*INILAH.COM, Jakarta – Krisis likuiditas perbankan di Tanah Air sudah mereda. Hal ini tidak lepas dari upaya pemerintah dan BI. Seharusnya hal ini berimbas positif pada saham perbankan. Namun kekhawatiran investor masih besar sehingga saham sektor ini masih redup. *
Pada perdagangan Kamis (23/10) saham sektor keuangan terpantau rontok mencapai 3,27%. Saham-saham berkapitalisasi pasar besar seperti saham PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) anjlok Rp 275 (7,05%) menjadi Rp 3.625, dan saham PT Bank Mandiri (BMRI) merosot Rp 140 (7,87%) ke level Rp 1.640. Demikian pula saham PT Bank Negara Indonesia (BBNI) melemah Rp 10 (1,7%) menjadi Rp 560 per lembar. Saham perbankan yang terpantau naik adalah PT Bank Central Asia (BBCA) sebesar Rp 25 (0,94%) ke level Rp 2.675, Analis Indosurya Securities Akbar Kuncoro mengatakan seharusnya saham perbankan mulai pulih karena kinerja sektor finansial sudah menunjukkan peningkatan. Menurutnya, kondisi likuiditas ketat di pasar finansial domestik sebenarnya sudah berakhir sejak semester I 2008. Namun dampaknya baru terlihat pada laporan keuangan kuartal ketiga. "Sentimen buruk ini menghalangi investor untuk membeli saham perbankan," ujar Akbar kepada * INILAH.COM.* Lebih lanjut Akbar mengatakan, sudah banyak upaya yang dilakukan BI sehingga imbas negatif dari merosotnya pendapatan perbankan serta buruknya laporan keuangan bisa diminimalisir. "Apalagi saat ini valuasi saham sudah rendah," katanya. Menurutnya, saham berkapitalisasi pasar besar seperti BBRI, BBCA, dan BMRI mempunyai segmen pasar kredit yang jelas, sehingga mereka masih bisa menjaga pendapatan dan kualitas asetnya. Hal ini ditambah dengan fundamental perseroan yang kuat. Tidak heran ia pun masih memberi penilaian positif untuk sektor ini. "Kami masih rekomendasikan *buy* untuk saham sektor perbankan," katanya. Beberapa bank kecil saat ini sedang berada dalam proses restrukturisasi dan setelah itu biasanya akan dijual ke investor strategis. Hal itu, merupakan peluang bagi investor individu untuk masuk dan memanfaatkan momentum *tender offer*. "Penjualan saham perbankan ke investor strategis, biasanya lebih dari 50%. Ini berarti sisa sahamnya bisa dinikmati oleh publik," tuturnya. Mulai membaiknya sektor finansial juga diakui analis Recapital Securities Poltak Hotradero. Menurutnya, membaiknya industri keuangan dilihat dari turunnya suku bunga antar bank, seperti LIBOR sehingga hanya terpaut tipis dengan suku bunga yang digunakan sebagai acuan, yaitu Fed Fund Rate (FFR). "Hal itu menunjukkan stabilnya kondisi keuangan dunia," ujarnya. Adapun saham yang mendapat rekomendasi Poltak adalah saham PT Bank Danamon (BDMN) dan BBRI. Menurut Poltak, saham BDMN menarik terkait kinerja perseroan yang cukup memuaskan. Pada kuartal tiga 2008, BDMN membukukan laba bersih naik 10% menjadi Rp 1,76 triliun. Hal ini didukung kuatnya penyaluran kredit BDMN sebesar 33% *year on year* pada segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan pembiayaan konsumsi. BDMN juga berhasil meningkatkan pendapatan bunga bersih 20,5% menjadi Rp 7 triliun. Tak heran BDMN menargetkan pertumbuhan pendapatan mencapai 25% tahun ini. Harga saham BDMN saat ini, lanjut Poltak, menunjukkan harga tiga tahun lalu. Sehingga dengan net interest margin (NIM) perseroan yang berada di level 11,5%, BDMN dinilai cukup sehat dan mampu bertahan atas kontraksi kredit yang terjadi saat ini. "Saya rekomendasikan *buy* untuk BDMN," ulasnya. Sementara BBRI dinilainya merupakan saham di lantai bursa dengan fundamental terbaik. Dengan sebagian besar portfolionya kreditnya dikucurkan ke sektor UKM, Poltak yakin, perseroan mampu menjaga pertumbuhan kreditnya kendati ada potensi melemah tahun depan. Poltak pun merekomendasikan beli untuk saham BBRI. Prospek stabilnya BBRI juga diamini Muhammad Alfatih, analis dari BNI Securities. Menuruntya, dengan ekspektasi laporan keuangan kuartal ketiga 2008 yang positif, ia menyarankan investor mengkoleksi BBRI dengan target harga Rp 4.250-4.500 perlembar. Saham lain yang direkomendasikan Alfatih adalah BBCA. Hal ini terkait kinerja dan fundamental perseroan yang masih kokoh. BBCA disarankan beli dengan target harga Rp 3.000-3.200 per lembar. Sedangkan Samuel Sekuritas dalam risetnya mengungkapkan, BBCA akan memperoleh tambahan likuiditas sebesar Rp 1,1 triliun pada November ini untuk memperbesar penyaluran kredit. Dana tersebut akan diperoleh dari pencairan obligasi pemerintah yang jatuh tempo pada November. Menurut Samuel, saat ini BBCA ditransaksikan pada *price to book value* 2009 sebesar 2,4 kali berbanding industri yang sebesar 1,7 kali. Sehingga investor disarankan untuk *hold* dulu saham BBCA. [E1]