Assalaamu'alaikum wr. wb.

Sobat muda muslim, ini artikel Studia edisi 324/Tahun ke-8 (15 Januari 
2007). Edisi cetaknya insya Allah sudah beredar di Jadebotabek sejak hari 
Jumat kemarin. Selamat membaca...

*[Dapatkan juga edisi cetaknya di jaringan kami di berbagai kota besar 
lainnya: Aceh, Padang, Bengkulu, Palembang, Pangkalpinang, Bandarlampung, 
Serang, Sukabumi, Bandung, Sumedang, Cirebon, Indramayu, Yogyakarta, Solo, 
Semarang, Bangil, Pasuruan, Surabaya, Jember, Banjarmasin, Samarinda, 
Balikpapan, Kendari, dan Makasar]

Saran dan kritik, silakan kirim ke:
Redaksi: [EMAIL PROTECTED]
Penerbit: [EMAIL PROTECTED]
HP: 0856-1943803
Kunjungi situs kami di: http://www.dudung.net
Akses via HP: http://mobile.dudung.net (dan dapatkan arsip artikel 
sebelumnya. Free!)

Ingin diskusi, ngasih info, ngasih masukan berupa kritik dan saran, gabung 
aja di tempat mangkal kita: http://buletinstudia.multiply.com

Untuk berlangganan edisi cetak, hubungi: 0813-81561253

Salam,
Redaksi Buletin Studia
Bogor
---
Kita dan Ortu, Mesti Bersatu
        
STUDIA Edisi 324/Tahun ke-8 (15 Januari 2007)                 

Kisah Keluarga Cemara, udah lama tutup usia. Serial yang mengupas kehidupan 
keluarga sederhana dengan segala suka dukanya ini cukup menyita perhatian 
pemirsa. Meski nih cerita karya Arswendo Atmowiloto kalo versi novelnya ya 
bernuansa keluarga Nasrani. Begitu juga dengan daya pikat yang dihadirkan 
Keluarga Senyum saat menyapa kita Ramadhan kemaren.  Hubungan yang 
terjalin antar anggota keluarga cukup harmonis. Komunikasi antara anak dan 
orangtua begitu cair tapi tetep sopan. Sehingga setiap permasalahan yang 
dihadapi keluarga, bisa diatasi  bareng-bareng. Asyik ya? Pastinya!        
 

Sayangnya, keharmonisan Keluarga Cemara atau Keluarga Senyum hanya ada di 
layar kaca. Dalam keseharian kita, bukannya pesimis, cuma kayaknya kondisi 
keluarga yang ideal boleh dibilang jarang kita temui. Emang sih, mungkin 
ada di antara temen kita yang cukup deket dengan orangtuanya yang jadi 
tempat curhat dan berbagi suka-duka. Tapi boleh dibilang jumlahnya masih 
kalah dengan keretakan hubungan anak dan orangtua.         

Di kalangan selebriti aja, ada beberapa artis yang dapet gelar 
‘selebriti durhaka’ versi kapanlagi.com lantaran tersandung 
masalah perselisihan dengan orangtuanya. Ada Kiki Fatmala dengan ibunya 
Fatma Farida, kerenggangan Kiki Maria dengan Suzanna, atau Lyra Virna dan 
Amara ‘Lingua’ yang tak kunjung mendapat restu pernikahan dari 
ibunya. Kok bisa ya? Bisa aja, lha mereka buktinya. Ehm..        

         Ortu, kenapa sih?        

Sobat, kamu pasti pernah berselisih pendapat dengan ortu. Bukannya nuduh, 
cuma vonis doang (hehehe...). Terus, gimana perasaan kamu saat beradu 
pendapat dengan ortu? Biasanya sih kalah telak en bikin bete, kesel, 
jengkel, marah dan kawan-kawannya. Gimana nggak, masa ikut ngaji beneran 
yang bukan cuma baca al-Quran aza nggak boleh, misalnya. Padahal ngaji kan 
bagus untuk mengenalkan kita lebih dekat dan dalam dengan Islam. Kalo udah 
gini, kita sering ngerasa ortu nggak bisa ngertiin kita. Ortu masih 
menganggap kita sebagai anak kecil yang belon bisa ngambil sikap dan 
keputusan terbaik. Ortu kenapa sih?        

