Assalaamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuhu
 
Talakik juo sudah tadi malam nan ka 14. Ko no ha.

Wassalamu'alaikum,

Lembang Alam


14. Sendra Tari

Mereka tempuh jalan yang sepi dan berkelok-kelok.
Dengan kebun-kebun di pinggir jalan. Terlihat juga
pohon-pohon di dalam parak itu, di bawah sorotan lampu
mobil dan dibawah temaramnya cahaya bulan.
Kadang-kadang terlihat parak atau kebun pisang.
Kadang-kadang bersua kampung. Dan di ujung jalan yang
berkelok-kelok itu, akhirnya mereka keluar di Baso.
Berbelok ke kiri, di jalan yang sedikit lebih besar
menuju Bukit Tinggi. Mereka mengobrol-ngobrol santai
juga sepanjang jalan. Ada saja yang jadi bahan
obrolan.

’Acara kita yang tertinggal  mulai besok adalah ke
Padang. Dan seperti rencana mula-mula, kita akan
menginap semalam di Padang. Dari Padang kita akan ke
Danau Kembar melalui Solok. Pulangnya melalui Solok
kembali dan seterusnya menyusuri danau Singkarak, lalu
terus pulang ke kampung. Satu hari lagi untuk pergi
melihat-lihat objek dekat Bukit Tinggi. Termasuk makan
nasi Kapau. Objek dekat Bukit Tinggi termasuk pula
mengunjungi ngalau Kamang dan kolam ikan Sungai
Janiah. Dan satu hari lagi untuk  berbelanja di Bukit
Tinggi dengan tentatif tambahan, ke Lubuk Sikaping
melalui Bonjol atau melihat menhir di Koto Tinggi.
Bagaimana? Kamu setuju?’ tanya Pohan.

’Kamu hebat. Kamu pantas menjadi penyelenggara
pariwisata. Pengetahuanmu tentang negeri ini sangat
luas. Aku senang sekali kamu bawa berkeliling-keliling
mengunjungi sebegitu banyak tempat. Nah, aku usul,
sebaiknya besok kita istirahat dulu.  Aku ingin
bercerita dan bertanya sama nenek dan etek Rasuna. Dan
lagi pula kamu pasti terlalu capek menyetir tiap hari.
Biar besok kita berjalan-jalan di kampung saja,
melihat sawah dan kebun. Lusa kita ke Padang seperti
rencana yang kamu sebut tadi.  Hari Kamis kita ke
Danau Kembar dan Singkarak. Jumat di sekitar Bukit
Tinggi. Aku tidak akan shopping banyak kok di sini,
hari Jum’at itu cukup untuk sekedar beli oleh-oleh.
Dan Sabtu pagi kamu antar aku ke airport. Lubuk
Sikaping  atau Koto Tinggi biar jadi next visit
target. Sekalian daerah Solok Selatan seperti yang
kamu bilang. Aku akan kembali lagi ke sini.’

’Baiklah. Kalau kamu lebih memilih seperti itu.
Sebenarnya kalau masalah capek aku sih nggak capek.
Aku enjoy menyetir seperti ini. Tapi sekali lagi kalau
kamu mau begitu aku juga OK saja,’ jawab Pohan.

’Aku pikir bagus begitu. Dan malam ini kita langsung
ke gedung kesenian, bukan?’

’Kecuali kalau kamu sudah lapar. Kalau belum lapar,
kita langsung menonton pertunjukan sendra tari Minang.
Nanti sebelum pulang sekitar jam sebelas kita mampir
makan nasi goreng di boffet Kubang,’ usul Pohan.

’Perfect. Kita lakukan seperti itu. Aku belum lapar.’

’Pas sekali. Sekarang baru jam delapan lebih sepuluh.
Kurang dari lima menit lagi kita sampai di gedung
kesenian.’

Merekapun sampai di gedung kesenian itu. Sebuah gedung
tempat pertunjukan tari-tarian Minang dengan pentas
yang terletak di lantai yang kerendahan dan
bangku-bangku tempat duduk penonton melingkar
bertingkat-tingkat. Kapasitas tempat duduk untuk
penonton sekitar 300 buah bangku. Pada akhir pekan,
untuk mendapatkan karcis masuk ke gedung ini harus
dipesan karena semua karcis pasti habis terjual. Pada
hari biasa, jumlah penonton agak kurang. Paling-paling
sekitar 250 orang. Jadi pasti ada tempat kosong. Pohan
segera mendapatkan dua lembar karcis  di loket. Mereka
dapat tempat duduk di bagian agak ke belakang. Waktu
mereka memasuki ruangan, pembawa acara sedang
menyampaikan penjelasan susunan acara sesudah
menyampaikan kata sambutan dan ucapan selamat datang.

