dutamardin umar <[EMAIL PROTECTED]> wrote:To: [EMAIL PROTECTED], [EMAIL 
PROTECTED], [EMAIL PROTECTED]
From: dutamardin umar 
Date: Sun, 6 Feb 2005 08:21:47 -0600
Subject: [forum-iki] Catatan Tercecer: HNW dan Majlis Subuh

Assalaamu'alaikum WW.,

Sebagai ustad/da'i, HNW tentu senang sekali waktu ditawarkan
melakukan jamaah subuh. Dubes juga tak keberatan. Maka jadilah
untuk pertama kalinya majlis subuh di Wisma Indonesia, dengan
imam dan penceramah Dr. Hidayat Nur Wahid yang dihadiri
sekitar 30 jamaah termasuk dubes, dcm dan beberapa kabid.

Dari praktek sholat subuh ini, saya baru tahu HNW adalah
Muhammadiyah. Tidak ada qunut, serta zikir dan do'a setelah
sholat dilakukan masing-masing.

Ceramah dimulai dengan mengoreksi pembawa acara yang 
menyebut HNW "bapak bangsa". "Saya bukan bapak bangsa.
Saya tak ada beda dengan kita semua yang hadir disini, saya
adalah anak bangsa sama dengan saudara-saudara", katanya
lembut. "Saya tak tahu apakah ada bapak bangsa saat in",
imbuhnya. HNW kemudian masuk kepada inti ceramah dengan
tema amar makruf, nahi mungkar. Mengajak kepada kebaikan
dan mencegah yang tak baik. Sekecil apapun kebaikan
yang kita lakukan, berarti kita telah melakukan tindakan
makruf. Perbuatan makruf terasa akan lebih nikmat, kalau
dilakukan oleh seseorang yang sebelumnya terbiasa dengan
yang mungkar. Beliau mencontohkan Khalifah Umar yang
sebelum mengenal Islam banyak berbuat mungkar.
(Sayang beliau tak meneruskan, agar para koruptor
berhenti dengak kemungkarannya. Mulailah berbuat makruf)

Dalam sesi tanya jawab. HNW menjawab tanya pertama
tentang latarbelakangnya. Dijawab bahwa beliau adalah anak
desa di Klaten yang bercita-cita menjadi dokter. Tapi orangtuanya
lebih memilih untuk memasukkan dia ke pesantren. Dari
Gontor dia masih mencoba untuk masuk UGM/Kedokteran.
Tapi ditolak karena bukan dari SMA. Waktu ada tawaran
beasiswa ke Madinah dia juga ogah-ogahan mengikuti
test. Walaupun dalam semua strata HNW dapat predikat
cum-laude, namun kesenangannya untuk membaca
komik sejenis kopingho juga masih membayangi.
(Tak dijelaskan, apakah saat ini beliau masih suka baca
komik). "Jadinya saya saat ini, betul-betul diluar rencana
pribadi saya, ujarnya. Waktu ada ide untuk mendirikan
partai malah saya tak setuju. Ee, malah partai membawa
saya menjadi ketua MPR saat ini", tambahnya.
Pembelajaran yang dapat dipetik dari pengalaman pribadi
itu, HNW mengatakan bahwa, perjalanan hiidup ini tidak
bisa dihitung secara matematis. Ada Sang Maha Pengatur
yang lebih menentukan.

Dalam tanya kedua, bagaimana dan kapan bangsa ini
keluar dari keterpurukannya, HNW menukas, hendaknya
itu kita tanya kepada diri kita sendiri. Setiap anak bangsa
harus memulai dari diri sendiri. Kalau setiap individu
telah memulai memperbaiki diri saat ini juga. Maka jawaban
kapan bangsa ini menjadi baik, akan bisa terbayang. Namun
kalau kita hanya bisa bertanya tanpa berbuat, jangan
diharap bangsa ini akan berubah. Jadi, perubahan itu
harus dimulai dari diri sendiri, kemudian mengajak orang
lain secara bijak dan sabar. Dan satu lagi yang penting,
harus istiqomah (konsisten).

Tanya terakhir tentang isu separatis di Aceh. HNW mengatakan
Aceh harus tetap dalam NKRI. Sekali Aceh lepas, maka yang
lain akan segera menyusul. Berbagai pendekatan dengan tokoh
GAM terus dilakukan. Aceh memang harus diberi hak-hak
khusus, tapi tetap dalam NKRI.

Majlis Subuh akhirnya ditutup oleh Dubes dengan ajakan
untuk sarapan yang telah disiapkan oleh ibu Sumadi.
Seorang jamaah nyeletuk pada Dubes: "Kalau setiap
minggu ada jamaah subuh (di Tilden), bagus juga pak!".
Boleh-boleh, jawab dubes.  (Menyusul, dengan HNW di airport)



____________________________________________________

Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

Kirim email ke