Saya harus belajar MS Office karena ingin dapat kerja
        ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Salah satu komentar tentang keberatan orang berpindah dari platform ini
(terutama mahasiswa yang sedang belajar), adalah bahwa menguasai aplikasi
MS (misal MS Office) adalah "persyaratan mutlak" untuk mencari kerja.
Karena alasannya di surat kabar selalu ada persyaratan.. 

              "Menguasasi MS Windows 95/NT"
              "Menguasai MS Office"

Kondisi ini bagaikan telur-dan-ayam atau dalam bahasa "bule" nya Catch 22.
Terutama bagi mahasiswa yang berniat lepas dari program bajakan tapi nggak
punya duit. 

Begitu juga lembaga pendidikan/kursus ketika ditanya mengapa tidak
memberikan pelatihan atau materi kursus dg Linux atau lainnya . Jawaban
yang sering kali keluar adalah "Aplikasi yang populer dan dicari orang
adalah "Visual Basic" atau "MS Office".  Ini yang dibutuhkan untuk mencari
kerja.  Tidak ada yang peduli dengan fungsi program tersebut dapat
DIGANTIKAN oleh aplikasi lain.

Saya jadi terhenyak, koq untuk mencari makan kita begitu didikte oleh
perusahaan luar negeri.  Bahkan saking kepepetnya kita jadi terdorong
untuk berbuat "jelek" alias membajak dan bahkan menganggap hal itu sebagai
hal yang benar..... MALANG BENAR NASIB MAHASISWA INDONESIA.

Andaikata ketika mereka melamar pekerjaan dan dapat panggilan wawancara
lalu mendapat pertanyaan "Apakah anda bisa MS OFfice.." dan kita mampu
menjawab "MS Office bapak asli atau bajakan ?" tentu akan "fair".

Sayangnya si penyedia lapangan perusahaan selalu berada dalam posisi yang
"lebih berkuasa".  Gua yang punya duit, loe yang mau ngelamar.. jadi loe
kudu ikutin gua.  

Saya jadi berfikir, mungkinkah kondisi ini diubah ? Dalam arti. Mungkinkah
kita TIDAK DIDIKTE seperti ini.  Sebab dalam situasi ini mahasiswa calon
pencari kerja dalam situasi MAJU KENA MUNDUR KENA.  Nggak ngebajak, nggak
dapat kerjaan, ngebajak program koq melawan hati nurani.  Mau beli. nggak
punya duit... Padahal niat untuk belajar sudah begitu menggebu-gebu.

Pikiran saya melayang lagi.. ketika sekitar 15 tahun lalu ketika komputer
mulai masuk ke Indonesia.  Saat itu program "standard" yang laku, dan
dikenal (walau juga pakai bajakan), adalah Lotus, Wordstar, dBase III, dan
clipper.  Para pencari kerja (alumni) pun HARUS MENGUASAI Lotus, Wordstar,
dBase III, dan sebagainya.  Sehingga materi kursus (saat itu) yang banyak
adalah Lotus, Wordstar, dBase III.  Saat itu bisa dikatakan kondisinya
seperti saat ini.  Tidak menguasai Lotus, Wordstard, dll masa depan suram
(memang ada perkecualian misal pengguna Chi Writer, dan Word Perfect).

Tahun berganti tahun.... tiba-tiba tanpa disadari berubah.  Apa yang
tadinya dianggap "standard" dan dibutuhkan untuk bekerja, ternyata tidak
lagi. Saya ingat sekitar tahun 1994-5 baru orang mengenal MS Word, Excell,
Office (saya kenal produk ini malah dari platform MacIntosh-nya).  
Setelah lima tahun (kayak PELITA aja..he.he.) waktu terus berlalu
tiba-tiba sekarang telah "dideklarasikan" (seperti partai aja).  

Syarat orang bekerja harus menguasai "MS Word, atau MS Office".

Saya teringat ketika adik saya melamar kerja di salah satu bank.  Adik
saya (bukan kuliah di bidang komputer, dia lulusan sosiologi), Ketika
dalam wawancara melamar pekerjaan, ditanya apakah bisa MS Word.. dia
jawab.. nggak... tapi saya biasa pakai AmiPro (oh iya di keluarga kami..
yang populer Ami Pro sebab harganya lebih murah, dan hardwarenya lebih
kecil), dan ketika ditanya bisa MS Excell, dia jawab.. bisanya
"Quatro"...he.he. tapi toh dia diterima kerja juga (sekarang adik saya
yang nggak bisa MS Office itu malah kerja di bagian Electronic Banking..
salah satu bank asing di Jakarta).  Memang satu contoh insidential pada
kasus adik saya ini tidak dapat digunakan sebagai generalisasi kondisi.  
Walau banyak juga temen-temen saya, termasuk saya yang nggak bisa MS
Office..8-( tapi juga diterima kerja...

