Pilar-Pilar Pembentukan Komunitas Muslim 
Oleh M. Syamsi Ali
 
Terbentuknya komunitas Islami atau masyarakat Muslim adalah salah satu
tujuan 
primer dari ajaran Islam. Al Qur'an sendiri memberikan perhatian yang sangat

besar dalam upaya pembentukan komunitas tersebut. Ada minimal tiga kata yang

dipakai oleh Al Qur'an untuk mengekspresikan makna "komunitasEdan
urgensinya:
 
Pertama: Jama'ah. Kata ini (al jamaa'ah) tidak ditemukan secara langsung 
dalam Al Qur'an. Tapi kata-kata yang berhubungan dengannya disebutkan
berulang 
kali, khususnya ketika menggambarkan urgensi "berjama'ahE(kerjasama dan 
persatuan). Kata "jam'anEatau "jamii'anEmewakili kata ini. Di S. Ali
Imran:
102 
misalnya disebutkan: "Dan berpegang teguhlah kamu semua kepada tali agama 
Allah". Kata "jamii'an pada ayat ini mengindikasikan urgensi "jamaa'ah dalam

kerangka pengabdian dan komitmen kepada kebenaran (Dien). 

Kendati tidak disebutkan secara langsung dalam Al Qur'an, tapi hadits-hadits

Rasulullah memuat hal ini dengan tegas. Lihat misalnya hadits yang
mengatakan: 
"Tangan (pertolongan) Allah itu ada pada jama'ah". Bahkan lebih tegas 
rasulullah menjelaskan dalam sebuah hadits, meninggalkan jamaa'ah sama
dengan 
meninggalkan agama itu sendiri. 
 
Uniknya, kata "jamaa'ahEterdiri dari 4 huruf, yaitu Jiim, Miim, 'Aiin, dan 
Thoo Marbutoh. Jika keempat huruf ini disusun ulang untuk menemukan kata
lain 
dalam bahasa Arab, maka akan terbentuk sebuah kata baru "Majaa'ahEyang 
berarti "paceklik atau kelaparanE Hal ini tentunya merupakan indikasi kuat,

bahwa hilangnya kehidupan berjama'ah dari kalangan umat akan membawa
konsekwensi 
pahit berupa "majaa'ahEatau paceklik dan kelaparan. Hal ini tentunya bagi 
umat Islam bukanlah hal aneh, mengingat mayoritas umat sekarang ini hidup
dalam

suasana paceklik dan kelaparan. 
 
Kedua: Ummah. Kata ini (ummatun) merupakan kata terbanyak untuk memaknakan 
komunitas atau masyarakat. Lebih dari 64 kali kata "ummahEdisebutkan dalam
Al 
Qur'an. 
 
Kata ummah memiliki dua akar kata lainnya, yang sangat berhubungan erat
dalam 
pemaknaan. Yang pertama adalah "ummunEyang berarti ibu dan yang kedua 
adalah "ImaamEyang berarti pemimpin. Kedua kata yang berakar sama dengan
kata 
ummah memiliki makna yang khusus. 
 
Ummah berakar kata sama dengan "ummunEkarena memang komunitas (ummat) bagi 
semua anggota masyarakat adalah ibu. Dari ibu hadir dan kepada ibu kita 
memiliki ketergantungan yang erat. Anggota ummah terhadap komunitasnya
adalah
ibarat 
anak terhadap ibunya. Ada ketergantungan yang erat, dan tidak mungkin 
terpisahkan. 
 
Sementara ummah berakar kata satu dengan imam karena imam adalah sosok 
pilihan dan unggul dari sekian banyak anggota masyarakat. Dia akan menjadi
uswah dan 
contoh serta memiliki kwalitas yang istimewa yang menjadikannya unik dari 
anggota masyarakat lainnya. Dalam konsepsi imam shalat misalnya, Rasulullah 
mengatakan: "Yang terbaik bacaannya dan yang paling berilmu dalam haditsE 
Artinya, seorang imam itu adalah yang "the bestEdari semuanya. Dari sinilah

dipahami bahwa ummah ini seharusnya memang menempatkan diri sebagai
"imamEdari

umat-umat yang lain. Tentu dengan kwalifikasi-kwalifikasi yang seharusnya 
dimiliki. 

