DJA jaman dulu punya Yayasan Anggraini Bhakti. Saya nggak tahu visi
misinya kayak apa. Tapi yang saya tahu yayasan tsb mengelola perumahan
di Griya Anggarini. Berlokasi di Citeureup Kab. Bogor. Ada ratusan
rumah disana. Tapi sayangnya penghuninya nggak semua orang djpbn
(anggaran jaman dulu). Bahkan bisa dibilang minoritas. Tapi yang jadi
persoalan adalah adanya mismanagement dalam pengelolaannya. kabarnya
uangnya dibawa kabur sama pengurus yayasan. Saya termasuk yg beli
rumah disitu. Sekarang sdh lunas tapi sertfikatnya sampai sekarang
nggak pernah sampai ke saya. berkali-kali saya tagih ke yayasan
jawabanya nggak jelas. saya cuma punya fotocopian sertifikat rmh tsb.
kemana sesungguhnya sertifikat2 di perum griya anggraini?
selidik-punya selidik ternyata barang yg dimaksud dipegang sama
notaris. Ini lebih gila. seharusnya sertifikat ada di bank sebagai
jaminan kredit. lha ini kok malah disimpan notaris. Begonya lagi bank
mau saja ngasih kredit tanpa ada jaminan. kacau nggak? Jangan2 kalao
usul sampean terealisir setelah uang terkumpul justru malah dibawa
kabur para pengelolanya. 
 
--- In perbendaharaan-list@yahoogroups.com, "Lowoijo"
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Dear milist..
> Setiap kali kita mendengar selentingan kabar burung...entah 
> burungnya siapa..:D atau darimana, yang ada kaitannya dengan 
> kenaikan gaji atau kenaikan tunjangan..dalam nama dan bentuk 
> apapun...kita semua warga DJPBN dari Jenderal apalagi kopral pasti 
> merasa senang sambil berharap-harap cemas..apakah berita itu 
> benar,..apakah berita itu akan menjadi kenyataan..atau hanya pepesan 
> kosong belaka...sebuah hal yang wajar mengingat kesejahteraan bagi 
> pegawai seperti kita (meskipun dibebani oleh embel-embel DEPARTEMEN 
> KEUANGAN...), adalah hal yang masih menjadi angan-angan 
> belaka...mutasi (bukan Mut Asi..:D) mungkin salah satu faktor 
> terpenting yang menjadi penyebab rendahnya tingkat kesejahteraan 
> pegawai DJPBN...saya mengenal beberapa orang kepala seksi yang 
> selama karirnya hanya beredar di wilayah Indonesia Timur 
> saja,...saya salut dengan beliau-beliau...diantara yang saya kenal 
> itu ada juga bapak-bapak yang orangnya lurus...gak mau macem-
> macem...dan yang saya kagum..mereka nggak mengeluh...tapi yang 
> menjadi keprihatinan saya...ketika mereka saya tanya, "Pak, rencana 
> pensiun di kota mana? beliau menjawab,"tidak tahu mas, wong saya 
> rumah aja belum punya, paling ya kembali ke rumah warisan orang tua" 
> Dharrr...kaget saya mendengarnya...padahal Bapak kepala seksi itu 
> sebentar lagi mau pensiun, ternyata dari hasil pengembaraannya ke 
> pelosok Indonesia timur bertahun-tahun dan terpisah dari keluarganya 
> itu beliau tidak bisa membeli rumah....Beliau kemudian menceritakan 
> kepada saya bagaimana beliau lebih mengutamakan pendidikan anaknya, 
> sehingga untuk membeli rumah dari hasil jerih payah sendiri belum 
> atau tidak mampu terpikirkan olehnya.  Potret seperti itu pasti 
> banyak terjadi dilingkungan sekitar temen milis.  Tidak heran banyak 
> rumah dinas di lingkungan DJPBN yang sampai sekarang ditempati oleh 
> para pensiunan.  Hal yang sama mungkin juga pernah terjadi pada diri 
> saya..bahwa ternyata untuk membeli rumah sebagai sebuah kebutuhan 
> pokok kita sangatlah sulit...bertahun-tahun kita menabung, mengikat 
> erat-erat tali pinggang..tetap saja rumah menjadi barang mewah bagi 
> kita,,,belum lagi susahnya kita menentukan home base kita,...masalah 
> berikutnya yang akan muncul adalah meskipun pada akhirnya kita bisa 
> membelinya, ternyata rumah yang kita idam-idamkan itupun tidak bisa 
> kita tempati karena toh kita tetap harus melanjutkan "pekerjaan 
> sampingan" kita sebagai "Kontraktor" di kota persinggahan 
> berikutnya...atau bagi yang bujang baik lokal maupun interlokal bisa 
> memilih opsi sebagai "Doktor" alias mondok dikantor.
> Terlepas dari masalah yang menjadi penyebab masing-masing pegawai 
> yang tidak atau belum mempunyai rumah...sebagai sebuah institusi 
> manajerial yang modern, menurut saya, harusnya manajemen tahu pasti 
> bahwa segala kebutuhan dasar para pegawainya telah terpenuhi...atau 
> paling tidak manajemen harus bisa memastikan telah melakukan sesuatu 
> untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar pegawai...
> Saya mempunyai tetangga tentara AD...yang berpangkat Serma, dia 
> bercerita bahwa pada saat akan membeli rumah dia mendapat bantuan 
> dari instansinya sebesar 10 jeti..tentu akan menjadi hal yang 
> memalukan bagi kita pegawai Depkeu apabila kita kalah dari 
> mereka....Sudah saatnya kita memikirkan adanya badan usaha atau 
> lembaga intra DJPBN yang mengurusi kesejahteraan bagi 
> pegawainya...Sudah lama saya berangan angan...seandainya pada saat 
> TKPKN naik secara signifikan seperti isu yang berkembang terakhir 
> ini, kita sisihkan sebagian dari kenaikan TKPKN kita setiap bulan 
> untuk dana kesejahteraan tersebut...seandainya setiap bulan TKPKN 
> kita dipotong sebesar 100 ribu, maka setiap bulan akan terkumpul 1,2 
> Milyar, kemudian diundi oleh sebuah program acak komputer 100 orang 
> pegawai setiap bulan akan mendapat dana 10 jeti, maka setiap bulan 
> setidaknya akan terkumpul dana 200 jeti, sehingga pada tahun ke 12, 
> bisa dipastikan semua pegawai DJPBN sudah mendapatkan dana 
> kesejahteraan @ 10 jeti, dan pada saat itu dana abadi yang terkumpul 
> mencapai sekitar 13,3 Milyard dengan asumsi kita investasikan ke 
> pasar SUN, SUKUK atau SPN, dimana pada tingkat Kupon 11 persen, kita 
> akan memperoleh bagi hasil sekitar 1,463 Milyard setahun....dan akan 
> bertambah setiap waktu..dana kesejahteraan ini bisa kita gunakan 
> untuk Bantuan Pembelian Rumah, bea siswa bagi anak-anak kita yang 
> berprestasi, bantuan bagi keluarga apabila ada pegawai yang 
> meninggal, THR, dlsb...( Buat menikah juga boleh..:D kayak sarannya 
> Om Khobir)...Tentu saja lembaga yang mengurusi dana ini haruslah 
> orang yang mengerti manajemen investasi....manajemen resiko...dan 
> hal lain yang terkait dengan pasar portofolio....Data Base yang 
> diperlukan mungkin kurang lebih sama dengan data yang pernah 
> dikumpulkan oleh MenPAN beberapa saat yang lalu...seperti Data 
> pegawai dan keluarga, kepemilikan rumah...dlsb....tentunya ada 
> prioritas dalam menentukan siapa yang dapat pertama, siapa yang 
> kedua dst....dan semua rumusan itu diimplementasikan melalui sebuah 
> program aplikasi yang sesuai sehingga akan terhindar unsur 
> KKN....Pertanggungjawaban dana ini disampaikan secara terbuka setiap 
> bulan melalui website resmi DJPBN...alangkah indahnya membayangkan 
> kalo suatu saat kita mendengar Anaknya Om Khobir, om Zam2, Om AA 
> Taufik S,  Om AmirsYahya, Om Pionset, Om Zainal, dlsb yang tidak 
> dapat saya sebut namanya satu persatu (kayak ucapan terima kasih 
> aja) dapat rangking 1 dan mendapat beasiswa dari Lembaga 
> Kesejahteraan Pegawai DJPBN, 
> Pasti pada saat itu...Kita semua para pejuang DJPBN diseluruh 
> Indonesia akan benar-benar merasa memiliki dan mencintai DJPBN 
> karena kita pun merasa bahwa "Cinta Kita Tak Bertepuk Sebelah Tangan"
> Oh Indahnya membayangkan itu....
>


Kirim email ke