Jadi ketakutan bahwa tidak menguasai suatu aplikasi seperti "MS Office"
merupakan BENCANA suramnya masa depan, mungkin kuranglah tepat.  Fakta
bahwa "persyaratan" itu akan bergeser (misal dari Word Star ke MS Word),
menunjukkan bahwa ini BUKAN HARGA MATI.  Sekarang yang menjadi pertanyaan
"siapa yang menjadikan itu semua menjadi syarat dan harga mati?" Siapa
yang menjadikan aplikasi itu "populer" dan "ditempatkan sebagai syarat
yang tak dapat diganggu-gugat".

Tidak lain dan tidak bukan jawabannya adalah KITA SENDIRI. Jadi kalau kita
memang ingin merubah... terbuka luas kesempatan itu.  Kalau mahasiswa
yakin dan tak mau bergantung lagi.  Semua itu mungkin yang penting NIAT.
Apakah kita puas BERGANTUNG dan DIDIKTE seperti sekarang ini...?

Kembali lagi kepada kursus/lembaga pendidikan yang "TERPAKSA" mengajarkan
suatu aplikasi (terutama bahasa pemgrograman) dengan alasan, karena
aplikasi itu yang populer.  Memang malang benar nasibnya lembaga
pendidikan, mau beli software untuk semua mahasiswa, masih mahal, padahal
para mahasiswa meminta diajarkan aplikasi tersebut, karena "katanya
aplikasi POPULER dan SYARAT UTAMA BEKERJA". (bayar lisensi khusus pada
vendor juga masih mahal)

Sebetulnya, popularitas aplikasi itu malah MAKIN TERANGKAT dengan
semakin banyaknya orang YANG MENGANGGAP POPULER dan beramai-ramai
mengajarkan.  Andaikan... (andaikan lho), lembaga kursus-kursus/Uni tidak
rame-rame mengajarkan hal tersebut, tentu aplikasi tersebut juga tidak
terlalu populer.

Jadi sebetulnya yang membuat aplikasi tertentu populer itu adalah lembaga
pendidikan/kursus/uni itu sendiri.  Walaupun awalnya karena dimulai dengan
terbentuknya "prediksi" atau "gambaran" bahwa suatu aplikasi akan populer
(gambaran atau prediksi bukanlah hal sesungguhnya). Seperti pada diagram
berikut ini :

Aplikasi direlease (atau sedang dibuat) ---> 
iklan --> 
dianggap populer (walau belum tentu) -->
kursus/uni mengajarkan -->
jadi populer (karena mahasiswa banyak tahu) ---> 
jadi wajib. ----->  duit terbuang....he..he.he.

Iklan dalam hal ini termasuk "kejadian dibajak orang secara luas",
"berita di koran, majalah dan lain-lain". berita dari mulut ke telinga
(he..he kalau mulut-ke-mulut artinya kan jadi lain).  Bahkan tak
dipungkiri lagi proses pempopuleran ini sering kali dilakukan dengan cara
"mengiming-imingi dg feature akan datang" (terkenal istilah
vapourware...).

Nah jadi sebetulnya Uni/lembaga penelitian melakukan pekerjaan
"sosialiasasi" atau pemasaran dari perangkat lunak tersebut.  Yang
buntut-buntutnya adalah menjadikan perangkat lunak tersebut populer, dan
lalu dianggap "standard" dan "kewajiban".  Lucunya, sudah melakukan
"marketing gratis" menjadi korban harus beli software mahal..8-(
 
Tentunya kita sekarang jadi bertanya kalau begitu aplikasi yang mana atau
program mana..? Kembali lagi kuncinya ke "knowledge" apa yang ingin kita
berikan.  Apakah hanya "skill pengoperasian" atau memang memahami suatu
teknologi. 

Kalau kita melihat ke sektor "dana" dan "pengetahuan" yang ingin
diberikan, pilihan ke pada program Open Source tidaklah salah (bayangkan
tidak saja kita akan dapat mengajarkan memakai Office-Appliation tapi juga
dapat mengajarkan secara total bagaimana aplikasi tersebut bekerja,
bagaimana dapat "membuat" atau "mengkustomisasi" Office-Application.

Nah sekarang tinggal bagaimana kita memecah situasi "ayam-telor" agar kita
dapat menentukan mana yang dianggap "populer".  Sehingga akhirnya dapat
menjadi "benar-benar" populer. 

Apakah mahasiswa, dan lembaga pendidikan tetap "rela" sebagai korban..?
Atau bergerak sebagai PENENTU TREND MASA DEPAN... Open Source Community
Aggreement adalah salah satu langkah awal.

IMW

===========================================================================
I Made Wiryana (0521-106 5328)            Universitas Gunadarma - Indonesia
Rechnernetze und Verteilte Systeme  http://nakula.rvs.uni-bielefeld.de/made
Universitaet Bielelfeld                                   Check my e-zine :
[EMAIL PROTECTED]    http://nakula.rvs.uni-bielefeld.de/majalah
===========================================================================










* Gunadarma Mailing List -----------------------------------------------
* Archives     : http://milis-archives.gunadarma.ac.id
* Langganan    : Kirim Email kosong ke [EMAIL PROTECTED]
* Berhenti     : Kirim Email kosong ke [EMAIL PROTECTED]
* Administrator: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke