sy merinding ngedengernya....SY DUKUNG!! Pak Boediono
--- In obrolan-bandar@yahoogroups.com, Lucky Trader <soluckytra...@...> wrote: > > Sekedar menambahkan dari pengalaman pribadi : > > Anaknya P.Boed yg terakhir (cowok) adalah teman saya satu kantor. Sebelumnya > saya tidak tahu kalo dia adalah anaknya P.Boed yg kala itu menjabat menjadi > Menko di jaman Megawati. Bukan karena saya kuper, tapi anaknya memang sangat > sederhana. Singkatnya, seperti kita2 yg tumbuh dari keluarga biasa2, bahkan > terkesan "irit". Kalo sarapan ya hampir sama, Pop Mie dan dia juga masih > suka jual CD ketengan di kantor, jadi beli 1 dos, lalu dijual ketengan, krn > memang bidangnya IT (Programmer). > > Saya berpikir, kalau seandainya P.Boed seperti kebanyakan pejabat yg lain, > tentu tidak rela anaknya kerja di tempat yg jauh (tidak di jakt) dan > salarynya "normal". Cukup mendirikan PT INI-ITU, dan bertindak sebagai > broker, tentu pendapatan anaknya ini, akan 10-100x dalam sekejap. Rumah > tidak lagi kontrak....Oya, kelupaan, waktu mash jadi kolega saya, rumahnya > ngontrak, pas di sebelah rumah saya. Kalau P.Boed datang menjenguk, terutama > stlh lahir cucunya, suka diem2 dan gak ada rame2. Bahkan agar pejabat daerah > tidak setor muka, sering di jemput diem2 di bandara ama anaknya, pake mobil > Forza buntut, beli bekas dari temen sekantor. Kalau ada pejabat daerah yg > denger biasanya suka rame, dijemput ini-itu...biasa setor muka, terutama, > pejabat daerah pajak, bank dll. > > Mengenai kesederhanaan, kebersajaan dan sikap rendah hati, TIDAK PERLU > DIRAGUKAN. saya sebagai saksi disini. Mudah2an sikap itu tercermin juga di > KEBIJAKSANAAN yg akan diambil P.Boed utk kesejahteraan masy. Indonesia. > > Salam, > -LT > > 2009/5/15 Iman <widgetena...@...> > > > > > > > Memang orangnya sederhana dan bersahaja gitu kok. > > > > Dulu jaman kuliah, biarpun beliau menteri, kemana-mana cuma ditemani satu > > ajudan/sopir. Walau jadi pejabat tinggi, orangnya tetap sederhana, tidak > > sombong, dan tidak meremehkan mahasiswanya. Jaman sekarang kan dosen > > belagunya minta ampun sama mahasiswa. Pernah di kelas kehabisan spidol, > > beliau sendiri turun tangga, ambil sendiri ke bagian tata usaha. Mana ada > > pejabat model begitu? > > > > Yang seru nih meramalkan siapa penggantinya Boediono. Apalagi kalau > > kampanye sampai dua putaran, posisi Boediono tdk boleh sampai kosong. Dulu > > SBY mengajukan Agus Martowardojo (Dirut Bank Mandiri) dan Raden Pardede > > (Ketua PPA), tapi mungkin karena mereka mainnya bersih, ditolak oleh DPR. > > Selain itu konon katanya ada kekuatan dalam BI utk memuluskan jalan buat > > Miranda Goeltom. > > > > Akhirnya SBY terpaksa merelakan posisi Menko Perekonomian dipindah ke BI. > > Jabatan lama dirangkap Sri Mulyani. Kalau sudah begini, nggak mungkin buat > > DPR utk menolak Boediono tanpa alasan jelas karena bakal jatuh imej mereka > > di mata rakyat. Jadilah waktu itu DPR bungkam dan MG gagal jadi Gubernur BI. > > Sekarang skenarionya bakal terulang lagi. Tapi menurut saya sih penggantinya > > adalah nama-nama di atas. Nama lain mungkin Irzan Tandjung (UI), Dubes RI > > untuk Philipina, yang pernah jadi economic adviser SBY. > > > > Lieur ah sayah. > > > > > > > > 2009/5/14 <riil_inves...@...> > > > > > >> > >> Apa yg dikatakan Faisal bener adanya, makanya partai2 yg ribut krn > >> Budiono naik tidak memikirkan kepentingan bangsanya! > >> > >> Tx > >> > >> Powered by Telkomsel BlackBerry® > >> > >> ------------------------------ > >> *From*: "ID" > >> *Date*: Thu, 14 May 2009 13:45:09 +0000 > >> *To*: <obrolan-bandar@yahoogroups.com> > >> *Subject*: Re: [ob] Tulisan Faisal Basri tentang Boediono, bener ga ya ? > >> > >> Terima kasih atas Artikel yang sangat baik ini > >> > >> Best Regards, > >> ID > >> > >> Powered by Telkomsel BlackBerry > >> > >> ------------------------------ > >> *From*: Muttaqien yk > >> *Date*: Thu, 14 May 2009 21:23:27 +0800 > >> *To*: <obrolan-bandar@yahoogroups.com> > >> *Subject*: [ob] Tulisan Faisal Basri tentang Boediono, bener ga ya ? > >> > >> Sisi lain Pak Boed yang saya kenalOleh Faisal Basri - 14 Mei 2009 - > >> Dibaca 93 Kali - > >> > >> Saya pertama kali mengenal Pak Boed pada akhir 1970-an lewat buku-bukunya > >> yang enak dibaca, ringkas, dan padat. Pada akhir 1970-an. Kalau tak salah, > >> judul-judul bukunya selalu dialawali dengan kata "sinopsis," ada Sinopsis > >> Makroekonomi, Sinopsis Mikroekonomi, Sinopsis Ekonomi Moneter, dan Sinopsis > >> Ekonomi Internasional. Kita mendapatkan saripati ilmu ekonomi dari > >> buku-bukunya yang mudah dicerna. > >> > >> Pada suatu kesempatan, Pak Boed mengutarakan pada saya niatnya untuk > >> merevisi buku-bukunya itu. Mungkin ia berniat untuk menulis lebih serius > >> sehingga bisa menghasilkan buku teks yang lebih utuh. Kala itu saya > >> menangkap keinginan kuat Pak Boed untuk kembali ke kampus dan menyisihkan > >> waktu lebih banyak menulis buku. Karena itu, ia tak lagi berminat untuk > >> kembali masuk ke pemerintahan setelah masa tugasnya selesai sebagai Menteri > >> Keuangan di bawah pemerintihan Ibu Megawati. > >> > >> Pak Boed dan Pak Djatun (Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Menko Perekonomian) > >> bekerja keras memulihkan stabilitas ekonomi yang "gonjang-ganjing" di bawah > >> pemerintahan Gus Dur. Hasilnya cukup mengesankan. Pertumbuhan ekonomi > >> mengalami peningkatan terus menerus. Di tengah hingar bingar masa kampanye > >> seperti dewasa ini, Ibu Mega ditinggalkan oleh wapresnya, dua menko, dan > >> seorang menteri (Agum Gumelar). Ternyata perekonomian tak mengalami > >> gangguan > >> berarti. Kedua ekonom senior ini bekerja keras mengawal perekonomian. > >> Hasilnya cukup menakjubkan, pertumbuhan ekonomi pada triwulan keempat 2004 > >> mencapai 6,65 persen, tertinggi sejak krisis hingga sekarang. > >> > >> Selama dua tahun pertama pemerintahan SBY-JK, perekonomian Indonesia > >> mengalami kemunduran. Tatkala muncul gelagat Pak SBY hendak merombak > >> kabinet, sejumlah kawan mengajak Pak Boed bertemu. Niat para kolega ini > >> adalah membujuk Pak Boed agar mau kembali masuk ke pemerintahan seandainya > >> Pak SBY memintanya. Agar lebih afdhol, kolega-kolega saya ini juga mengajak > >> Ibu Boed. Mungkin di benak mereka, Ibu bisa turut luluh dengan pengharapan > >> mereka. Akhirnya, Pak Boed menduduki jabatan Menko Perekonomian. Mungkin > >> sahabat-sahabat saya itu masih terngiang-ngiang sinyal penolakan Pak Boed > >> dengan selalu mengatakan bahwa ia sudah cukup tua dan sekarang giliran yang > >> muda-muda untuk tampil. Memang, Pak Boed selalu memilih ekonom muda untuk > >> mendampinginya: Mas Anggito, Bung Ikhsan, Bung Chatib Basri, Mas Bambang > >> Susantono, dan banyak lagi. Semua mereka lebih atau jauh lebih muda dari > >> saya. > >> > >> Interaksi langsung terjadi ketika Pak Boed menjadi salah seorang anggota > >> Dewan Ekonomi Nasional (DEN). Saya ketika itu anggota Tim Asistensi Ekonomi > >> Presiden (anggota lainnya adalah Pak Widjojo Nitisastro, Pak Alim Markus, > >> dan Ibu Sri Mulyani Indrawati). Ibu Sri Mulyani memiliki jabatan rangkap > >> (jadi bukan sekarang saja), selain sebagai anggota Tim Asistensi juga > >> menjadi sekretaris DEN. Pak BOed tak pernah mau menonjolkan diri, walau ia > >> sempat jadi menteri pada masa transisi. > >> > >> Sikap rendah hati itulah yang paling membekas pada saya. Lebih banyak > >> mendengar ketimbang bicara. Kalau ditanya yang "nyerempet-nyerempet ," > >> jawabannya cuma dengan tersenyum. Saya tak pernah dengar Pak Boed > >> menjelek-jelekkan orang lain, bahkan sekedar mengkritik sekalipun. > >> > >> Tak berarti bahwa Pak Boed tidak tegas. Seorang sahabat yang membantunya > >> di kantor Menko Perekonomian bercerita pada saya ketegasan Pak Boed ketika > >> hendak memutuskan nasib proyek monorel di Jakarta yang sampai sekarang > >> terkatung-katung. Suatu waktu menjelang lebaran, Pak Boed dan sejumlah staf > >> serta, kalau tak salah, Menteri Keuangan dipanggil Wapres. Sebelum meluncur > >> bertemu Wapres, Pak Boed wanti-wanti kepada seluruh stafnya agar kukuh pada > >> pendirian berdasarkan hasil kajian yang mereka telah buat. Pak Boed sempat > >> bertanya kepada jajarannya, kira-kira begini: "Tak ada yang konflik > >> kepentingan, kan? Ayo kita jalan, Bismillah Keesokan harinya, saya > >> membaca di media massa bahwa sekeluarnya dari ruang pertemuan dengan > >> Wapres, > >> semua mereka berwajah "cemberut" tanpa komentar satu kata pun kepada > >> wartawan. > >> > >> Adalah Pak Boed pula yang memulai tradisi tak memberikan "amplop" kalau > >> berurusan dengan DPR. Tentang ini, saya dengar sendiri perintahnya kepada > >> Mas Anggito. > >> > >> Ada dua lagi, setidaknya, pengalaman langsung saya berjumpa dengan Pak > >> Boed. Pertama, satu pesawat dari Jakarta ke Yogyakarta tatkala Pak Boed > >> masih Menteri Keuangan. Berbeda dengan pejabat pada umumnya, Pak Boed > >> dijemput oleh Ibu. Dari kejauhan saya melihat Ibu menyetir sendiri mobil > >> tua > >> mereka. > >> > >> Kedua, saya dan isteri sekali waktu bertemu Pak Boed dan Ibu di > >> Supermarket dekat kediaman kami. Dengan santai, Pak Boed mendorong > >> keranjang > >> belanja. Rasanya, hampir semua orang di sana tak sadar bahwa si pendorong > >> keranjang itu adalah seorang Menko. > >> > >> Banyak lagi cerita lain yang saya dapatkan dari berbagai kalangan. Kemarin > >> di bandara Soekarno Hatta setidaknya dua orang (pramugara dan staf ruang > >> tunggu) bercerita pada saya pengalaman mengesankan mereka ketika bertemu > >> Pak > >> Boed. Seperti kebanyakan yang lain, kesan paling mendalam keduanya adalah > >> sikap rendah hati dan kesederhanaannya. > >> > >> Dua hari lalu saya dapat cerita lain dari pensiunan pejabat tinggi BI. Ia > >> mengalami sendiri bagaimana Pak Boed memangkas berbagai fasilitas yang > >> memang terkesan serba "wah." Dengan tak banyak cingcong, ia mencoret banyak > >> item di senarai fasilitas. Kalau tak salah, Pak Boed juga menolak mobil > >> dinas baru BI sesuai standar yang berlaku sebelumnya. Entah apa yang > >> terjadi, jangan-jangan mobil para deputi dan deputi senior lebh mewah dari > >> mobil dinas gubernur. > >> > >> Kalau mau tahu rumah pribadi Pak Boed di Jakarta, datang saja ke kawasan > >> Mampang Prapatan, dekat Hotel Citra II. Kebetulan kantor kami, Pergerakan > >> Indonesia, persis berbelakangan dengan rumah Pak Boed. Rumah itu tergolong > >> sederhana. Bung Ikhsan pernah bercerita pada saya, ia menyaksikan sendiri > >> kursi di rumah itu sudah banyak yang bolong dan lusuh. > >> > >> Bagaimana sosok seperti itu dituduh sebagai antek-antek IMF, > >> simbol Neoliberalisme yang bakal merugikan bangsa, dan segala tuduhan > >> miring > >> lainnya. Lain kesempatan kita bahas tentang sikap dan falsafah ekonomi Pak > >> Boed. Kali ini saya hanya sanggup bercerita sisi lain dari sosok Pak Boed > >> yang kian terasa langka di negeri ini. > >> > >> Maju terus Pak Boed. > >> > >> > > > > >