Lapor ke Hotamn Paris aja (untuk jadi lawyer si Prita) biar nyaho tuh RS. Ane yakin tuh RS bisa dituntut Si Hotman bayar ganti rugi besar :))
--- In obrolan-bandar@yahoogroups.com, Armando Anthony <armando.anth...@...> wrote: > > Saya pernah mengalami hal serupa dibeberapa Rumah Sakit. Beberapa RS > Swasta, terutama yg masih baru2 berdiri, memang seperti itu kelakuannya. > Biasanya hasilnya pahit. Saya cukup bersimpati terhadap Ibu itu (saya > pernah lihat di local news). Kalau tidak salah beliau masih banding. > >  Ada yg tahu bagaimana cara membantu Ibu itu? secara legal ataupun > financial? Ada yg mau jadi volunteer? Saya siap menyumbang. > > Armando > > > > > ________________________________ > From: Adam Rajsha <adam.raj...@...> > To: obrolan-bandar@yahoogroups.com > Sent: Wednesday, June 3, 2009 12:04:12 PM > Subject: [ob] OOT: RS OMNI sangat arogant!! TERLALU!! > > > > > > Maaf Mbah, numpang OOT. > > kejadian yg sangat mengenaskan, bagaimana bila korban malapaktek ini terjadi > pada keluarga anda? tapi anehnya korban malah masuk penjara. > > peristiwa ini menunjukan SIKAP AROGANSI RS OMNI. > PENZHOLIMAN sebuah rumah sakit terhadap pasien. > > hai para dokter RS OMNI dimanakah rasa kemanusiaan anda?, menjebloskan > seorang ibu masuk ke penjara, dng membiarkan dua anak balita-nya 'lepas' > dari kasih sayang ibu-nya. > > hukum di negara ini benar2 sedang 'sakit'! > > > Rabu, 3 Juni 2009 | 11:12 WIB > http://megapolitan.. kompas.com/ read/xml/ 2009/06/03/ 1112056/Inilah. > Curhat.yang. Membawa.Prita. ke.Penjara > JAKARTA, KOMPAS.com â" Prita Mulyasari, ibu dua anak, mendekam di Lembaga > Pemasyarakatan Wanita Tangerang, Banten, gara-gara curhatnya melalui surat > elektronik yang menyebar di internet mengenai layanan RS Omni Internasional > Alam Sutera. > > Kisah Prita bermula saat ia dirawat di unit gawat darurat RS Omni > Internasional pada 7 Agustus 2008. Selama perawatan, Prita tidak puas dengan > layanan yang diberikan. Ketidakpuasan itu dituliskannya dalam sebuah surat > elektronik dan menyebar secara berantai dari milis ke milis. > > Surat elektronik itu membuat Omni berang. Pihak rumah sakit beranggapan Prita > telah mencemarkan nama baik rumah sakit tersebut beserta sejumlah dokter > mereka. Seperti apakah surat Prita yang membawanya ke penjara? > > Berikut ini adalah surat prita. > > > RS OMNI DAPATKAN PASIEN DARI HASIL LAB FIKTIF > > Prita Mulyasari - suaraPembaca > > Jangan sampai kejadian saya ini menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama > anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan > kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS > dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan > obat, dan suntikan. > > Saya tidak mengatakan semua RS international seperti ini tapi saya mengalami > kejadian ini di RS Omni International. Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam > 20.30 WIB. Saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala datang ke RS > OMNI Internasional dengan percaya bahwa RS tersebut berstandar International, > yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus. > > Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39 > derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah > trombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000. Saya > diinformasikan dan ditangani oleh dr I (umum) dan dinyatakan saya wajib rawat > inap. dr I melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample darah saya yang sama > dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit 27.000. > > dr I menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan. Tapi, saya > meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu > referensi dr I adalah dr H. dr H memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan > saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam berdarah. > > Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau izin > pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr H > visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam. Bukan > 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?). Saya kaget tapi dr H > terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya diberikan berbagai macam > suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa izin pasien atau keluarga pasien. > > Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan tetap masih sama dengan > jawaban semalam bahwa saya kena demam berdarah. Saya sangat khawatir karena > di rumah saya memiliki 2 anak yang masih batita. Jadi saya lebih memilih > berpikir positif tentang RS dan dokter ini supaya saya cepat sembuh dan saya > percaya saya ditangani oleh dokter profesional standard Internatonal. > > Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap suntik > tidak ada keterangan apa pun dari suster perawat, dan setiap saya meminta > keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Lebih terkesan suster > hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu boks > lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan disertai banyak ampul. > > Tangan kiri saya mulai membengkak. Saya minta dihentikan infus dan suntikan > dan minta ketemu dengan dr H. Namun, dokter tidak datang sampai saya > dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke > 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa. > Setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu dr H saja. > > Esoknya dr H datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk > memberikan obat berupa suntikan lagi. Saya tanyakan ke dokter tersebut saya > sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara. Saya tanyakan > berarti bukan kena demam berdarah. Tapi, dr H tetap menjelaskan bahwa demam > berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan kembali infus sebelah kanan dan > kembali diberikan suntikan yang sakit sekali. > > Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang sesak > napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun hanya > berkata menunggu dr H saja. > > Jadi malam itu saya masih dalam kondisi infus. Padahal tangan kanan saya pun > mengalami pembengkakan seperti tangan kiri saya. Saya minta dengan paksa > untuk diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan. > > Esoknya saya dan keluarga menuntut dr H untuk ketemu dengan kami. Namun, > janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan kakak-kakak > saya menuntut penjelasan dr H mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal > yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam > riwayat hidup saya belum pernah terjadi. Kondisi saya makin parah dengan > membengkaknya leher kiri dan mata kiri. > > dr H tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan. Dokter tersebut malah > mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan > menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi saya > dan meminta dr H bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang pertama > yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja. dr H menyalahkan bagian lab dan > tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan. > > Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai > membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat. Namun, saya tetap tidak mau > dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi, saya membutuhkan data > medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan data > medis yang fiktif. > > Dalam catatan medis diberikan keterangan bahwa bab (buang air besar) saya > lancar padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada > follow up-nya sama sekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil > thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000. > > Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat > dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak > adalah 181.000. Kepala lab saat itu adalah dr M dan setelah saya komplain dan > marah-marah dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil lab 27.000 > tersebut ada di Manajemen Omni. Maka saya desak untuk bertemu langsung dengan > Manajemen yang memegang hasil lab tersebut. > > Saya mengajukan komplain tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh > Og(Customer Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda > terima tersebut hanya ditulis saran bukan komplain. Saya benar-benar > dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Og yang tidak ada service-nya > sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan saya meminta > tanda terima pengajuan komplain tertulis. > > Dalam kondisi sakit saya dan suami saya ketemu dengan manajemen. Atas nama Og > (Customer Service Coordinator) dan dr G (Customer Service Manager) dan > diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan > saya. > > Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan dari > lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000. Makanya > saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit 181.000 > saya masih bisa rawat jalan. > > Tanggapan dr G yang katanya adalah penanggung jawab masalah komplain saya ini > tidak profesional sama sekali. Tidak menanggapi komplain dengan baik. Dia > mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr M informasikan > ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen, dan dr H. Namun, > tidak bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke atas (Manajemen) dan > berjanji akan memberikan surat tersebut jam 4 sore. > > Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya > dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular. Menurut > analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah parah > karena sudah membengkak. Kalau kena orang dewasa laki-laki bisa terjadi > impoten dan perempuan ke pankreas dan kista. > > Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah > membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan > suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas. Saya > tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya tidak > kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas. > > Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab 27.000 tersebut > namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta diberikan > waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya saya tunggu > kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang yang datang dari Omni > memberikan surat tersebut. > > Saya telepon dr G sebagai penanggung jawab kompain dan diberikan keterangan > bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya. Namun, sampai jam 4 sore saya > tunggu dan ternyata belum ada juga yang datang ke rumah saya. Kembali saya > telepon dr G dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas > nama Rukiah. > > Ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali. Di rumah saya tidak > ada nama Rukiah. Saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya > sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama. LOgkanya dalam tanda terima > tentunya ada alamat jelas surat tertujunya ke mana kan? Makanya saya sebut > Manajemen Omni pembohon besar semua. Hati-hati dengan permainan mereka yang > mempermainkan nyawa orang. > > Terutama dr G dan Og, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan > customer, tidak sesuai dengan standard international yang RS ini cantum. > > Saya bilang ke dr G, akan datang ke Omni untuk mengambil surat tersebut dan > ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis saja dan pas > dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati kami. > > Pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami dan > tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan > dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi > kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni. > > Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? Karena saya ingin > tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya > RS Omni mendapatkan pasien rawat inap. > > Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah > hasil lab saya 27.000 adalah fiktif dan yang sebenarnya saya tidak perlu > rawat inap dan tidak perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya > tidak makin parah karena bisa langsung tertangani dengan baik. > > Saya dirugikan secara kesehatan. Mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan > asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal > mungkin. Tapi, RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini. > > Sdr Og menyarankan saya bertemu dengan direktur operasional RS Omni (dr B). > Namun, saya dan suami saya sudah terlalu lelah mengikuti permainan kebohongan > mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain. > > Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang > selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak jelas > dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu yang > cukup untuk menyembuhkan. > > Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing. > Benar. Tapi, apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dipercaya > untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan. > > Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya > diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang > tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis. Mudah-mudahan tidak > terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini. > > Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan > atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, dr H, dr M, dan > Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi perusahaan > Anda. Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak mengatakan > RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini. > > > Salam, > Prita Mulyasari > Alam Sutera > > > > -- > salam, > AR >