semakin dia tak mau makan. Bahkan tak jarang disertai dengan gejala
tantrum alias mengamuk. Bila ini yang terjadi, orang tua harus bersedia
introspeksi diri. Boleh jadi ini muncul karena sikap ibu/ayah yang kasar
dan memaksa yang akhirnya membuat mogok makan. Bila ya, orang tua
hendaknya mau mengubah sikap sekaligus mengupayakan agar aktivitas makan
menjadi sesuatu yang menyenangkan.
- Tak mau duduk
Anak juga seringkali tak mau duduk atau diam di suatu tempat ketika
makan. Dia selalu bergerak ke sana kemari sehingga orang tua terpaksa
harus mengejar-ngejarnya supaya tetap makan dan akhirnya membuat orang
tua kewalahan. Bukan cuma itu. Perilaku tak bisa diam seperti ini
sebetulnya juga dapat memicu ketidakseimbangan pada organ pencernaan.
Konkretnya, proses mencerna jadi tidak bisa berjalan dengan baik akibat
pergerakan tubuh si kecil yang tiada henti.
Bila ini yang muncul sebagai bentuk kebiasaan anak, coba ingat-ingat
lagi apakah itu bisa bersumber dari orang tua sendiri atau tidak. Bukan
tidak mungkin lo ketika makan, secara tidak sadar orang tua menunjukkan
perilaku negatif, semisal makan sambil jalan, ngobrol, baca koran,
nonton teve dan sebagainya. Kalau ini yang terjadi, jangan salahkan anak
bila ia mengikuti perilaku makan orang tuanya karena dia menganggap
memang seperti itulah aktivitas makan yang benar.
Nah, agar hal yang satu ini tidak terjadi, mau tidak mau orang tua harus
memberikan contoh baik kepada anak. Caranya, duduk santun di kursi
makan, menyendok makanan secara perlahan dan tertib, mengunyahnya tanpa
tergesa-gesa ataupun mengeluarkan bunyi dan sebagainya. Kalau orang tua
memberi contoh baik, tentu akan terpatri dalam diri anak bahwa proses
makan yang benar ya memang seperti itu. Kelak anak pun akan menerapkan
cara-cara yang baik dan benar dalam keluarganya.
- Mengemut makanan
Kebiasaan mengemut umumnya dimulai saat anak mengenal makanan padat,
yaitu sekitar usia 8 bulan hingga usia 2-3 tahun. Penyebabnya, anak
belum berhasil menjalani proses pembelajaran mengenai bagaimana caranya
mengunyah. Padahal berbeda dari makanan cair yang bisa langsung dimakan,
makanan padat perlu dikunyah dulu sebelum ditelan. Di sini dituntut
koordinasi gerakan lidah dan rahang agar bisa masuk ke kerongkongan.
Tentu saja kebiasaan mengemut ini harus diatasi segera karena bisa
berpengaruh buruk pada perkembangan fisik dan psikologis anak. Dari segi
fisik, anak akan mengalami kekurangan gizi karena porsi makanan yang
dikonsumsi pasti jauh berkurang. Kalau seharusnya ia bisa menghabiskan
satu piring nasi lengkap dengan lauk pauk dan sayur mayur dalam waktu
tertentu, maka dengan mengemut anak hanya mampu menghabiskan sebagian
kecil makanan dalam waktu sama. Jika dibiarkan terus-menerus, kondisi
gizi anak akan memburuk dan giginya mengalami kerusakan.
Berikut beberapa kemungkinan penyebab anak ngemut:
* Tidak diajarkan bagaimana cara mengunyah yang benar. Untuk
mengatasinya, mau tidak mau orang tua harus menyontohkan bagaimana cara
mengunyah yang benar secara bertahap, termasuk bagaimana membuka mulut,
menggerakkan rahang dan sebagainya.
* Di masa bayi, pemberian makanan termasuk mengisap dot dapat memberikan
kepuasan tersendiri karena saat itu anak masih berada dalam fase oral.
Bila sampai usia batita anak masih sangat menikmati fase oral yang
seharusnya sudah beralih pada kepuasan menggigit dan mengunyah, maka dia