Sobat, nggak usah sewot gitu dong. Tenang. Lebih baik kita cari tahu alasan 
ortu yang terkesan sering melarang, mengatur, atau membatasi aktivitas 
kita. Agar kita bisa memahami dan menghargai pendapat ortu sebagaimana 
harapan kita agar ortu pun mau memahami dan menghargai keinginan kita. 
Betul ndak, guys?        

Pertama, nggak ada ortu yang ingin membuat anaknya sedih. Karena itu, kita 
wajib positive thinking dengan tuntutan ortu. Meskipun itu berlainan dengan 
keinginan kita. Saya teringat penuturan seorang ibu dari Imam Purnomo (13), 
salah satu korban tewas konser Ungu di Pekalongan lalu. Sebelum kejadian, 
sang Ibu udah mengingatkan agar siswa kelas 1 SMP jangan ikut nonton konser 
yang digelar di depan rumahnya. Khawatir terjadi sesuatu melihat kerumunan 
massa yang membludak. Tapi Imam tetep ngeyel nonton band idolanya bersama 
teman-temannya. Dan ternyata, berangkat masih sehat pulangnya sudah jadi 
mayat. Kisah ini emang cuma sebuah kasus. Tapi kita bisa ambil banyak 
pelajaran berharga darinya. Bisa kan ya?         

Kedua, anak adalah amanah alias titipan dari Allah pada orangtuanya. Ortu 
akan sangat merasa bersalah dan dianggap tak bisa menjaga amanah jika 
terjadi sesuatu yang buruk menimpa buah hatinya. Makanya nggak heran ada 
ortu yang terkesan protektif terhadap anaknya. Doyan melarang ini-itu dan 
nggak ngasih kesempatan anaknya untuk menentukan pilihannya sendiri. Untuk 
itu, kita wajib melihat sikap ortu ini sebagai ekspresi rasa sayang dan 
cinta sepenuh hati mereka untuk kita. Sehingga kita bisa mendiskusikan 
kenginan kita dan tuntutan ortu dengan pikiran dan hati terbuka. Barengan 
mencari win-win solution yang sama-sama enak. Oke banget kan?        

Berikut sedikit catatan untuk ortu kita dan juga kita jika kelak dikasih 
kesempatan oleh Allah untuk menjadi orang tua: “..Berikan kasih 
sayangmu, tapi jangan paksakan pikiranmu. Sebab mereka berbekal pikiran 
sendiri. Berikan rumah untuk raganya, bukan jiwanya. Jiwa mereka adalah 
penghuni masa depan. Yang tak dapat kau gapai, meski dalam impian. Engkau 
dapat menjadi seperti mereka. Tapi jangan buat mereka menjadi seperti kamu. 
Sebab kehidupan tidak surut, dan tiada tinggal bersama kemarin. Engkaulah 
busur, dan mereka anak panah yang meluncur...” (Suara Merdeka, 
19/09/06, kalo nggak salah ini adalah salah satu petikan dari puisi karya 
Kahlil Gibran)        

         Taqarrub ila Ortu        

Sobat, kamu tahu apa reaksi temen-temen remaja saat berselisih pendapat 
alias ribut dengan orangtua? Hmm... biasanya sih ada yang langsung ngambek 
bin uring-uringan lalu banting pintu kamar en ngurung diri sambil berurai 
air mata sampe ortu luluh dan mengabulkan permintaannya. Ini biasanya 
kerjaan remaja putri neh. Hehehe…         

Ada juga yang langsung cabut binti kabur dari rumah terus nginep di rumah 
temennya. Ini mungkin belon seberapa. Di tempat laen, ada juga yang 
terjerumus ke kehidupan malam dengan ber-clubbing, nge-track, nyekek botol, 
sampe nge-drugs. Intinya sih, biar ngelupain masalah dengan ortunya. Ini 
sih cowok banget!        