Ketiga: MalaE Kata ini (al malaE berarti sekolompok elit dalam sebuah 
tatanan masyarakat tertentu. Hampir semua Nabi selalu berhadapan kaum
malaEini. 
MalaEFir'aun, Tsamud, 'Aad, dll., semuanya digambarkan sebagai masyarakat 
elit yang menjadi tangan kanan para pemimpin. Barangkali, jika kata ini 
diaplikasikan dalam sistim Islam, maka mereka adalah "Dewan SyuroE(Majlis
al 
mustasyaar) dalam tatanan kepemimpinan umat. 
 
Uniknya juga, kata malaEini terangkai dari tiga huruf: "Miim, Laam, dan 
HamzahE Jika ktiga huruf ini direkontraksi kembali, maka akan terlahir kata

lain, yaitu "alamunEyang terdiri dari tiga huruf juga: "Hamzah, Laam, dan
MiimE. Kata "alamunE(bukan dimulai dengan huruf 'Ain) bermakna "kepedihan
atau 
keperihanE Hal ini juga merupakan indikasi kuat, bahwa gagalnya umat
membentuk

"mala'" dari kalangan elit yang beriman, akan melahirkan konsekwensi
Ekepedihan dan penderitaanE Hal ini bukan sebuah yang baru dalam realita
kehidupan 
umat saat ini. 
 
Lalu apa saja pilar-pilar pembentukan masyarakat Muslim itu? 



----------------------------------------------------------------------------

Lalu apa saja pilar-pilar pembentukan masyarakat Muslim itu?
 
Untuk terbentuknya sebuah masyarakat Muslim yang islami dan solid,
diperlukan 
beberapa hal yang merupakan fondasi atau pilar masyarakat Muslim tersebut. 
Tanpa pilar-pilar ini masyarakat Muslim boleh saja terbentuk, tapi terbentuk
di

atas yang rapuh dan dapat runtuh dengan mudah. Sebaliknya, dengan
pilar-pilar 
yang akan disebutkan berikut ini, akan terbangun masyarakat yang tidak saja 
islami secara "natureEtapi juga solid dalam bangunan dan strukturnya. 
 
Pertama:   Soliditas dan Implementasi Imani
 
Pilar pertama dan utama dari pembentukan masyarakat Muslim adalah penguatan 
iman sekaligus implementasi akidah dalam berberbagai bentuk pengabdian 
(ibaadaat). Iman bagi masyarakat Muslim adalah dasar dari segala yang
terkait
dalam 
hidupnya. Semua prilaku dan karya manusia Muslim bermuara dari iman yang
kokoh 
dalam hatinya. Iman dan amal baginya ibarat pohon dan buahnya. Iman tanpa
amal 
ibarat pohon tanpa buah. 
 
Berbicara mengenai iman memang terkait dengan dua cabang yang tidak 
terpisahkan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Iman itu bukanlah khayalan
dan 
angan-angan semata. Melainkan apa yang tertanam kuat dalam hati dan
dibenarkan
oleh 
amalE(hadits). Artinya, iman itu memiliki dua entity yang tidak
terpisahkan. 
Pertama adalah entitas spiritual, dan yang kedua adalah entitas physical. 
 
Entitas spiritual iman adalah hadirnya keyakinan yang kokoh akan kebersamaan

Allah bersama kita (ma'iyatuALLAh) di setiap masa dan ruang. Kapan dan di
mana 
saja akan terasa dibimbing, diayomi, dinaungi, dan sekaligus diawasi oleh 
Allah SWT. Pengayoman dan pengawasan ini akan melahirkan sebuah kekuatan
dahsyat, 
yang selanjutnya akan berpengaruh dalam sikap dan prilaku seorang Mu'min. 
 
Kesadaran akan "pengayoman IlahiEinilah yang menjadikan Rasulullah SAW 
tenang dalam menghadapi berbagai masa-masa sulit dalam hidupnya. Kita
diingatkan 
oleh sejarah di saat beliau tertidur dalam sebuah peperangan sedangkan
pedang 
beliau terlepas dari genggamannya. Pedang itu kemudian diambil oleh seorang 
musuhnya lalu diletakkan di leher beliau dan dengan lantang mengatakan:
"siapa 
yang akan menyelamatkan kamu lagi wahai Muhammad?E Beliau dengan kekuatan
iman

menjawab tanpa ragu: "Allah SWT. Dialah yang akan menyelamatkan akuE 
Dahsyatnya kekuatan iman ini menjadikan sang musuh itu gemetar dan tiba-tiba
saja 
pedang tersebut terjatuh dari tangannya. Rasulullah mengambil pedang
tersebut
dan 
diarahkan kepadanya dan bertanya: "siapa yang akan menyelamatkan kamu 
sekarang ini?E Musuh itu dengan lemas menjawab: "hanya engkau wahai
MuhammadE

 
Rasulullah SAW yang berhati mulai itu melepaskan musuh tersebut tanpa 
menyakitinya sedikitpun. Menerima reaksi Rasulullah yang mulia itu, hatinya
tiba-tiba 
melunak dan akhirnya menerima hidayah Allah SWT. Tanpa berinjak dari 
tempatnya dia mengakui keluhuran Rasulullah dan mengatakan: "Asy-hadu an laa
Ilaaha 
illa Allah wa asy-hadu annaka RasulullahE(Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan 
selain Allah dan saya bersaksi bahwa engkau wahai Muhammad adalah Rasul
Allah).

 
Kita juga diingatkan juga peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW bersama sahabat

dan mertuanya, Abu Bakar r.a. Malam yang menegangkan itu adalah malam yang 
sangat menentukan langkah-langkah perjuangan selanjutnya. Sementara
Rasulullah 
bersiap-siap untuk perjalanan jauh itu, para algojo pilihan dari kalangan 
suku-suku Arab juga bersiap-siap untuk menebas leher Rasulullah SAW. Beliau
keluar 
dari rumah di tengah-tengah kepungan algojo dengan "Nasrun min AllahE
Beliau 
kemudian berjalan ke arah berseberangan dengan arah Madinah, demi mengecoh 
para algojo tersebut. Yaitu arah sebuah gua yang dikenal dengan gua Tsur. 
 
Di gua Tsur inilah beliau beristirahat dengan sahabat dan mertuanya, Abu 
Bakar. Baru saja beliau beristirahat, tiba-tiba para algojo itu sampai juga 
dihadapan gua tersebut. Untunglah, Allah memerintahkan seekor burung dan
laba-laba 
untuk bersarang di pintu gua tersebut, sehingga mereka tidak percaya jika 
Rasulullah telah melewati pintu gua itu. 
 
Namun demikian, Abu Bakar tetap gelisah. Beliau bahkan menangis bertetesan 
airmata. Ketika ditanya oleh rasulullah, apa gerangan yang menjadikannya 
menangis, beliau menjawab: "Mereka di depan pintu wahai rasulullah. Jika
mereka

menengok ke dalam, niscaya mereka akan melihat kitaE Rasulullah, dengan
iman
yang 
solid dan dengan segala kemantapan keyakinan, menjawab dengan tegas: "Wahai 
Saudaraku, jangan sedih dan khawatir karena sungguh Allah bersama kitaE 
 
Soliditas iman dan ketenangan sikap dalam menghadapi permalasahan inilah
yang 
digambarkan dalam Al Qur'an: "Dan ketika mereka berdua bersama sahabatnya 
dalam gua itu, ketika dia berkata kepada sahabatnya "jangan sedihEsungguh 
Allah bersama kita. Maka Allah menurunkan kepada kepadanya "sakinahEdan 
dikuatkannya dengan tentara-tentara yang belum pernah kamu lihatEE(ayat). 
 
Soliditas iman dalam hati juga mengingatkan kita akan Musa AS, ketika
membawa 
pengikutnya melarikan diri dari kejaran Fir'aun. Di saat itu Musa membawa 
pengikutnya melarikan diri dari kejaran Fir'aun dan tentaranya. Ketika 
tersudutkan, laut Merah di hadapan mereka, sementara Fir'aun dan pasukannya
semakin 
dekat dari belakang mereka, pengikut Musa panik luar biasa. Bahkan diantara
mereka 
ada yang meminta untuk kembali ke rumah masing-masing, dan biarkan mereka 
terbunuh asal dalam keadaan menikmati dunianya. 
 
Tapi Musa adalah sosok yang memiliki iman yang kokoh. Beliau tidak takut dan

panik sedikitpun, bahkan dengan tegas mengatakan, seperti yang disampaikan 
oleh Al Qur'an: "Wahai kaumku, sungguh Tuhanku bersamaku. Dan Dia akan 
memberikan petunjuk kepadakuE Saat itu juga Allah mewahyukan kepadanya
untuk 
memukulkan tongkatnya ke laut, dan tiba-tiba saja laut Merah itu terbelah
menjadi 12 
belahan. Mereka, Bani Israel, yang berjumlah dua belas suku besar itu,
segera 
memasuki belahan lelautan itu dan menyelamatkan diri dari kejaran Fir'aun.
Di 
belakang mereka Fir'aun turut memasuki lautan itu, tapi ketika mereka sedang

berada di tengah-tengah lautan, airpun menyatu kembali dan tenggelamlah
Fir'aun

dan tentaranya dalam keadaan hina. 
 
Kisah Musa ini menjelaskan betapa kekuatan iman adalah solusi yang paling 
dahsyat. Tak akan ada solusi dalam kehidupan manusia beriman, jika iman
hanya 
sebatas leher belaka. Pengakuan di bibir yang tidak diselami oleh kedalaman
jiwa 
tidak akan memberikan dampak apa-apa sedikitpun. 
 
Dahsyatnya kekuatan iman juga mengingatkan kita akan cerita Nabi Yusuf. 
Seorang pemuda yang ganteng dan tumbuh besar dalam peliharaan istana. Ketika

mencapai masa dewasa dan pertumbuhan yang mencengangkan, isteri raja rupanya
jatuh 
hati dengan ketampanan Yusuf itu. Maka di suatu hari ketika raja sedang jauh

dari istana, sang isteri menggoda Yusuf untuk melakukan "kekejianEbahkan 
berusaha memaksanya. Ayat Al Qur'an sendiri memberitahukan: "Sungguh dia 
(perempuan itu) tertarik dengannya dan dia (Yusuf ) juga tertarik dengannya.
Kalaulah 
bukan karena dia (Yusuf) melihat cahaya Tuhannya. Begitulah kami menjaganya 
dari kejahatan dan kekejian. Sungguh dia termasuk hamba-hamba kami yang
ikhlasE
(S. Yusuf). 
 
Melihat sinar Tuhan. Itulah ungkapan Al Quir'an tentang yusuf yang memiliki 
iman yang kokoh. Dia terselamatkan dari godaan wanita cantik dan
berpengaruh. 
Tapi imanlah yang menjadikannya mampu terhindar dari perlakukan keji itu. 
Sungguh benteng iman adalah benteng terkuat dari berbagai godaan syaitoniyah

kehidupan ini. 
 
Berbagai kisah dalam sejarah Islam, seperti kisah anak gembala di zaman
Umar. 
Kisah seorang putri dan ibunya yang penjual susu (yang kemudian menjadi
nenek 
dari Umar bin Abdul Aziz). Semua ini mengingatkan kita akan kedahsyatan iman

dalam membetuk prilaku individual. Dan dari prilaku individual inilah yang 
kemudian terjalin dalam anyaman masyarakat Islami yang kuat. Masyarakat yang

dalam setiap keputusannya, baik pada tataran individu anggotanya maupun pada

tataran "collective decisionEselalu bermuara dari pancara iman yang tajam. 
Masyarakat yang memiliki dasar iman yang kokoh, dan terimplementasikan dalam
prilaku 
dan berbagai kebijakan akan menjadi bangunan masyarakat yang tangguh. 


_____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke:
http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

Reply via email to