Kalau tidak salah, di Matematika tingkat lanjut dikenal apa yg. disebut
"ruang berdimensi-n Euclidean".  Secara teori, memang ada ruang
berdimensi-n.  Entah siapa yg. dapat membuktikannya?


> ----------
> From:         Yohannes Yaali[SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
> Sent:         Thursday, December 24, 1998 5:47 PM
> Subject:      Re: 4 Pangkat 1, 4 Pangkat 2, dan seterusnya
>
> Rekan Nasrul Yth,
>
> Mempelajari bilangan baik binary maupun heksadesimal, tidak ubahnya
> seperti mempelajari bilangan desimal. Perbedaan satu dengan yang lain
> hanyalah terletak dari nilai bobot yang diberikan terhadap tiap-tiap
> digit yang dipakai.
>
> Bobot pada bilangan desimal adalah 10, oleh sebab itu bilangan desimal
> disebut juga bilangan 'perpuluhan'. Tidak ada bukti otentik atau sejarah
> yang menerangkan tentang asal-usul bilangan perpuluhan ini, mengapa
> sistem desimal yang dipakai oleh masyarakat umum dalam kegiatannya
> sehari-hari. Hanya secara nalar, orang tetap beranggapan bahwa hal ini
> disebabkan oleh kenyatakan bahwa manusia pada awalnya menghitung
> berdasarkan jumlah jari tangannya yang berjumlah 10. Memang sangat
> relevan sekali alasan ini, dalam hubungannya dengan sistem penghitungan
> kita yang dimulai dari angka 0, 1, 2, dan seterusnya sampai mencapai
> nilai 9, untuk kemudian digit yang dipakai bertambah satu, menjadikan
> angka 10. Ada sepuluh angka yang harus dilalui sebelum terjadi
> penambahan digit, bila kita menghitung mulai dari 0.
>
> Digit kedua pada angka 10 adalah angka 1 (dihitung dari kanan). Sama
> seperti rekannya digit pertama, digit kedua ini juga harus melalui dulu
> 10 angka sebelum terjadi penambahan digit untuk kedua kalinya, yaitu 10,
> 20, 30 dan selanjutnya sampai angka 90, baru terjadi penambahan digit
> menjadi angka 100.
>
> Jadi, pada sistem desimal setiap digit dari kanan ke kiri mempunyai
> bobotnya sendiri, terdiri dari nilai dasar 10, dipangkatkan dengan
> berapa banyak angka yang ada di sebelah kanannya. Misalnya angka 1
> adalah sama dengan 1 x 10 pangkat 0, karena tidak angka sama sekali di
> sebelah kanannya. Tapi, angka 1 yang ada pada bilangan 100
> mempunyainilai sebesar 1 x 10 pangkat 2, karena di sebelah kanannya
> (bisa juga disebut di belakangnya) terdapat dua angka lain. Angka 3 pada
> bilangan 3000 bernilai 3 x 10 pangkat 3. Demikian seterusnya.
>
> Yang terjadi pada sistem bilangan binary adalah serupa, hanya saja bobot
> bilangannya bulan 10, tetapi 2. Para pakar elektronika menganggap bahwa
> bobot 2 ini disebabkan sistem listrik yang hanya mengenal dua keadaan
> yaitu 'on' dan 'off'. Sejauh ini implementasi sistem komputer diwujudkan
> dalam bentuk peralatan elektronika yang memanfaatkan daya listrik
> sebagai unsur utamanya. Oleh sebab itu, untuk mewakili angka 0
> dipakailah suatu keadaan di mana listrik ada dalam keadaan 'off',
> 'tegangan rendah', atau 'logika nol'. Sedangkan untuk menunjukkan nilai
> 1, dipakai keadaan 'on', 'tegangan tinggi' atau 'logika satu'.
>
> Berdasarkan azas ini, ditemukanlah sistem binary yang hanya terdiri dari
> angka 0 dan 1. Urutan bilangannya adalah 0, 1, untuk kemudian terjadi
> penambahan digit menjadi angka 10. Jadi, angka 10 pada sistem binary
> sama dengan nilai 2 pada sistem desimal. Untuk menghitung 1 sampai
> dengan 10 desimal, binary perlu memunculkan sampai 4 digit untuk
> menggambarkannya.
>
> Setiap digit pada bilangan binary mempunyai dasar bobot 2 dipangkatkan
> dengan berapa banyak angka yang terdapat di sebelah kanannya. Misalnya,
> angka 1 desimal diwujudkan dalam bilangan binary dengan angka 0001. Ini
> merupakan hasil kalkulasi 1 x 2 pangkat 0. Sedangkan 2 desimal adalah
> sama dengan 10 binary, penghitungkannya, 1 x 2 pangkat 1. Angka 8
> desimal oleh binary digambarkan sebagai 1000, berarti 1 x 2 pangkat 3.
>
> Kelemahan sistem bilangan binary adalah jumlah digit yang dipakai
> terlalu panjang, sehingga selain memakan tempat juga sangat sulit
> menerjemahkannya ke dalam desimal apabila kita lihat secara sepintas.
> Untuk menghasasi hal tersebut, banyak cara dipikirkan orang dalam
> membuat suatu sistem yang lebih sederhana tanpa menghilangkan sistem
> binarynya sendiri. Ada suatu sistem bilangan yang mengkompromosikan
> sistem desimal dengan sistem binary, namanya Binary Coded Decimal, namun
> masih ada kekurangan yang cukup mencolok. Akhirnya, muncullah sistem
> bilangan lain yang lebih banyak digunakan orang sampai dengan saat ini,
> yang disebut 'heksadesimal' atau perenambelasan. Pada heksadesimal
> dikenal bilangan yang dinyatakan dengan huruf alfabetis, mewakili nilai
> 10 sampai dengan 15 desimal, yaitu A sampai dengan F. Dengan demikian,
> urutan bilangan pada heksadesimal dimulai dengan 0, 1, 2, sampai 9,
> dilanjutkan dengan A, B sampai dengan F, sebelum terjadi penambahan
> digit menjadi angka 10 heksa yang berarti 16 desimal.
>
> Kembali kepada permasalahan semula. Baik bilangan desimal, binary maupun
> heksadesimal, jika dipangkatkan dengan bilangan n, maka hasilnya tetap
> merupakan bilangan desimal, binary maupun heksadesimal. 4 pangkat 1 = 4,
> 4 pangkat 2 = 16, 4 pangkat 3 = 64 dan 4 pangkat 4 = 256; tidak ada
> angka lain yang muncul selain dari 0 sampai 9. Demikian juga dengan
> bilangan binary, jika dipangkatkan dengan bilangan n, maka hasilnya
> tetap antara 0 dan 1 atau 'off' dan 'on'.
>
> Dalam ilmu pengetahuan tentang ruang - saya dulu mempelajarinya di SMEA
> yaitu 'ilmu ukur ruang' atau 'stereometri', 4 pangkat 0 = 1
> diaplikasikan sebagai titik, 4 pangkat 1 = 4 diaplikasikan sebagai
> garis, 4 pangkat 2 = 16 diaplikasikan sebagai luas dan 4 pangkat 3 = 64
> diaplikasikan sebagai volume, maka jika 4 pangkat 4 = 256, ilmu ini akan
> menganggap bahwa 256 itu mungkin berarti 256 titik, atau 64 garis, atau
> 16 bidang, atau sama dengan 4 ruang. Hal ini terjadi karena ilmu tentang
> ruang hanya mengenal ketiga dimensi tadi.
>
> Saya mengatakan tidak bisa diaplikasikan, jika ditinjau dari ilmu
> pengetahuan tentang ruang. Kemungkinan bisa diaplikasikan dalam disiplin
> ilmu yang lain pasti ada. Apakah mungkin ilmu pengetahuan tentang waktu
> yang sulit didefinisikan dimensinya, namun apakah waktu juga mengenal
> garis, luas dan volume? Atau ilmu yang dikenal dengan nama 'metafisika'?
> Saya sendiri tidak menguasai disiplin ilmu tersebut. Bilangan rasional 3
> mungkin bukan batas rasional manusia karena kemampuan rasional manusia
> beraneka-ragam. Ada yang rationya melebihi dari manusia biasa, seperti
> paranormal misalnya. Namun kemampuan rasional saya sendiri, ya, sama
> seperti manusia biasa lainnya.
>
> Salam kembali,
> Yohannes Yaali
>
> >From: Yohannes Yaali <[EMAIL PROTECTED]>
> >To: [EMAIL PROTECTED]
> >Subject: 4 Pangkat 1, 4 Pangkat 2, dan seterusnya
> >Date: Wednesday, December 23, 1998 4:37 PM
>
> >*****Rekan Nasrul Yth,
> >[deleted]
> >>Hallo Mas Yohannes
> >Tetapi di mana letak nggak bisa diaplikasikannya itu? Soalnya
> jangan-jangan
> tidak bisa diaplikasikan itu berdasarkan tolok ukur indera manusia pada
> umumnya.
> Ini jelas jadinya menjadi subjecktif.
> Coba anda cari lagi.
> >>Apakah bilangan pangkat 3 itu adalah batas rasional manusia dalam hal
> aplikasi
> bilangan pangkat n di mana n adalah bilangan bulat positif?
> >>Rasanya tidak salah bila kita kaji.
> >>Memang tampaknya : untuk apa sih mengkaji masalah ini?
> >>Tetapi saya yakin .... mendalami masalah ini akan memperluas wawasan dan
> perpektif kita sehingga gilirannya menimbulkan efek pemikiran ke bidang
> lain.
> >Namun jika diaplikasikan dst ... [deleted]
> >>Itu jelas. Yang saya maksudkan itu bagaimana kelanjutan dari garis,
> luas,
> volume, x, y , dan seterusnya.
> >>Tentu secara normatif kita bisa hipotesis bahwa predikat untuk x bukan
> lagi
> ruang, tetapi ya apaaaaaa gitu?
> >Bagaimana pula dengan bilangan binary dan bilangan hexadesimal dst...
> [deleted]
> >>Apakah anda bisa memberikan contohnya ?
> >>Salam,
> >>Nasrullah Idris
>

application/ms-tnef

Kirim email ke