Assalammualaikum wr.wb

Mamak-mamak, uda uda jo dunsanak nan ambo hormati.
Ambo pernah mandapek artikel tentang tradisi tabuik di Pariaman.
Ambo sendiri kurang tau tentang sejarah Tabuik ko.
Manuruik artikel ko bahwa tradisi Tabuik ko adolah untuk memperingati Hari
wafatnya Husain bin Ali bin Abi Thalib di Karbala
Berarti budaya tabuik ko adolah budaya ajaran Islam dari mazhab Syiah
Apokah batua sarupo itu ?

Kalaupun batua, di minangkabau ko setau ambo nan kuaik adolah ajaran
ahlussunnh wal jamaah, bahkan perang paderi di lakoni dek para ulama wahabi.
Sebagaimana nan alah dibahas juo di milis ko
Samantaro kini kito liek, ahlusunnah wal jamaah, apolai wahabi sangaiklah
batolak belakang jo syiah ko, bahkan saling bunuh2an.
Baa kok tradisi syiah tu bisa lakek, samantaro urang awak banyak nan
ahlusunnah wal jamaah?

Sagitu pertanyaan dari ambo. Baa dari sisi sejarahnyo ko.

============================================================================
Asyura di Nusantara

     Adalah tak terbantahkan bahwa Syi'ah punya pengaruh besar di Indonesia.
Selain bahwa sejarah masuknya Islam ke Indonesia diwamai ajaran Syi'ah yang
dicerminkan dalam pendirian kerajaan Islam pertama di Indonesia, Pasai,
hingga kini pun kultur Syi'ah masih kuat dalam masyarakat Islam Indonesia,
terutama di kalangan Muslim tradisional. Ritual tahlil, maulid, haul,
tawasul, ziarah kubur dan sebagainya yang mengakar luas dalam masyarakat
Islam Indonesia, betapapun tak persis sama seperti yang dilakukan masyarakat
Syi'ah, tetapi tidak dapat ditolak bahwa ia terpengaruh oleh tradisi
keagamaan masyarakat Syi'ah, sehingga populer ucapan Gus Dur bahwa NU
meskipun menganut ajaran Ahlu Sunnah wa Jama'ah tapi secara kultural adalah
Syi'ah. 
        Di antara tradisi keagamaan yang meskipun tidak dapat dibilang
sebagai tradisi Syi'ah mumi karena hampir semua ummat Islam menjunjungnya
atau paling tidak pemah menaruh perhatian kepadanya yang hingga kini terus
dilakukan masyarakat Islam Indonesia dengan sesuatu dan lain cara ialah
peringatan wafat atau syahidnya cucu Nabi tercinta, Imam Husain Ibn Ali Ibn
Abi Thalib di Karbala pada tahun 61 H, yang lazim disebut Asyura atau
Karbala. 
        Di Jawa ada Bubur Suro. Di Aceh (Sumatra) ada Kanji atau Bubur
Asyura. Di Bengkulu dan Padang Pariaman, Sumatra Barat, ada upacara Hoyak
Tabuik (Tabut) atau Hoyak Husain. Bahkan masyarakat Jawa dan juga masyarakat
lainnya menyebut bulan Muharram dengan sebutan bulan Suro. (dari kata Asyura
yang berarti hari kesepuluh bulan Muharram, hari terjadinya pembantaian
terhadap Imam Husain)
      Upacara Hoyak Tabuik atau mengarak usungan (tabut) yang dilambangkan
sebagai keranda jenazah Imam Husain yang gugur di Padang Karbala yang
dilaksanakan masyarakat.Padang Pariaman di Sumatra Barat dan masyarakat
Bengkulu yang dimulai dari hari pertama Muharram hingga hari kesepuluh
memiliki kemiripan dengan yang dilakukan masyarakat Syi'ah, di berbagai
negara. Bahkan istilah-istilah yang digunakan pun sama, seperti matam,
panja, dan sebagainya. 
      Bubur Suro di Jawa atau Kanji Asyura di Sumatra yang dibuat dalam dua
wama, merah dan putih, mempunyai makna darah dan kesucian. Merah
melambangkan darah Imam Husain dan keluarganya yang tumpah di Karbala. Merah
juga melambangkan keberanian pasukan Karbala melawan penguasa zalim.
Sementara putih melambangkan kesucian diri dan perjuangan Imam Husain
melawan kezaliman. Biasanya Bubur Suro atau Kanji Asyura ini diberikan
kepada sanak keluarga, kerabat, fakir miskin, terutama anak-anak, atau
bahkan dibawa ke masjid dan balai desa untuk disantap bersama sebagai
lambang kasih sayang kepada keluarga Imam Husain yang menderita karena
ditinggal pengayom-pengayom mereka. 
      Bubur suro dibuat dari bahan-bahan antara lain kacang polong, beras,
jagung dan santan. Ada pula yang menaruh kelapa parut. sedangkan Kanji
Asyura dibuat dari beras, santan, gula, kelapa, buah-buahan, pepaya, delima,
pisang, dan ubi jalar. 
      Sementara itu Upacara Tabut di masyarakat Bengkulu dan Padang Pariaman
digelar cukup semarak. Bahkan ada keyakinan pada sebagian masyarakat Padang
Pariaman dan Bengkulu, jika tidak melakukan ritual ini mereka akan mendapat
kualat. 
Tidak ada catatan pasti kapan ritual ini mulai masuk ke kedua kota di
sumatara itu. Sebagian mengkaitkannya dengan Syeikh Burhanuddin, pembawa
Islam ke Minangkabau pada abad ke-16 M., yang kuburannya hingga kini banyak
diziarahi orang. Tapi menurut sebagian ahli, ritual Tabut baru dimulai pada
pertengahan abad ke-19, yaitu ketika sejumlah di tentara Inggris keturunan
India yang bermazhab syi'ah menyelenggarakan uapacara Tabut saat Inggris
berkuasa di Bengkulu, kemudian dari situ merambat ke Pariaman bahkan ke
Pidie, Aceh. Para keturunan orang-orang India ini disebut kaum Sipai atau
Sipahi (bahasa Persia/Urdu yang berarti laskar). Hoyak Tabuik dimulai dari
tanggal 1 Muharram, yaitu dengan mengambillumpur dari sungai di tengah
malam. Para pengambil lumpur harus berpakaian putih. Lumpur dikumpulkan ke
dalam periuk yang ditutup kain putih, kemudian dibawa ke sebuah tempat yang
disebut Daraga yang besamya 3x3 meter yang juga ditutup kain putih.
Pengambilan lumpur melambangkan pengumpulan bagian-bagian tubuh Imam Husain
yang terpotong. Daraga melambangkan makam suci Imam Husain, sedangkan kain
putih adalah perlambang kesucian Imam Husain. Pada tangga15 Muharram mereka
menebang batang pisang dengan pedang yang sangat tajam. Batang pisang itu
harus tumbang sekali tebas.Penebangan batangpisang ini melambangkan
kehebatan putra Imam Husain, Qasim, yang bertempur bersenjatakan pedang di
tanah Karbala. Pada tanggal 7 Muharram, persis di tengah hari, panja atau
potongan jari-jari Imam Husain yang sudah dibuat sebelumnya dibawa ke
jalan-jalan dalam sebuah belanga bersama dengan Daraga. Biasanya orang
menangis penuh kesedihan karena teringat tragedi Karbala yang mengenaskan.
Pada hari kesembilan Muharram serban atau penutup kepala wama putih yang
melambangkan serban Imam Husain diarak jalan-jalan untuk menunjukkan betapa
hebatnya Imam Husain dalam membela Islam. Dan pada tanggal 10 Muharram
ritual Tabuik mencapai puncaknya. Di pagi hari Tabut yang sudah dipersiapkan
sebelumnya, Daraga, Panja dan serban diarak keliling kota dalam suatu pawai
besar yang disaksikan oleh ribuan bahkan puluhan ribu penonton yang datang
dari berbagai penjuru. Orang-orang pun berkabung dan berteriak Hoyak Tabuik,
Hoyak Husain. Sore hari menjelang matahari terbenam saat arak-arakan
selesai, semua benda-benda di atas diarak ke laut kemudian dibuang di tengah
laut, lalu mereka pulang sambil melantunkan Ali Bidaya... Ali Bidaya, Ya
Ali, Ya Ali, dan Ya Husain.


Wassalam

Hengky Sikumbang


--------------------------------------------------------------
Website: http://www.rantaunet.org
=========================================================
* Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi 
keanggotaan,
silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting
* Posting dan membaca email lewat web di
http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages
dengan tetap harus terdaftar di sini.
--------------------------------------------------------------
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan Reply
- Besar posting maksimum 100 KB
- Mengirim attachment ditolak oleh sistem
=========================================================

Kirim email ke