Pendidikan Indonesia dan Alice in Wonderland Maukah anda menunjukkan kepada saya, kemana saya harus pergi dari sini? Alice bertanya. Jawabannya sangat tergantung kemana anda mau pergi, kata si Kucing, Aku tak perduli kemana saja, asal pergi dari sini jawab Alice lagi, Kalau demikian, tak jadi masalah, arah kemana saja anda pergi, anda tinggal melangkah cukup lama dan anda pasti akan sampai kata si Kucing lagi.
Kisah Alice in wonderland yang sederhana ini punya nilai yang cukup relevan untuk kita amati dalam konteks kehidupan kita. Ambillah kisah diatas untuk sistim pendidikan kita, maka kita mungkin akan menemukan situasi yang sama seperti yang dihadapi Alice. Dimana paska reformasi, kita bagaikan Alice yang terjebak di dalam sebuah lubang yang penuh dengan berita tentang betapa buruknya kualitas anak didik kita, Ada berita yang mengatakan hasil pendidikan kita berada jauh dibawah negeri jiran, Malaysia, yang di tahun tujuh puluhan siswa dan guru mereka belajar ke negri kita. Atau berita yang lebih memprihatinkan bahwa hasil pendidikan kita juga masih dibawah Vietnam, sebuah negeri yang baru lepas perang di awal tujuh puluhan. Hasil pendidikan merupakan cerminan dari sistim pendidikan centang perentang yang ada dinegri kita ini. Secara alami kita merespons, yaitu dengan merubah kurikulum pendidikan, merubah sistim sentralisasi, menghapus Ebtanas sampai ada yang membuat homescholling sebagai alternatif pendidikan. Segala daya dikerahkan agar kita keluar dari lubang gelap, dan menuju ke sebuah tempat yang baru.yang sayangnya belum ditentukan. Seiring waktu berlalu, masyarakat yang rajin protes sementara diam, berharap proses yang sedang berjalan akan bisa menghantarkan kita menuju tempat yang baru. Namun sayangnya karena tujuan tempat yang baru itu tidak dinyatakan dengan jelas, dan masyarakat juga tidak tahu dimana tempat yang baru itu, setelah berjalan cukup lama, melelahkan serta cukup banyak menghabiskan ransum, ternyata kita mungkin akan sampai pada tempat yang sama gelapnya dan sama bisingnya dengan tempat yang lama (tentunya dengan kemungkinan mendapatkan tempat yang lebih gelap dan lebih bising). Kita merasa sudah berbuat banyak dalam memajukan pendidikan, namun kita lupa menentukan visi kemana tujuan pendidikan kita sehingga, seberapa cepat dan lebar langkah kita serta arah mana yang diambil ternyata tidak banyak berarti. Yang memang tidak pernah sampai kepada masyarakat adalah Visi mau jadi apa anak anak didik kita setelah menjalani pendidikan enam tahun di tingkat SD, tiga tahun di tingkat SLTP, tiga tahun di tingkat SLTA dan beberapa tahun lagi ditingkat PT. Dengan merubah kurikulum, dengan merubah sistim pendidikan dan sebagainya tentu akan berdampak pada kualitas anak didik, namun apakah hasil/kualitas itu yang memang kita inginkan, itu yang menjadi inti pertanyaan saat ini. SEMUA PENDIDIKAN HARUS BERSUMBER DARI GAMBARAN MASA DEPAN. JIKA GAMBARAN MASA DEPAN YANG DIYAKINI MASYARAKAT MELENCENG JAUH, MAKA SISTIM PENDIDIKAN TELAH MENGHIANATI KAUM MUDA ALFIN TOFLER Alfin Tofler dalam triloginya mengatakan bahwa seting pendidikan harus bersumber pada peran apa yang hendak diraih di masa depan bagi kaum muda. Jika gambaran masa depan yang diyakini oleh masyarakat tidak sesuai dengan kenyataannya, padahal sistim pendidikan telah diarahkan berdasarkan keyakinan tersebut maka maka sistim pendidikan tersebut akan menghianati kaum muda. Apabila setelah lulus ternyata kompetensi yang diyakini akan mampu membawa anak muda menghadapi persaingan serta menjawab permasalahan dunia tersebut usang dan tak berguna maka segala persiapan waktu biaya serta usaha yang telah dipakai untuk mencapai sebuah kompetensi menjadi sia sia. Kepemimpinan pada sekolah harus mampu memberikan visi mengenai target pendidikan apa yang hendak diraih dan ini merupakan merupakan prasyarat dalam pembentukan sebuah sekolah. Visi tersebut yang dapat dibuat sendiri bagi para pemimpin yang memiliki visi atau pandangan jauh kedepan, atau difikirkan secara kolektif bersama komunitas dunia industri. Visi yang terbentuk harus dapat diuji apakah merupakan sebuah visi yang dapat dicapai atau hanya merupakan mimpi atau fatamorgana yang hanya indah dalam angan angan namun tak bisa dibuktikan. Diperlukan kriteria kemimpinan yang jelas, bukan dari sisi manusia tetapi juga dari segi fokus arahan serta target masing masing elemen yang berpengaruh dalam pembentukan sebuah sekolah. Pendefinisian visi tentunya membutuhkan kepekaan dari para bapak bangsa yang dapat mengerti apa yang dibutuhkan negara ini di tahun tahun mendatang. Negara jiran kita, Malaysia dengan segala kelemahan dan kelebihannya mencoba membuat sebuah visi masyarakatnya di tahun 2020, dan dengan visi tersebut, pengembangan SDM, bisnis dan sosial berorientasikan. Dulu sebelum reformasi kita masih punya PELITA sebagai gambaran langkah strategis baik dibidang pendidikan maupun yang lainnya, namun justru setelah reformasi kita kehilangan arah dan tak punya target kemana akan pergi. Keberadaan sebuah visi sangat penting, sebab dengan adanya visi maka masyarakat bisa melihat kemana arah perencanaan serta mampu menilai kinerja serta seberapa jauh keberhasilan yang dicapai. Sebagai mana sebuah kesebelasan mempunyai target gawal yang hendak dijebol, maka segala strategi dan taktik dikerahkan untuk mencapai target menggoalkan bola ke gawang lawan. Para praktisi pendidikan seringkali engan untuk berbicara visi pendidikan entah mungkin karena takut dibilang menghayal atau atau takut dibilang tak membumi sementara permasalahan praktis memang telah menunggu dihadapannya atau memang phobi karena adakalanya visi cuma semata merupakan sekedar jargon jargon yang hanya manis di bibir saja yang tak pernah menjadi cetak biru strategi pencapaian visi Padahal dengan berbicara visi pendidikan, kita bisa menyamakan agenda dan mensinergikan strategi serta upaya pada kurun waktu tertentu. Kebutuhan zaman yang selalu berubah, visi yang kita bilang di tahun sembilan puluhan belum tentu sesuai sepuluh tahun kemudian. Saat ini semua berkata informasi adalah vital dan harus dikuasai sehingga semua sekolah kalau bisa mengajarkan proses pengolahan informasi dengan pengggunaan komputer, namun dimasa datang, apakah ini akan terus dikejar ?. Sebuah prediksi tentang masa depan yang dilansir oleh Nomura Institute mengatakan " Kreatifitas akan menjadi foukus pada aktifitas ekonomi yang menggantikan fokus pada informasi saat ini (secara historis aktifitas ekonomi yang dominan dalam kehidupan manusia adalah agrikultur, produksi industri, dan informasi) Dalam konteks prediksi seperti ini, mampukah kita mengukur sejauh mana kesiapan serta mengidentifikasi kelemahan yang ada dalam pendidikan kita. Kalau kita mau melihat sistim pendidikan yang ada saat ini maka jelas sekali kita tidak punya misi, serta strategi dalam menyemaikan kreatifitas kepada anak didik. Kita malah kita lebih terbelenggu dengan kesan bahwa sekolah bagus karena berhasil menerapkan disiplin yang membabi buta. Seolah olah anak adalah sekumpulan barang industri, yang dikembangkan tanpa melihat kapabilitas serta keadaan si anak. Kreatifitas sebagai sumber solusi di masa datang mati prematur karena kebekuan dan kedisiplinan dari mesin mesin industri sekolahan. Dengan standarisasi yang kaku, sekolah sekolah dibuat statistik dan dibanding bandingkan. Padahal kebutuhan pendidikan di wilayah laut dengan di pegunungan serta di perkotaan berbeda. Namun untuk kepentingan standarisasi dan statistik maka semuanya dipukul rata. Penilaian keberhasilan sekolah hanya sebatas sejauh mana anak mampu menelan dan memuntahkan kembali jargon jargon ilmu pengetahuan, bukan dari keberhasilan mendidik anak yang manusiawi yang mampu memahami dan menggunakan ilmu sesuai dengan kebutuhannya. Sangat jelas... kita memerlukan seorang bapak bangsa yang mampu membuat sebuah formulasi visi jenis manusia indonesia yang bagaimana yang akan dibentuk dari sebuah sistem pendidikan Selanjutnya formulasi visi serta misi yang indah harus menjadi menjadi payung berdirinya sebuah organisasi/institusi endidikan. Dalam mencapai visi serta misi tersebut maka berbagai teori organisasi dikembangkan. Menyusul kemudian perlunya pembuatan strategi rencana agar organisasi mampu memiliki kinerja yang baik. Ada banyak metoda yang ada pada teori organisasi untuk mencapai kinerja yang baik namun tak banyak yang langsung berhubungan dengan sebuah organisasi pendidikan. salah satu metoda penilaian kinerja pendidikan yang baik dicanangkan oleh Malcolm Baldrigde Award yang memiliki tujuh benang merah dalam menilai sebuah sekolah yang baik dan berkualitas 1. Amati kepemimpinan dalam sekolah kapabilitas serta komitmen dalam mencapai visi/misi 2. Amati keberadaan dari perencanaan strategis dalam mencapai visi/misi 3. Amati orientasi terhadap siswa dan pihak terkait serta fokus pada segmen yang dituju 4. Amati bagaimana sekolah melakukan pengukuran, analisis serta pengelolaan pengetahuan 5. Amati bagaimana sekolah memperlakukan para staf pengajar dan administrasi 6. Amati proses manajemen yang ada dalam sekolah 7. Amati hasil kinerja organisasi sekolah tersebut apakah sesuai dengan visi misi serta milestone yang telah digariskan.. mudah mudahan, dengan visi yang jelas kita tidak bingung, lagi mau dibawa kemana anak bangsa ini. wassalam a riza wahono -------------------------------------------------------------- Website: http://www.rantaunet.org ========================================================= * Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting * Posting dan membaca email lewat web di http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages dengan tetap harus terdaftar di sini. -------------------------------------------------------------- UNTUK DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan Reply - Besar posting maksimum 100 KB - Mengirim attachment ditolak oleh sistem =========================================================