Lantas apa setelah itu masalahnya dengan orangtua selesai? Boro-boro! Yang 
ada, kita makin jauh dengan orangtua. Lambat-laun hubungan emosi kita 
dengan ortu mulai luntur. Ortu menganggap kita susah diatur dan tak tau 
berbalas budi. Sementara nilai orangtua pun di mata kita hanya sebatas 
pensuplai kebutuhan hidup. Akhirnya masing-masing sibuk dengan dunianya 
sendiri dan cuek satu-sama lain. Tak ada lagi kasih sayang ortu yang bikin 
hidup kita nyaman dan penuh arti. Dan itu bisa menutup jalan kita menuju 
surga. Gaswat khan?        

Rasulullah saw. pernah mencela seseorang yang tidak dapat masuk surga 
karena tidak berbuat baik kepada orangtuanya. Rasulullah saw. bersabda: 
“Sungguh kecewa, sungguh kecewa, dan sungguh kecewa, siapa saja yang 
mendapat (memiliki) kedua orangtuanya atau salah satu dari keduanya sampai 
tua, kemudian ia tidak dapat masuk surga.” (HR  Muslim)        

Kalo ortu misalnya ngelarang kita ngaji. Jangan dilawan, tapi diajak 
diskusi. Syukur-syukur kalo bisa ngasih argumen yang bagus. Sebab, ortu 
juga punya hak untuk dapetin kebenaran dari Islam melalui kita yang dekat 
dengan mereka. Ajak ortu untuk ikut dengan kegiatan pengajian yang kita 
lakukan. Biar mereka nggak penasaran dan nggak punya persepsi keliru 
tentang pengajian kita. Jika kita ngerasa sungkan dan nggak biasa ungkap 
perasaan dengan bahasa verbal (berbicara langsung), coba sampaikan dalam 
bahasa non verbal. Misalnya, dengan menulis surat untuk mereka tentang 
harapan kita dan kondisi kita yang mungkin dianggap berbeda sama ortu. 
Intinya, jangan putus asa untuk mengajak ortu menerima Islam.         

Jangan lupa, tunjukkan juga bakti kita kepada ortu dengan membantu kegiatan 
di rumah, misalnya. Kalo anak puteri bisa melakukan cuci piring, cuci baju 
setrika, masak—kalo jenis pekerjaan ini udah dilakukan sama pembantu, 
nggak ada salahnya ikut bantuin, misalnya pada hari libur. Wuih, selain 
bikin ortu seneng bisa juga sebagai ajang pelatihan sebelum menjabat 
sebagai istri dan pengurus rumah tangga. Sebab, perubahan menjadi baik dari 
kita bukan cuma ilmu agamanya, tapi juga perhatian dan kepedulian kepada 
ortu dalam bentuk fisik (bantu-bantu pekerjaan) dan juga nonfisik (mengajak 
mereka mendalami Islam).        

Kalo ortu masih belum sejalan dengan kita, tetaplah menghormati dan 
berbakti pada mereka. Contoh deh Sa’ad bin Abi Waqqash. Meski ibunya 
senantiasa menghalanginya untuk ber-Islam, tapi Sa’ad dengan sabar 
melayaninya dan tetap menghormatinya. Allah swt berfirman:        

Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang 
ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang 
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu 
dan kepada dua orang ibu-bapakmu, hanya kepadaKulah kembalimu. (QS. Lukman 
[31]: 14)        

Sekarang, mending kita belajar meredam emosi saat berbeda pendapat dengan 
ortu. Jauhkan dalam benak kita kebencian terhadap segala tuntutan ortu, 
yang bisa memancing kita menjadi ‘pemberontak’ di rumah. Selalu 
positive thinking dan buka jalur komunikasi. Jangan sampai masalah yang 
sebenernya bisa cepat diselesaikan, menjadi awet dan menggerogoti pikran 
dan perasaan cuma lantaran kita menutup akses komunikasi pada ortu dan ortu 
pada kita. Rugi banget deh. Betul?        