akan terus melanjutkan kebiasaan mengemutnya. Untuk mengatasinya,
mintalah anak meninggalkan kebiasaan tersebut. Sampaikan pula dampak
negatif dari mengemut ini, tentu saja dengan bahasa sederhana agar bisa
dipahaminya.
* Tak jarang anak asyik bermain hingga lupa masih ada makanan dalam
mulutnya. Bila kebiasaan kurang baik ini tidak mendapat perhatian dari
orang tua, anak akan merasa dibenarkan hingga akhirnya kebiasaan
tersebut terus berlanjut. Untuk mengatasinya, mintalah anak mengunyah
makanannya lebih dulu. Dengan kata lain berhenti bermain sampai
aktivitas makannya selesai.
* Ketakutan dimarahi akan membuat anak terbiasa mengemut makanannya.
Terlebih bila orang tua memaksa sementara anak sebetulnya tidak suka
makanan yang diberikan. Mengemut makanan dijadikannya sebagai bentuk
protes. Mengatasinya, tentu saja dengan menjadikan acara makan sebagai
sesuatu yang menyenangkan. Kesampingkan pemaksaan dalam bentuk apa pun
dan beralihlah menggunakan pendekatan yang lebih efektif, semisal
membujuk atau merayu dengan berbagai pujian.
* Gigi-geligi anak bermasalah. Mungkin saja giginya sedang tumbuh
sehingga anak merasa tidak nyaman dengan gusinya yang terasa "gatal".
Rasa tak nyaman mendorongnya untuk mengemut makanan. Untuk mengatasinya
ada baiknya orang tua secara berkala cermat mengikuti pertumbuhan gigi
anaknya, apakah ada gangguan atau tidak.
- Tak mau buka mulut 
Aksi tutup mulut juga merupakan perilaku sulit makan yang besar
kemungkinan dipicu hal-hal berikut:
* Mungkin ada sariawan atau infeksi pada gigi-geliginya. Kalau ini yang
terjadi, jangankan mengunyah, membuka mulut pun merupakan siksaan
tersendiri. Untuk mengatasinya, bawalah ke dokter gigi anak guna
memastikan apakah gigi-geliginya ada yang mengalami gangguan atau tidak.
Ada baiknya periksakan mulut dan gigi anak secara berkala tiap 3 bulan
sekali. 
* Boleh jadi anak merasa masih kenyang atau sebaliknya sudah kenyang
duluan. Entah karena porsi makanan yang diberikan sudah melampaui batas
kemampuannya atau karena ia sudah makan banyak camilan sebelum jam
makannya tiba. Untuk mengatasinya, tetapkan pola makan anak dan
berusahalah untuk mematuhi jadwal tersebut.
* Suasana yang serba terburu-buru juga sering membuat anak emoh buka
mulut. Umpamanya, karena orang tua harus segera berangkat kerja, maka
anak diminta untuk cepat-cepat menghabiskan makanannya. Jangankan
anak-anak, orang dewasa pun kalau diburu-buru seperti itu biasanya malah
kehilangan nafsu makan. Untuk mengatasinya ya ciptakan suasana santai
dan menyenangkan tanpa keterburu-buruan seperti itu.
* Kemungkinan lain, anak tidak menyukai makanan yang disodorkan padanya
meskipun makanan tersebut sangat bergizi. Untuk mengatasinya,
pandai-pandailah mengatur menu makan anak agar senantiasa bervariasi.
Ingat, anak relatif cepat bosan dan mudah berubah keinginannya.
Contohnya, hari ini ia suka sekali tempe bacem, tapi besok ia hanya mau
makan dengan telur dadar, dan lusa mau makan ayam goreng tepung dan
seterusnya. Selain itu, cara pengolahan dan penyajiannya pun harus mampu
memikat hati anak. Misalnya tak harus selalu dibuat sup, tapi bisa juga
ditumis, atau dipanggang. Bahkan orang tua sebaiknya menanyakan lebih
dulu pada anak apa menu yang diinginkannya hari ini. Ini akan membuat
anak merasa dilibatkan yang pada gilirannya akan membuatnya bersemangat
menyantap makanan tersebut.

3-6 TAHUN 

MAKAN PILIH-PILIH SAMBIL NONTON TEVE


Perilaku makan yang salah pada si prasekolah ternyata bisa berasal dari
kebiasaan orang tua atau pengasuhnya. 

Perilaku makan yang tidak baik, seperti pilih-pilih makanan, makan
sambil nonton atau main, dan baru mau makan kalau diajak jalan-jalan,
tentu dapat terbawa hingga dewasa. Bahkan, sebuah penelitian yang pernah
dilakukan di Amerika menunjukkan, anak yang pilih-pilih makanan bakal
menemui kesulitan dalam bersosialisasi. Kenapa begitu? Sebab umumnya ia
pun akan berperilaku pilih-pilih teman dan cenderung susah menyesuaikan
diri. Repot, kan? 

Nah, agar tak muncul hal-hal yang tak diharapkan, perilaku makan yang
buruk tersebut memang harus diubah. Mengubahnya susah-susah gampang
karena terlebih dulu perilaku makan orang tua atau pengasuhlah yang
harus diubah. Jangan lupa, anak-anak usia ini masih merupakan sosok
peniru ulung orang-orang terdekatnya. 

Utami Sri Rahayu. Foto: Ferdi/nakita

Konsultan Ahli: 

Rosdiana S. Tarigan, M.Psi, MHPEd
dari Klinik Mutiara Gading, Jakarta 

PILIH-PILIH MAKANAN 

Kebiasaan pilih-pilih makanan (picky eater) yang muncul di usia
prasekolah rata-
rata merupakan tiruan dari perilaku orang tuanya. Coba perhatikan,
biasanya orang tua atau orang-orang dewasa terdekatnya tergolong
individu yang juga cenderung pilih-pilih makanan. Penyebab lainnya,
besar kemungkinan si prasekolah punya keengganan mencoba hal-hal baru,
termasuk makanan. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk
mengatasinya:
* Mau tidak mau orang tua harus bersedia mengubah kebiasaan makannya
terlebih dulu. Cobalah berusaha keras untuk tidak pilih-pilih makanan
kalau tak ingin anak meniru hal yang sama.
* Berikan contoh yang baik saat makan bersama. Sejak usia 3 tahunan,
biasakan mengajak anak makan bersama keluarga di meja makan. Manfaat
lainnya, anak dapat mengetahui sekaligus belajar mengenai tata tertib di
meja makan.
* Dampingi anak saat makan dan ikutlah mengonsumsi makanan yang sama.
* Mintalah ia mencoba makanan keluarga yang tersaji di meja. Katakan
bahwa ia boleh mencoba dalam jumlah sedikit terlebih dulu. Yakinkan
dirinya bahwa bila tidak suka, Anda tak akan pernah memaksanya untuk
menyukai makanan tersebut.
* Hindari melimpahi piring anak dengan sekian banyak ragam makanan dalam
jumlah banyak sekaligus. Bisa-bisa anak malah jadi takut dan sama sekali
tidak bisa menikmatinya.
* Jelaskan bahwa semua makanan yang Anda tawarkan memberi manfaat bagi
kesehatan dan pertumbuhannya.
* Jangan pernah memaksa si prasekolah untuk mencoba makanan yang sama
sekali belum dikenalnya. Pemaksaan hanya akan membuatnya jera dan takut
untuk mencobanya. Jangan salahkan bila ia malah memuntahkan makanan
tersebut. Dampak yang lebih buruk, anak akan mengalami trauma dan kelak
akan selalu menghindari makanan tersebut.
* Beri kesempatan pada si prasekolah untuk menentukan atau memilih
sendiri makanan yang diinginkan. Bila ingin mengenalkan jenis makanan
yang baru, ada baiknya barengi dengan makanan yang sudah dikenalnya.
Contohnya bila ingin mengenalkan udang, jangan tiba-tiba menyajikannya
dalam jumlah besar. Kalau sebelumnya si prasekolah sudah akrab dengan
brokoli, siasati dengan mengolah udang plus brokoli. Dengan demikian,
anak tetap merasa aman saat mengonsumsi makanan yang baru tersebut.