Dan acara tari-tarian itu segera dimulai. Mula-mula
tari pasambahan. Tari selamat datang. Dibawakan oleh
empat pasang penari. Tentu saja dalam pakaian Minang.
Yang wanita dengan baju kurung dan bertengkuluk
tanduk. Yang laki-laki berbaju hitam, berkain sarung
songket setengah kaki dan berdestar. Diiringi musik
talempong, bansi dan ada pula organ. Semua life show.
Semua pemain musiknya berbaju hitam yang sama seperti
baju penari. Sangat profesional. Semua gerak langkah
penari seayun seiring. Yang wanita lemah gemulai.
Dengan senyum sumringah, tapi tidak genit. Yang
laki-laki dengan langkah-langkah lebih tegap
terpatah-patah. Kadang-kadang menyerupai gerakan silat
menghentak-hentak. Di penghujung tari, dua dari empat
penari wanita itu menghantarkan carano kepada penonton
yang persis duduk di paling tengah di paling depan. Di
kursi kelas satu.  Penonton itu sudah dibisiki agar
membuka ’dalamak’ kain penutup carano dan mematah
sehelai dari seikat daun sirih di dalamnya. Itu adalah
ungkapan selamat datang.

Berlanjut dengan tari kedua, tanpa ada kekosongan
berarti. Cukup beberapa puluh detik saja  sesudah
pertunjukan pertama, sekedar cukup memberi kesempatan
penonton bertepuk tangan. Muncul tari payung. Bertukar
penarinya. Tiga pasang kali ini. Yang laki-laki
memegang payung terkembang bergerak sejajar. Yang
paling kanan memutar payung di sisi sebelah kanan
dengan tangan kanan. Yang disebelah kiri memutar
payung di sebelah kiri. Yang di tengah menaikkan
payungnya ke atas. Dengan lagu ’Ba bendi-bendi ka
Sungai Tanang’. Payung-payung itu seolah roda bendi
yang sedang berputar. Maju dan mundur. Menyamping ke
kiri dan ke kanan. Sementara penari wanita menari
meliuk-liuk di hadapan penari laki-laki. Dalam
rangkaian tari yang sama diakhiri dengan ketiga pasang
penari itu berjoged dalam tarian dengan masing-masing
pasangan memegang seuntai sapu tangan. 

Riuh rendah tepuk tangan penonton seselesainya tarian
ini. Berlanjut pula dengan tari berikut. Dan berikut.
Dan berikut. Di selingi pula dengan pertunjukan
instrumen musik talempong dan dikombinasikan dengan
tambur dan rebana. Dan ada pula dengan tiupan bansi.
Yang anehnya, tak kurang ada musik yang cukup
bersemangat, tidak seperti lagu saluang yang selalu
merintih panjang saja. Bahkan sebagai pengantar
tari-tarian itu. Seperti nyanyian  yang ada baitnya
berbunyi, ’din din badindin ooi, din din badindin’.
Yang pada suatu ketika temponya meningkat cepat
seiring dengan semakin sibuknya bertambah cepat
gerakan para penari itu. Heboh namun selalu serasi.

Entah sebagai pelipur keingin tahuan Aswin tentang
silat Minang, ada pula sebuah tarian yang dimainkan
oleh sepasang penari laki-laki saja. Tarian yang lebih
pantas disebut sebagai silat. Tapi tari, diiringi oleh
musik talempong juga. Tapi silat, lengkap dengan
senjata parang yang ditetakkan sungguh-sungguh.
Diayunkan sungguh-sungguh. Maju menyerang. Yang satu
mundur menghindar tapi berbalik mengancam. Mula-mula
salah satu berhasil menetak parang lawan sehingga
terlepas dari tangannya. Yang bertangan kosong
ternyata lebih hebat dan berhasil merebut parang
lawannya. Tapi parang yang direbut itu dibuangnya. Dan
akhirnya tari yang silat atau silat yang tari itu
berlanjut dengan tangan kosong. Lebih banyak gerakan
tarinya kali ini. Dan mereka akhiri dengan bersalaman
di penghujung musik talempong. Jadi tidak ada yang
kalah tidak ada yang menang dalam silat yang tari itu.