         Together we can…        

Sobat, sebagai muslim pastinya kita berharap keluarga kita masuk kategori 
keluarga ideal. Eits, jangan salah ya. Keluarga ideal yang kita maksud 
bukan yang punya dua anak, laki perempuan sama saja. Ini mah keluarga 
berencana kalee. Yang kita maksud, keluarga muslim ideal yang dibangun 
dengan ketaatan kepada Allah dan RasulNya. Hubungan yang harmonis antara 
ortu dan anak juga didasarkan pada aturan Islam. Pokoknya, Keluarga Cemara 
atau Keluarga Senyum mah lewaat!        

Sebagai kepala rumah tangga, seorang ayah akan banting tulang menafkahi 
keluarga dari jalan yang halal. Meski dalam keadaan terdesak, beliau tak 
akan menggadaikan kemuliaannya sebagai muslim untuk bermaksiat demi mencari 
penghasilan. Karena beliau memahami, setiap kepingan nafkah yang diberikan 
dari jalan yang tidak diridhoi Allah, hanya akan mendekatkan orang-orang 
yang dicintainya pada siksa neraka.         

Sebagai istri dan pengatur rumah tangga, seorang ibu berusaha menjaga dan 
memelihara keharmonisan dalam rumah. Melayani suami dan mencurahkan kasih 
sayang untuk anaknya dengan sepenuh hati. Tidak terjebak dalam tren wanita 
karir yang bisa melalaikan tugas mulianya.         

Sebagai orangtua, ayah-ibu berusaha menganggap anaknya (terutama yang 
remaja) sebagai sahabat untuk mencairkan komunikasi di antara mereka. 
Sehingga tidak canggung untuk membicarakan dari hati ke hati dengan pikiran 
terbuka jika ada perbedaan pendapat. Namun tetap tegas dengan prinsip 
aturan Islam meski anak memiliki pendapat yang berlainan. Terlebih lagi, 
ortu nggak sungkan untuk berusaha memahami masa remaja yang penuh eksprimen 
dengan mengenal dunia anaknya dan teman-teman dekatnya.        

Sebagai anak, kita berusaha mendahulukan ridho Allah dan ridho orangtua  
dalam setiap aktivitas keseharian kita. Kita pun tak sungkan untuk lebih 
dekat dengan ortu dan menggali pelajaran dari pengalaman masa muda mereka. 
Kita bangga memiliki ayah yang bertanggung jawab, perhatian, peduli, dan 
sayang sama keluarga. Kita juga sangat salut sama ibu yang mampu menjaga 
anak-anaknya dan memelihara kehormatan keluarga. Itu namanya kerjasama apik 
antara ayah dan ibu. Lha, kalo mereka aja kompak, maka kita nggak? 
        
Tapi, kita juga sangat berharap agar orangtua kita juga pandai bersyukur 
kepada Allah Swt. dengan menunjukkannya dalam bentuk ridho dengan Islam. 
Sehingga kita merasa memiliki keluarga yang sakinah, mawaddah dan penuh 
rahmah. Kita sebagai anaknya jelas bangga dong ya. Jika belum memiliki 
keluarga ideal, tentu kita berusaha untuk meraihnya. Tak ada salahnya kita 
sampaikan keinginan mulia tersebut kepada ortu. Bisa secara lisan dengan 
mengajaknya ngobrol maupun tulisan. Yup, “Together we can” (ini 
sih mottonya partai Pak SBY ya? Hehehe..).  [Hafidz: [EMAIL PROTECTED]
    
-- 
Buletin Remaja Studia terbit setiap Senin sejak Januari 2000, "Gaul, Syar'i, 
dan Mabda'i" Penerbit: Studia Publication. HP 0812-8841181. Website: 
http://www.dudung.net dan buletinstudia.multiply.com, e-mail: [EMAIL PROTECTED] 
dan [EMAIL PROTECTED] Mailing List: 
[EMAIL PROTECTED]

Der GMX SmartSurfer hilft bis zu 70% Ihrer Onlinekosten zu sparen! 
Ideal für Modem und ISDN: http://www.gmx.net/de/go/smartsurfer


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke