Assalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuhu

Ambo kirim ulang nan ka 12 ko. Ado bagian nan kurang
cocok dibagian bawah curito.

Nomor 13 sudah iko pulo sakali

Wassalamu'alaikum

Lembang Alam


12. Pagar Ruyung

’Sungai Tarab. Mana yang benar, Sungai Tarab atau
Sungai Tarok?’ tanya Aswin ketika mobil mereka mulai
bergerak menuju Pagar Ruyung.

’Dalam bahasa Minang yang benar adalah Sungai Tarok,
tapi ada kecenderungan sementara orang
membahasaindonesiakan nama-nama yang dalam bahasa
Minang sehingga muncul Sungai Tarab. Namun
kadang-kadang jadi kurang pas terdengarnya,’ jawab
Pohan.

’Apa arti kata ’tarab’ atau ’tarok’ itu?’

’Itu nama sejenis pohon kayu. Menurut cerita nenek, di
jaman penjajahan Jepang, ketika perekonomian
masyarakat hancur, ada orang yang terpaksa menggunakan
baju yang dibuat dari kulit tarab. Tapi aku sendiri
tidak tahu pohon seperti apa pohon tarab,’ jawab Pohan
lagi.

’Jadi Sungai Tarok, mungkin di pinggir sungai di
kampung ini dulu banyak pohon tarok. Kalau Padang
Tarok yang kita lalui tadi apakah berarti lapangan
yang banyak pohon taroknya?’ Aswin mencoba
menganalisa.

’Mungkin saja. Memang banyak sekali nama-nama tempat
baik kota maupun kampung di Ranah Minang yang terdiri
dari dua kata yang menunjukkan asal usul nama
tersebut.’

’Lalu apa kira-kira arti Paya Kumbuh?’

’Paya artinya rawa, sedang kumbuh sejenis tanaman
seperti pandan yang bisa untuk membuat tikar atau
karung. Jadi Paya Kumbuh artinya rawa yang di dalamnya
tumbuh tanaman ’kumbuh’. Lagi-lagi ini kata nenek,’
jawab Pohan.

’Apa pula arti ’ruyung’ pada Pagar Ruyung?’

’Ruyung adalah bagian keras dari pohon enau. Pohon
enau ini sejenis palma. Buah enau dibuat orang jadi
campuran minuman, yang disebut kolang kaling. Pohon
enau mempunyai bagian yang keras sekali di bagian luar
yang disebut ruyung dan bagian yang empuk di sebelah
dalam yang disebut sagu. Sagu ini bisa dibuat tepung,
untuk makanan manusia. Ingat lompong sagu yang kita
makan. Bisa juga jadi makanan kuda. Ruyung sangat kuat
dan biasanya dijadikan penutup bahagian bawah rumah
adat. Tapi bisa pula dijadikan pagar. Akhirnya, Pagar
Ruyung ini dulu mungkin sebuah kota yang dipagari
dengan ruyung.’

’Hebat kamu. Paham kamu semuanya.’

’Guruku nenek he..he..he.. Coba nanti kamu tanyakan
yang lain-lain kepada nenek!’ 

’Nah, kalau Batu Sangkar ini? Apa batunya sangkar atau
sangkarnya batu..he..he..’

’Harusnya batunya sangkar. Mungkin batu untuk memagari
sangkar atau kandang ayam atau itik. Karena kandang
jenis burung-burung biasanya disebut sangkar. Dan lagi
pula kalau sangkarnya batu tidak bermakna. Buat apa
batu disangkarkan. Benar nggak?’ jawab Pohan.

’He..he..he.. Benar juga. Tapi, by the way, kamu
bilang di Batu Sangkar adalah tempat pertunjukan silat
Minang. Kenapa kita tidak menonton itu saja?’

’Silat Minang dilakukan hanya siang hari di hari
Minggu,’ jawab Pohan

’Waah, sayang. Berarti kemarin? I’ve missed it.’

’Kamu tinggal saja sampai hari Minggu depan. Mudah
kan?’

’Aku tidak mungkin mengganti jadwal. Tidak apa-apa, 
setelah melihat ’ranah bako’ sekali ini, aku akan
kembali lagi sesudah ini.’

Mereka sudah berada di Batu Sangkar. Di kota budaya
Minangkabau. Lalu lintas tidak seberapa ramai. Ada
juga bendi di sini tapi tidak sebanyak di Paya Kumbuh.
Yang banyak justru sepeda dan sepeda motor. Kota Batu
Sangkar juga sangat bersih. Banyak taman dalam kota
ini dan semua tertata dengan rapi Ada sebuah pohon
beringin besar di tengah kota dan di bawahnya terdapat
bangku-bangku tempat duduk. Banyak orang sedang
bersantai-santai di sana. Sebahagian mungkin juga para
pelancong.

Pohan membawa mobil itu sekedar berputar dalam kota
Batu Sangkar sebelum terus ke Pagar Ruyung.
Ditunjukkannya pula bangunan benteng Belanda yang
dibangun saat perang Paderi, benteng Van der Capellen.
Dulu Batusangkar ini dinamai oleh Belanda dengan Fort
van der Capellen, sebagaimana Bukit Tinggi mereka
namai Fort de Kock. nama-nama itu hanya digunakan oleh
orang-orang Belanda dan para pegawai pemerintah
kolonial mereka saja. Orang Minang tetap menyebutnya
Batu Sangkar.
 
Mereka terus menuju Pagar Ruyung. Jarak Pagar Ruyung
dari Batu Sangkar hanya sekitar 4 kilometer saja.
Sudah jam setengah lima sore waktu mereka sampai di
hadapan Istano Pagar Ruyung, sebuah bangunan rumah
adat Minangkabau berukuran sangat besar. Aswin
berdecak kagum memandangnya. Melihat rumah adat
bergonjong yang tinggi besar, bertingkat dua rupanya,
seperti kelihatan dari jendela yang berbaris di
masing-masing tingkat, yang berukir-ukir dengan warna
merah keunguan dan keemasan berbercak biru, dengan
gonjong yang berlapis empat. Dengan jendela
besar-besar. Dengan atap ijuk hitam meruncing di
setiap tanduk gonjongnya, dengan tangga kayu megah di
hadapannya. Yang di halamannya berjejer rangkiang yang
juga besar-besar. Semua itu merupakan pemandangan
menakjubkan bagi Aswin, terhampar di hadapan matanya.
Dia sudah melihatnya di foto, tapi ini adalah aslinya.
 
Bangunan ini memang bukan seperti istana raja-raja di
tempat lain. Bukan bangunan tembok kokoh
bertingkat-tingkat dan bergemerlapan. Tapi lebih
merupakan simbol kebesaran negeri Minangkabau. Yang
pernah punya sejarah yang membanggakan. Aswin juga
tahu bahwa rumah gadang Istano Pagaruyung ini bukanlah
yang asli karena yang asli sudah terbakar. Melainkan
sebuah bangunan yang baru dibuat beberapa puluh tahun
yang lalu sebagai pengganti. Mungkin karena bangunan
baru pengganti ini terlihat ada beberapa modifikasi
dibandingkan dengan rumah adat Minangkabau pada
umumnya, seperti lantainya yang dibuat bertingkat.
Letaknya masih di tempat yang sama. Di sebuah tanah
perumahan yang luas. Agak beberapa puluh meter ke
belakang ada bukit batu terjal setinggi seratus lima
puluh meter berwarna hitam. Mirip dengan dinding
terjal di Harau. Dinding terjal yang bagaikan menjadi
benteng dari belakang.
 
Dan yang agak mengherankan Aswin, sebanyak itu
kerumunan orang di halaman tidak seorangpun yang
mencoba naik ke atas rumah gadang itu. Orang berkumpul
bergerombol di dekat tangga naik seolah-olah sedang
menantikan sesuatu. Padahal mereka sudah membeli
karcis masuk ketika memasuki pekarangan ’istano’ dan
tertulis sebagai tanda masuk ke dalam istano tersebut.
Pohan juga tidak menjelaskan apa-apa. Di antara yang
sedang berdiri di sana ada beberapa orang berpakaian
hitam-hitam dan berdestar. Mereka berdiri di
tengah-tengah pengunjung berdua-berdua di tempat yang
terpisah. Sepertinya memang ada sesuatu yang ditunggu.
 
Tiba-tiba Aswin dikejutkan oleh suara seseorang yang 
berdiri di dekatnya berbicara seperti berpidato dalam
bahasa Minang. Aswin langsung ingat, tentu ini yang
disebut berpesambahan. Dengan sebaik-baiknya
didengarkannya rangkaian kata-kata yang disampaikan
orang ini, yang berbicara seperti orang berdeklamasi
dengan urutan kata yang tersusun indah. Kadang-kadang
terdengar seperti syair dan pantun. Beberapa saat
kemudian dia selesai berbicara, lalu seseorang yang
lain di hadapannya, yang dari tadi sering menyahut
’iyolah-iyolah’ pendek-pendek, berbicara pula dengan
irama yang sama. Bergantian sekarang orang pertama
tadi yang menjawab, ’bana, iyolah-iyolah’.
 
Begitulah berjalan beberapa menit. Melibatkan empat
lima orang yang berdiri terpisah-pisah tadi, berbicara
yang satu sesudah yang lain. Mula-mula dua orang yang
pertama saling berbalas cerita. Kemudian salah satu
melibatkan orang ketiga, juga berbalas berita. Orang
ketiga melibatkan orang ke empat. Begitu seterusnya.
Lalau kemudian. Sepertinya perundingan itu kembali
melalui jalur berangkatnya, dari orang terakhir,
disampaikan kepada orang yang sebelumnya sampai
kembali kepada pembicara awal. 
 
Aswin sama sekali tidak mengerti yang sedang mereka
perundingkan. Tapi irama dan susunan kata-kata yang
diucapkan terdengar indah di telinganya. Dia sekali
lagi terheran-heran, sesudah berbalas kalimat tadi
yang rupanya sudah selesai, mereka yang berpesambahan
itu mulai menaiki tangga rumah gadang, naik kerumah.
Orang banyakpun mengikuti mereka.

’Itu tadi ’pasambahan manaik-an urang ka rumah,’ Pohan
menjelaskan.
 
’Maksudnya?’ tanya Aswin.
 
’Si tuan rumah mempersilahkan tamu untuk naik ke
rumah. Si tamu bermufakat dengan tamu yang lain sampai
akhirnya menerima tawaran tuan rumah untuk naik ke
rumah.’
 
’Indah sekali. Pantasan orang Minang pintar-pintar
kalau berbicara. Mereka terlatih berpidato seperti
tadi itu,’ komentar Aswin.
 
’Ya. Yang tadi itu untuk konsumsi turis saja. Dalam
perhelatan beradat orang Minang setiap bagian kegiatan
seperti mau naik ke rumah, mau mulai makan, mau mulai
minum kawa, mau minta ijin pulang didiskusikan dalam
pasambahan seperti tadi,’ Pohan menambahkan.
 
Mereka ikut naik ke ’istano’. Banyak juga tamu-tamu
pelancong sore hari ini. Rupanya setiap jam lima
kurang di sore hari diadakan ’pasambahan’ seperti tadi
itu untuk konsumsi para pelancong. Aswin mengetahui
setelah membaca brosur yang diambilnya di pintu masuk
rumah gadang ini. 

Bagian dasar istano merupakan ruangan luas. Sebagian
besar lantainya beralaskan permadani. Pengunjung boleh
duduk di permadani itu. Serombongan pelancong duduk
bersila dan bersimpuh mendengarkan uraian pemandu
wisata yang bercerita tentang ’istano Pagar Ruyung’.
Ada kamar-kamar tidur  di bagian belakang sejajar
dengan arah memanjang rumah. Pintu kamar dihiasi
dengan rumbai-rumbai dari kain berwarna-warni
berkaca-kaca dan kain emas. Rumbai-rumbai yang disusun
berlapis-lapis, berayun-ayun tertiup angin yang bebas
masuk melaui jendela yang besar-besar. Terlihat
meriah. 

Di anjuang sebelah kanan rumah gadang terdapat
’mahligai’ atau pelaminan yang di kiri dan kanannya
dihiasi pula dengan kain berumbai-rumbai yang lebih
hidup dan meriah warnanya. Tentu saja ini sudah
merupakan modifikasi dan disiapkan hanya untuk
dinikmati para turis. Anjuang dalam cerita Minangkabau
adalah tempat terlarang, tempat memingit anak gadis
atau puteri-puteri.

Ada pula lemari-lemari besar berkaca tempat memajang
benda-benda kuno bersejarah, di bagian sudut dekat
anjuang. Benda-benda yang dipajang itu dilengkapi
dengan keterangan nama dan kegunaannya, serta
keterangan dari mana berasalnya.  Dekat  etalase ini
terdapat tempat menyewa pakaian anak daro marapulai
Minang bagi pengunjung yang ingin mengabadikan
kedatangan mereka dalam pakaian seperti itu. Banyak
pelancong yang menyewa pakaian dan berfoto di dalam
istano dengan berbagai latar belakang.  

Setelah melihat-lihat ruangan di lantai bawah mereka
naik ke tingkat atas melalui tangga kayu. Di ruangan
atas ini terdapat kamar tidur yang lebih besar dan
lebih banyak hiasan dengan rumbai-rumbai kain berwarna
emas. Kamar ini tentulah dimaksudkan sebagai kamar
tidur raja. 

Mereka tidak terlalu lama berada dalam ‘istano’. Aswin
lebih menikmati memandangnya dari luar. Dan
melihat-lihat detil dari ukiran-ukiran dinding rumah
ini. Matanya juga menangkap ’ruyung’ sebagai pembatas
atau dinding bagian bawah rumah gadang seperti yang
diceritakan Pohan tadi. Setelah melihat-lihat
disekitar halaman istano Pagar Ruyung, jam enam mereka
meninggalkan lokasi itu.


                                        ******





St. Lembang Alam




 
____________________________________________________________________________________
We won't tell. Get more on shows you hate to love 
(and love to hate): Yahoo! TV's Guilty Pleasures list.
http://tv.yahoo.com/collections/265 

Sukseskan Pulang Basamo se Dunia, Juni 2008.
-----------------------------------------------------------------
Website: http://www.rantaunet.org
============================================================
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
- Email dengan attachment tidak dianjurkan, sebaiknya melalui jalur pribadi.
- Posting email, DITOLAK atau DIMODERASI oleh system, jika:
1. Email ukuran besar dari >500KB.
2. Email dikirim untuk banyak penerima.
--------------------------------------------------------------
* Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi 
keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting
* Membaca dan Posting email lewat web, bisa melalui mirror mailing list di:
http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages
http://groups.google.com/group/RantauNet?gvc=2
dengan mendaftarkan juga email anda disini dan kedua mirror diatas.
============================================================

Kirim email ke