Puncak dari segala tari itu sepertinya adalah tari
piring. Dengan jumlah penari yang lebih banyak. Ada
enam pasang.  Yang penari wanitanya masing-masing
memegang dua buah piring yang ada lilinnya menyala.
Dan piring kecil itu berdencing diketuk dengan cincin
besi di jari penari. Gerakan mereka meliuk-liuk dengan
api lilin yang berjuang keras agar tidak padam oleh
setiap ayunan tangan yang gemulai. Dan seandainya
padam, dengan gerakan halus yang entah bagaimana
caranya penarinya menyalakannya kembali dari api di
tangan yang sebelah. Atau bahkan dari api dari penari
di sebelahnya. Di tengah sibuknya ayunan langkah ke
tengah dan ke tepi, seorang pembantu tampil ke atas
pentas membawa sebuah karung. Yang isinya ternyata
adalah beling pecahan kaca. Dan pecahan kaca itu
ditumpahkannya di tengah pentas. Dan inilah dia.
Penari-penari itu menari di atas pecahan kaca. Dengan
langkah yang seperti itu juga ayunannya. Seperti itu
juga gemulainya. Belum juga selesai. Penari laki-laki,
dalam gerakan gagah dan tegapnya, kali ini berguling
diatas beling pecahan kaca itu. Masya Allah. Entah
dengan cara apa mereka menari ini.

Riuh rendah tepuk tangan penonton. Bagaikan mau pecah
gedung kesenian.  Itulah puncak acara. Sesudah itu
semua pendukung acara tampil ke atas pentas Dengan
wajah sumringah penuh senyum. Dengan muka berkilat
karena peluh. Diiringi musik Gelang si Paku Gelang
dari musik talempong.

Di penghujung acara, sanggar penyelenggara tari ini
berjualan sedikit. Menawarkan CD dari pertunjukan yang
baru saja ditonton. Tentu saja berebutan yang membeli.
Dan memang pantas untuk dibeli.  Laku keras jualan
mereka di beli penonton. Tak terkecuali Aswin. 

Jam sepuluh lebih waktu acara itu selesai. Seperti
rencana semula mereka pergi makan nasi goreng di
boffet Kubang dekat lapangan Kantin.  Sambil membahas
pertunjukkan tari-tarian yang baru saja mereka tonton.

‘Pertunjukan yang sangat baik dan terlatih.
Benar-benar mengagumkan,’ celetuk Aswin.

’Ya, mereka semakin profesional. Dan semakin diminati
para pengunjung. Kalau ada tamu-tamu penting
pemerintah daerah datang ke Sumatera Barat, group ini
yang paling sering diminta mempertunjukkan
tari-tarian,’ Pohan menambahkan.

‘Jadi ada banyak group  penari seperti ini?’

‘Ada beberapa. Dan untuk kota-kota  yang berbeda ada
kelompoknya sendiri-sendiri pula. Yang satu ini adalah
kebanggaan kota Bukit Tinggi.’

‘Banyak  penarinya? Maksudku apakah penari yang sama
saja yang muncul setiap saat?’

‘Aku rasa cukup banyak. Sehingga para penari bisa
bergantian hadir tiap malam. Sebab pertunjukkan
tari-tarian ini tidak ada liburnya. Selalu ada setiap
malam,’ jawab Pohan.

‘Tentu mereka cukup terjamin juga hidupnya sebagai
penari.’

‘Aku rasa begitu. Melihat jumlah penonton yang datang,
serta dari hasil penjualan CD, cukup lumayan pemasukan
keuangan kelompok tari ini.’

Mereka menikmati hidangan nasi goreng kambing boffet
Kubang. Sebelum menuju pulang  untuk istirahat. Hari
ini juga telah berlalu dengan padat dan sangat
mengesankan. Dengan begitu banyak pemandangan dan
atraksi di bumi Minangkabau. Yang indah-indah semua.
Seperti yang dikatakan enche dari Malaysia di Tebat
Patah tadi sore. Memang bertuah Negeri Minangkabau.
Dan kitapun bertuah jadi anak cucu orang Minangkabau. 

                        *****




St. Lembang Alam




 
____________________________________________________________________________________
Looking for earth-friendly autos? 
Browse Top Cars by "Green Rating" at Yahoo! Autos' Green Center.
http://autos.yahoo.com/green_center/

Sukseskan Pulang Basamo se Dunia, Juni 2008.
-----------------------------------------------------------------
Website: http://www.rantaunet.org
============================================================
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
- Email dengan attachment tidak dianjurkan, sebaiknya melalui jalur pribadi.
- Posting email, DITOLAK atau DIMODERASI oleh system, jika:
1. Email ukuran besar dari >500KB.
2. Email dikirim untuk banyak penerima.
--------------------------------------------------------------
* Berhenti (unsubscribe), berhenti sementara (nomail) dan konfigurasi 
keanggotaan, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting
* Membaca dan Posting email lewat web, bisa melalui mirror mailing list di:
http://groups.yahoo.com/group/RantauNet/messages
http://groups.google.com/group/RantauNet?gvc=2
dengan mendaftarkan juga email anda disini dan kedua mirror diatas.
============================================================

Reply via email to