MASIH DISUAPI 

Jika anak usia prasekolah masih makan disuapi, besar kemungkinan selama
ini orang tua dan pengasuhnya tak cukup sabar mendampinginya belajar
makan sendiri. Padahal maklumi bila anak yang mulai belajar makan
sendiri membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghabiskan makanan
tersebut. Maklumi pula bila acara makan sendiri menambah kerepotan bagi
orang tua karena harus membersihkan sisa makanan yang berserakan di
mana-mana.
Nah, gara-gara tak mau repot seperti itulah banyak orang tua dan
pengasuh akhirnya memilih menyuapi terus anaknya. Sama sekali tak
disadari bahwa kebiasaan ini bisa menghambat perkembangan anak. Ia jadi
malas makan sendiri dan lebih suka disuapi. Dengan kata lain, ia jadi
tak mandiri dalam urusan makan.
Untuk mengatasinya, ada beberapa langkah yang bisa ditempuh, yakni:
* Lagi-lagi orang tua harus bersedia mengubah kebiasaan buruknya.
* Belajarlah bersabar dan mintalah anak untuk makan sendiri.
* Dampingi anak sambil makan bersama. Hindari menyuruh-nyuruh anak untuk
cepat-cepat menghabiskan makannya. Keterburu-buruan bisa membuat anak
muntah sementara suasana makan pasti jadi tidak menyenangkan.
* Jangan menyamaratakan porsi anak dengan porsi orang dewasa. Sebaiknya
sediakan makanan dalam porsi kecil lebih dulu. Bukan tidak mungkin lo,
anak sudah frustrasi duluan begitu melihat porsi yang "mengerikan".
Apalagi jika ia dipaksa menghabiskan semuanya dalam waktu relatif
singkat.
* Bila si prasekolah berhasil menghabiskan porsi makanannya, lontarkan
pujian. Ini akan memotivasi si prasekolah untuk menunjukkan pada dunia
bahwa ia bisa makan sendiri.
* Buatlah agar tampilan makanannya menggugah selera, bisa dari resepnya
ataupun cara penyajiannya.
* Jangan alpa untuk mulai mengajari anak makan sendiri.

SAMBIL JALAN-JALAN ATAU NONTON

Perilaku sulit makan si prasekolah, oleh sebagian orang tua diakali
dengan mengajaknya makan sambil jalan-jalan atau nonton acara televisi
kesukaan anak. Diharapkan perhatian si prasekolah bisa teralihkan
sehingga masalah sulit makannya dapat teratasi.
Padahal makan sambil jalan-jalan sebaiknya dihindari karena anak usia
prasekolah justru sedang senang-senangnya beraktivitas, seperti berlari
ke sana kemari, melompat dan meloncat, serta aktivitas "berat" lainnya.
Bila si prasekolah dibiasakan makan sambil melakukan berbagai aktivitas
tadi, mungkin saja apa yang sudah ditelannya keluar lagi. Hal ini tentu
menambah pengalaman tidak enak mengenai makan. Selain itu, makanan yang
dibawa berjalan-jalan berisiko tercemari debu sehingga amat berpotensi
menularkan penyakit.
Sama halnya dengan makan sambil nonton teve. Wajar memang bila orang tua
berharap perhatian si prasekolah dapat teralihkan dari makanan ke
tayangan televisi, sehingga anak mau duduk diam dan tidak bosan
menjalani kewajiban makannya. Padahal bukan mustahil saking asyiknya ia
menikmati tayangan teve, makanan yang sudah ada di mulutnya malah diemut
terus. Akibatnya, waktu makan berlangsung lebih lama, sehingga makanan
yang ada di piringnya mengembang dan rasanya berubah jadi hambar.
Untuk mengatasi hal ini, ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua,
di antaranya:
* Ingat, makan adalah proses pembelajaran. Untuk itu, biasakan anak
untuk duduk tertib di kursi makan mengelilingi meja makan. Dengan
membiasakannya demikian sejak kecil, dalam diri anak akan terbentuk pola
bahwa makan dan minum itu haruslah dilakukan sambil duduk di kursi
makan.
* Ajaklah anak untuk makan bersama keluarga di meja makan. Kalaupun ayah
dan ibu sama-sama sibuk, tetap agendakan 1 di antara 3 kali waktu makan
agar bisa makan bersama. Manfaatnya anak dapat sekaligus belajar tata
tertib di meja makan. Kalaupun jam makannya tidak cocok, tetaplah
jadwalkan waktu tersebut untuk makan kue atau makanan ringan lainnya.
Yang penting, tetap dapat makan bersama.
* Jika anak sudah telanjur terbiasa makan sambil jalan-jalan atau nonton
teve, tugas orang tua tentu semakin berat untuk mengubah kebiasaan
tersebut. Tanamkan kebiasaan makan yang baik secara perlahan dan
bertahap.
* Untuk mereka yang terbiasa makan sambil jalan, alihkan perhatian anak
dengan mengajaknya makan di kursi makan khusus. Usahakan bentuk atau
warna kursi itu menarik minat anak untuk duduk di atasnya. Kemudian
secara berangsur-angsur dekatkan kursinya ke meja makan agar anak
terkondisi makan di situ.

6-12 TAHUN 

LO, MAKANANNYA, KOK, TAK BERGIZI? 

Adanya pergeseran lingkungan kehidupan, dari lingkungan rumah ke
lingkungan sekolah atau luar rumah, memunculkan problema tersendiri
dalam pola makan anak usia 6-12 tahun. Apa saja masalahnya dan bagaimana
mengatasinya? Yuk, kita simak penjelasan dr. Luciana B. Sutanto, MS,
Sp.GM., dari Klinik Bina Sehat, Jakarta. 

USIA 6-8 TAHUN
* Jajan makanan tak bergizi
Saat berada di sekolah, teman dapat membawa pengaruh yang sangat
penting. Contohnya soal jajan. Meskipun di rumah sudah tersedia makanan
yang enak dan bersih, bukan tidak mungkin anak tetap ngotot ingin jajan.
Kenapa? Tak lain karena semua temannya juga jajan. Bisa dipastikan anak
akan lebih suka jajan karena rasa makanan yang dijual tadi umumnya lebih
enak dan gurih dibanding yang tersaji di rumah. Mereka sama sekali tidak
peduli kalau rasa yang enak dan gurih tersebut berasal dari bumbu
penyedap maupun kandungan garam dan lemak yang tinggi. Selain itu, bagi
anak-anak, jajan bersama teman memberikan suasana yang berbeda
dibandingkan rumah sehingga terasa lebih mengasyikkan.
Sebenarnya, boleh saja anak sesekali jajan. Namun ajarkan untuk memilih
jajanan yang bersih dan menyehatkan, semisal hamburger yang dilengkapi
dengan sayuran. Pasalnya, meski sejak usia 6 tahun anak mengalami
pertumbuhan dengan laju pertumbuhan yang tidak terlalu cepat, namun
kebutuhan gizinya tetap harus terpenuhi. Bila kebutuhan gizinya tidak
terpenuhi, maka dampak kurang gizi ini dalam jangka panjang dapat
menimbulkan gangguan kognitif dan kemampuan akademiknya. Sayang kan?
Selain bisa menyebabkan penurunan aktivitas fisik serta membuatnya
berisiko mengalami penyakit infeksi. Perlu diketahui, kecukupan gizi
pada usia ini selain diperlukan untuk pertumbuhan juga dibutuhkan untuk
metabolisme basal dan aktivitas fisik.
* Masih disuapi
Hal ini terjadi karena di TK anak masih dibolehkan makan sambil disuapi.
Padahal jika tidak pernah dimulai untuk membiasakannya makan sendiri,
bisa-bisa sampai akhir usia sekolah pun dia belum terampil makan
sendiri. Ingat, orang tua yang terbiasa menyuapi makan sebetulnya tengah
"membonsai" kemandirian anaknya. Akibatnya, si anak hanya mau makan bila
disuapi oleh orang tua atau pengasuhnya. Lalu bagaimana bila kebetulan
orang tua pergi atau pengasuhnya sedang repot? Besar kemungkinan jam
makannya terlewati.
Sebagai solusinya, jika anak tak mau makan hanya gara-gara ingin terus
disuapi, tegaskan padanya bahwa anak seusianya sudah seharusnya bisa
makan sendiri. Jika anak tetap tak beranjak untuk mengambil piring dan
mengisinya dengan nasi dan lauk-pauk, tak usah memaksa. Sediakan saja
makanan di tempat yang terjangkau dan mintalah ia makan dengan
mengambilnya sendiri bila lapar.
Di sisi lain, orang tua jangan terlalu khawatir anaknya bakal kelaparan
akibat aktivitas fisiknya yang begitu tinggi. Anak usia ini umumnya akan
mudah merasa lapar dan pasti ingin makan. Yang mereka inginkan
sebetulnya adalah ditunggui atau disuapi saat makan. Bila ini yang
terjadi, berilah pengertian dengan bahasa yang mudah dicerna anak.

* Tak suka sayur 
Penyebabnya karena orang tua relatif jarang menghidangkan sayuran dalam
menu makanan sehari-hari di rumah. Solusinya, berikan pengertian dalam
bahasa sederhana mengenai pentingnya mengonsumsi sayur bagi kesehatan
dan kecerdasan. Orang tua juga harus pintar-pintar menyiasatinya dengan
menyajikan sayur bersama makanan lain yang disukainya, berpenampilan
menarik, mudah dinikmati, tidak keras dan liat, tidak pedas, dan
memiliki citarasa yang sesuai selera anak. Bila anak tetap menolak
sayuran, pilihkan bahan makanan yang banyak mengandung serat yang bisa
diperoleh dari buah-buahan dan agar-agar. 
USIA 9-12 TAHUN
* Ingin langsing seperti bintang film
Beberapa anak usia 9-12 tahun, terutama praremaja putri, menyadari
kegemukan merupakan momok. Agar tak jadi sasaran empuk untuk
diolok-olok, mereka berusaha keras menjaga kelangsingan tubuhnya. Tak
bisa disangkal bila fenomena di atas muncul akibat kuatnya pengaruh
layar kaca yang mempertontonkan tokoh-tokoh cilik yang menjadi "hero",
semisal bidadari nan cantik dan bertubuh langsing. Nah, itu semua
terekam dalam benak anak hingga mereka terobsebsi ingin langsing seperti
tokoh idolanya tadi.
Akibatnya, tak sedikit yang menjalani diet ketat bahkan menolak makan
hanya supaya langsing! Celakanya, anak seusia ini umumnya belum mengerti
sepenuhnya dampak buruk dari program diet berlebihan, apalagi tanpa
pengawasan dokter. Padahal arti diet sesungguhnya adalah mengombinasikan
makanan dan minuman dalam hidangan yang dikonsumsi sehari-hari.
Ada berbagai jenis diet. Contohnya, diet seimbang yakni karbohidrat,
protein, dan lemak terkandung di dalamnya dengan komposisi seimbang.
Diet rendah lemak, mengandung lemak dalam jumlah lebih rendah dari
kebutuhan ideal. Diet rendah kalori (biasanya diberikan untuk mereka
yang sedang menurunkan berat badan) yaitu mengandung jumlah kalori yang
lebih rendah dari kebutuhan tubuh sehari-hari.
Pada dasarnya, setiap orang di segala umur harus melakukan pengaturan
makan sesuai dengan kebutuhan tubuhnya, termasuk pada usia SD. Karena
itu penanganan sikap enggan makan akan lebih efektif jika dilakukan
dengan cara memberi pengertian kepada si anak. Tekankah bahwa mereka
sedang dalam masa pertumbuhan. Kalau memaksa diri tidak mau makan hanya
karena ingin langsing, mereka sendiri yang akan rugi. Tubuhnya akan
lemas dan cepat lelah yang bukan tidak mungkin akan berakhir di rumah
sakit. Ia juga jadi malas beraktivitas, bahkan kemampuan
berkonsentrasinya terganggu. Di sekolah, akhirnya ia tidak dapat
menangkap pelajaran dengan baik dan prestasinya menurun. Jadi, tetap
lakukan pengawasan terhadap perkembangan anak dan susunlah menu bergizi
seimbang.
Santi Hartono. Foto: Iman/nakita

