Assalamualaikum ww
   
  Sejarah telah memperlihatkan kepada kita bahwa kepentingan politik sangat 
riskan untuk digeluti namun tanpa suatu kebijakan politik permainan para elit 
tidak seru jadinya, demikian pula dengan Raden Wijaya yang berharap dengan 
mengawini ke-empat putri Kartanegara plus Putri Melayu akan memuluskan 
kekuasaannya ternyata tidak sepenuhnya pilihan yang tepat, gejolak politik 
tetap saja ada korupsi kolusi dan nepotisme jalan terus, pelanggaran sumpah 
jabatan dan kode etik profesi mulus sebagaimana biasa dari sekarang sejak zaman 
dahulu bahkan seorang Raden Wijaya sang petinggi Mojopahit itu berkutat 
disekitar masalah2 tersebut
   
  Begitu Raden Wijaya mangkat 1309 Dara Petak tanggap dan bereaksi cepat 
hasilnya Raden Kala Gemet putranya naik nobat, namun warisan sang ayah berupa 
sikon politik yang belum stabil membuat Raden Kala Gemet disibukkan dengan 
berbagai kudeta dan pembrontakan lihat saja seperti Rangga Lawe (1309) di 
Tuban, Juru Demung (1313), Gajah Biru (1314), Nambi (1316) dan yang terberat 
Kuti (1319) yang memaksa Raden Kala Gemet bersama Gajah Mada seorang prajurit 
Paspampres mengungsi ke Bedander dan setelah berkoordinasi istana dapat direbut 
kembali dan Kuti dead
   
  Pelanggaran kode etik profesi dan malpraktik bukan baru sekarang ada, tidak 
kurang tahun 1328 Raden Kala Gemet tewas ditangan Mpu Tancha seorang tabib 
istana, Gajah mada yang baru dipromosikan sebagai Kepala Bayangkara Istana 
membunuh sang tabib (tidak pasti apakah ini sebuah konspirasi lawan2 politik 
Raden Kala Gemet, wallahualambissawab)
   
  Karena Raden Kala Gemet tidak mempunyai turunan, mantan permaisuri Raden 
Wijaya Diyah Gayatri mengambil alih tahta yang kemudian dengan dalih tidak 
ingin mencampuri urusan duniawi, menyerahkan tahta kepada putrinya Raja Patni 
dengan gelar Tribhuana Tungga Dewi Jayawisnu Wardhani (1328 1350), tamatlah 
karir “Nak rang Sijunjuang langseknyo manih” dikeraton Mojopahit … upps.. masih 
ado ciek lai .. “Pangeran Arya Adhityawarman”  
   
  Mantan Panglima Ekspedisi Pamalayu Ksatrya Mahesa Kebho Anabrang yang sudah 
amat dikenal keluarga Istana Darmasyraya memilih tidak kembali ke Mabes di 
Mojopahit dan sebagai kesatria berkepandaian tinggi lebih memilih langlang 
buana seantero Tanah Melayu, biasalah hobinya orang2 semacam ini menjajal ilmu 
adu kepandaian, se-kali2 muncul lagi di ibukota Darmasyraya 
   
  Dara Jingga memaklumi kalau panglima Anabrang yang guanteng ini naksir berat 
padanya namun sebagai seorang putri raja dan istri raja Mojopahit perasaan 
semacam ini ditepis jauh2 walau diakui dalam hati bahwa sang panglima cogan 
(cowok ganteng) juga tuh, terpikir dalam benaknya untuk menguji tingkat 
kebolehan sang panglima agar dapat diberdayakan karena akan banyak orang2 
berkepandaian seperti ini dibutuhkan kelak
   
  Gemblengan dan latihan  selama ini tidak sia2, kemampuan Dara Jingga ternyata 
masih setingkat diatas Kebho Anabrang hanya saja Kebho Anabrang lebih kaya 
pengalaman bertarung sehingga mampu bertahan dari jurus2 lihai Dara Jingga 
hingga Kebho Anabrang kewalahan dan mengakui keunggulan sang Putri Melayu ini, 
sesuai dengan “kalang batang” (perjanjian) sebelumnya Kebho Anbrang menjadi 
abdi Dara Jingga
   
  Baginda Mauliwarmadhewa menyadari sudah saatnya mendelegasikan sebagian tugas 
wewenang dan tanggung jawab kepada anak2nya, salah seorang anak laki2nya dari 
istri yang lain dipercayakan menjadi Khuraja (raja muda / wakil raja) untuk 
Rantau Kuantan (sekarang Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau) sedangkan 
Dara Jingga ditempatkan dikawasan seputaran gunung Merapi
   
  Naluri kewanitaannya menunjuk lokasi yang dipilihnya sendiri, sebuah dataran 
yang indah sejuk dan harum ditumbuhi berbagai bunga warna warni dilokasi inilah 
rombongan Dara Jingga mendirikan istana
   
  Sepeninggal ayahanda Mauliwarmadhewa (1297) pusat Kerajaan Melayu berpindah 
ke Istana Dara Jingga di Tanjung Bunga, Pangeran Adityawarman sering 
mengunjungi ibunya Dara Jingga saling bertukar informasi politik terkini 
terutama kebijakan terhadap daerah2 takluk Mojopahit namun satu hal adalah 
bahwa Kerajaan Melayu ini tidak pernah menjadi daerah takluk Mojopahit yang 
jelas antara keduanya masih memiliki ikatan emosional
   
  Masih ingat dengan maha resi dari Tembok Besar China yang menggembleng 2 
gadis Dara Petak dan Dara Jingga beberapa waktu lalu? Maha Resi tidak datang 
sendiri ke Istana Darmasyraya bersamanya seorang bocah kecil 6 tahunan yang 
dipungut Maha Resi disebuah perkampungan nelayan yang baru saja diobrak abrik 
sekelompok bajak laut kejam, bocah yang sedang menangisi jenazah kedua orang 
tuanya korban keganasan bajak laut tersebut diselamatkan dan turut bersama sang 
maha resi sebagai anak angkatnya, bocah ingusan tersebut sekarang memiliki 
kepandaian tinggi yang tidak bisa dianggap enteng, itung2 masih adik 
seperguruan Dara Petak dan Dara Jingga, si “Selamat Panjang Gombak” demikian 
biasa dipanggilkan anak China ini, bersama mantan Panglima Pamalayu Ksatriya 
Mahesa Kebho Anabrang yang kini dipanggil “Palimo Si Barakat” sama2  mengabdi 
di Istana Dara Jingga di Tanjung Bunga Pagaruyung  
   
  Era pemerintahan Raja Patni Tribhuana Tungga Dewi Wisnuwardhani (1328 1350) 
stabilitas politik Mojopahit semakin pulih, 2 orang yang sangat menonjol 
karirnya adalah Gajah Mada yang memegang jabatan Maha Patih yang kemudian 
terkenal dengan “Sumpah Palapa” dan Pangeran Adhityawarman yang ditugaskan 
sebagai “Khuraja” (wapres) dan bertanggung jawab untuk daerah takluk Mojopahit 
bagian barat, walaupun Adhityawrman adalah saudaranya se-ayah namun sikap hati2 
Tribhuana yang telah dibisiki “si-tukang bisik”, menetapkan Mabes Adhityawarman 
didaerah eks Sriwijaya (Palembang), hal ini dimaklumi Adhityawarman sebagai 
usaha pusat untuk mengucilkan dirinya yang masih keturunan Melayu, setelah 
mendapat masukan dari Ibunda Dara Jingga ia memindahkan Mabesnya ke Pagaruyung 
yang lebih dekat dan strategis untuk mengawasi lintas ekonomi pantai barat 
Sumatera terutama membendung pengaruh Kerajaan Islam Samudra Pasai Aceh dari 
utara
   
  Dara Jingga merasa sudah saatnya menyerahkan tahta Kerajaan Melayu Pagaruyung 
kepada anaknya Adhityawarman (1347 1375) dan selanjutnya lebih berperan sebagai 
Penasehat Kerajaan dan sejak itu Adhityawarman mengklaim diri sebagai Maharaja 
Diraja Melayu Swarna Bhumi Pagaruyung yang langsung direspons Tribhuana Tungga 
Dewi dengan mengirimkan pasukannya namun dapat dipukul mundur oleh pasukan 
Adhityawarman
   
  Hayam Wuruk menggantikan tahta ibunya Tribhuana Tungga Dewi (1350 1389) 
dizaman ini Mojopahit mencapai zaman ke-emasannya, seorang lagi prajurit karir 
dengan prestasi gemilang “Mpu Nala” sang Panglima Angkatan Laut Mojopahit 
“Yales Veva Yaya Mahe” meluaskankan takluk Mojopahit hingga ke Campa, 
Semenanjung Melaka, Borneo, Filipina hingga Maluku yang gudang rempah2 itu; 
pelabuhan2 seperti Semarang, Tuban, Gresik, Canggu, Surabaya ramai didatangi 
armada dagang dari berbagai penjuru
   
  Namun setelah peristiwa Bubat “Banjir darah di Pajajaran” dimana rencana 
politik Hayam Wuruk menaklukan Tanah Pasundan Pajajaran lewat perkawinan dengan 
Putri Diyah Pitaloka yang gagal itu, Gajah Mada yang malu karena bertindak 
diluar SOP (standard operating procedures) menghilang dari percaturan politik 
Mojopahit (1364) dan sejak itu Mojopahit berangsur mundur, daerah2 melepaskan 
diri dari kontrol pusat, beberapa catatan menyatakan bahwa penduduk daerah 
pesisir utara pulau Jawa telah banyak yang memeluk Islam        
   
  Adhityawarman menguasai lintas perdagangan dan pelabuhan2 sepanjang pantai 
barat Sumatera dan pesisir timur terutama Jambi namun usaha untuk menguasai 
Palembang dan Selat Sunda di-bayang2i armada Mojopahit demikian pula usaha 
menguasai jalur Selat Malaka tidak sepenuhnya berhasil karena telah lebih dulu 
dikuasai armada2 Kerajaan Islam Samudera Pasai Aceh yang telah berkuasa sejak 
abad ke 12 namun satu hal yang perlu dicatat bahwa daerah takluk Kerajaan 
Melayu Pagaruyung sudah meliputi sebagaian besar pesisir pulau Sumatera kecuali 
Aceh yang dikuasai Pasai. Adhityawarman digantikan anaknya Ananggawarman (1375 
1417)
   
  Setelah Hayam Wuruk meninggal terjadi rebutan kekuasaan antar kerabat istana, 
Wikramawardhana (1389 1429) menantu Hayam Wuruk tampil memegang tahta kerajaan 
Mojopahit, walaupun kehidupan politik istana masih gonjang ganjing, tahun 1409 
Mojopahit masih sempat mengirim pasukan dalam jumlah besar untuk membungkam 
Ananggawarman namun sebelum sampai ke Pagaruyung Pasukan Mojopahit sudah 
disonsong Dubalang Melayu Pagaruyung sehingga terjadi “Parang Basosoh” yang 
menelan korban besar dikedua belah fihak, sehingga lokasi bekas pertempuran 
tersebut ber-bulan2 diselimuti bau busuk menyengat jenazah prajurit yang tidak 
ter-urus yang kemudian kita kenal sebagai “Padang Sibusuk” sebuah kota 
kecamatan di-kabupaten Sawah Lunto Sijunjuang Sumatera Barat
   
  Mungkin perlu didirikan sebuah monumen untuk mengenang betapa heroiknya 
pendahulu2 kita saisuak mempertahankan negerinya atau …. Mungkin ado mamak2 
dipalanta ko yang akses ke pemda ataupun GEBU Minang bisa membicarakannya, 
lumayan, bila jeli bisa jadi income dari sektor pariwasata dan ekonomi berbasis 
kerakyatan 
   
  Sejak kapankan Kerajaan Melayu Pagaruyung ganti nama dengan Minangkabau ?
  Benarkah adu kerbau dengan kerbau Jawa hanya cerita reka-an semata ? 
  Setelah yang satu ini, Arman Bahar Peliang Malin Bendahara akan mengungkapkan 
untuk kita 
   
  Wasalam 
  abp
   
   

                
---------------------------------
Stay in the know. Pulse on the new Yahoo.com.  Check it out. 
--------------------------------------------------------------
Website: http://www.rantaunet.org
=========================================================
* Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi 
keanggotaan,
silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting
* Posting dan membaca email lewat web di
http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages
dengan tetap harus terdaftar di sini.
--------------------------------------------------------------
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan Reply
- Besar posting maksimum 100 KB
- Mengirim attachment ditolak oleh sistem
=========================================================

Kirim email ke