ADA JUGA YANG JADI DOYAN MAKAN

Di usia praremaja, aktivitas fisik anak semakin meningkat. Disamping
urusan sekolah, mereka juga disibukkan dengan berbagai kegiatan
ekstrakurikuler dan mulai sering ngegang dengan teman-temannya. Semua
kegiatan tadi yang melibatkan aktivitas fisik sebetulnya justru membuat
anak jadi doyan makan.
Pada rentang usia ini, pertumbuhan yang dialami anak berlangsung mantap
meski tidak sepesat masa bayi atau masa pubertas. Dengan demikian
konsumsi makan yang berlebihan akan menyebabkan timbulnya kegemukan.
Padahal kegemukan yang tejadi di usia anak bakal sulit dikoreksi setelah
yang bersangkutan dewasa. Lantaran itu, pengaturan pola makan yang baik
sudah harus diterapkan sejak dini. Sementara kegemukan yang tak
tertangani dan dibiarkan berlanjut kelak dapat memicu berbagai penyakit
degeneratif seperti diabetes dan jantung. Selain itu, obesitas juga
dapat mengganggu citra diri.

CARA MAKAN JUGA MERUPAKAN KEUNIKAN 

  

Tak ada gunanya memaksa anak makan dengan sempurna, karena yang ia
butuhkan adalah bimbingan dari orang tua. 

Selain mengupayakan berbagai cara yang sudah disebutkan di depan, orang
tua pun harus bersedia bereksplorasi menemukan makanan yang paling cocok
untuk anak. Selain itu, pada bayi, bukan tidak mungkin apa yang kita
anggap sebagai bentuk penolakan makan sebenarnya adalah eksplorasi anak.
Dengan menyembur-nyemburkan makanannya, boleh jadi ia merasakan sensasi
tersendiri kemudian menjadikannya sebagai permainan yang menyenangkan. 

Orang tua pun wajib memahami berbagai tipe makan anak yang berbeda-beda.
Ada yang lebih suka makan dalam porsi sedikit-sedikit, ada juga yang
amat berselera melihat porsi besar. Sebagian anak makan dalam tempo yang
amat lambat, sedangkan sebagian lagi cepat. Dengan kata lain, tidak
tertutup kemungkinan penolakan si kecil semata-mata karena orang tua
atau pengasuh tidak tahu tipe makan si anak. Inilah salah satu bentuk
keunikan anak. 

Selanjutnya, harus dipahami bahwa belajar makan sendiri harus dilatih
terus-menerus. Anda bisa mulai melatih anak saat berusia 1,5 tahun.
Kemampuan duduknya yang sudah lebih baik, ditunjang kemampuan motorik
yang lebih optimal, memungkinkan anak bisa memegang sendoknya sendiri,
bahkan menyuapkan sendok berisi makanan ke mulutnya. Pastinya, makanan
masih berceceran di mana-mana. Oleh karena itu, anak usia batita perlu
bimbingan terus-menerus. Bagaimana memegang sendok, mengambil makanan,
mengunyah, dan kemudian menelannya. Jika orang tua sabar untuk terus
melatih si kecil, maka ia akan terbiasa makan sendiri. 

Namun, biasanya ada kekhawatiran yang menyertai setiap kali anak
berlatih makan sendiri, takut asupan gizinya kurang karena lazimnya
makanan jadi terbuang-buang. Nah, berdasarkan penelitian yang dikutip
Papalia (1994), seharusnya kekhawatiran ini tak perlu ada lagi. Ia
mengacu pada hasil penelitian yang telah dilakukan di Amerika Serikat
tahun 1991 yang mengatakan, tubuh anak memiliki "rambu-rambu" tersendiri
untuk memenuhi kebutuhan makannya. Penelitian tersebut dilakukan
terhadap 15 anak usia 2­5 tahun dengan berat badan rata-rata dan
memiliki perilaku makan yang beragam. Ada yang sulit, mudah, dan
biasa-biasa saja. Penelitian tersebut dilakukan selama 6 hari. Hasilnya?
Ternyata jumlah kalori pada ke-15 anak itu sama. Sekali lagi, tubuh anak
sebenarnya telah memiliki rambu-rambu sehingga mampu mengimbangi
kebutuhan gizi. Uniknya, kemampuan seperti ini tidak dimiliki orang
dewasa. 

Jadi, tak perlu khawatir berlebihan kalau si kecil sulit makan, apalagi
sampai memaksanya makan. Percayalah, anak yang normal akan makan sesuai
kebutuhan tubuhnya. Bila kondisinya tetap sehat, kulitnya tidak kusam,
matanya tetap bercahaya dan masih aktif bergerak, itu pertanda kebutuhan
zat gizinya masih tercukupi. 

Zali, Irfan, Uut. Foto: Dok. nakita 

6 HAL YANG PATUT DIPERHATIKAN

1. Kurus belum berarti kurang gizi, gemuk belum tentu sehat.
2. Jangan memaksa si prasekolah makan berlebih hanya karena terlihat
kurus dan Anda takut ia kekurangan gizi.
3. Sesekali ajak anak menyiapkan makanannya. Ketertarikan pada proses
ini mampu membangkitkan selera makannya.
5. Jangan ragu untuk mengenalkan aneka rasa sebagai variasi. Namun
hindari penggunaan penyedap dan bumbu-bumbu yang kelewat merangsang atau
pedas.
6. Sesekali biarkan anak makan bersama teman-temannya. Suasana
kebersamaan seperti ini mampu menggugah selera makannya.

TAHAP PERKAMBANGAN PERILAKU MAKAN

* Usia 1,5 tahun
Umumnya anak mulai memiliki keinginan untuk makan sendiri menggunakan
tangannya. Untuk mengoptimalkannya, berikan makanan yang dapat digenggam
sendiri (finger food) dan biarkan ia makan sendiri.
* Usia 3 tahun
Anak sudah bisa memegang sendok dan garpu sendiri. Biasanya diikuti
keinginan untuk mencoba makan dengan peralatan tersebut.
* Usia 4 tahun
Anak sudah bisa makan sendiri. Untuk melatih kemampuannya, upayakan agar
dalam 1 di antara 3 waktu makan, ia makan sendiri tanpa bantuan orang
lain.
* Usia 5 tahun
Anak sudah terampil makan sendiri dalam 3 kali waktu makan.

 





=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+=+

Mailing List Nakita
milis-nakita@news.gramedia-majalah.com

Arsip
http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.gramedia-majalah.com/
------------------------------------------------

untuk berlangganan kirim mail kosong ke :
[EMAIL PROTECTED]

untuk berhenti berlangganan kirim mail kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]


Kirim email ke