Dengan datangnya sekitar 13 undergrads dan 10 grads/Indonesian Army Officers
yang beberapa ditemani oleh anak dan isteri, Norwich telah menyulap
sebuah ruangan di dalam White Chapel untuk dijadikan Musholla.
Bahkan Norwich Messhall telah mengakomodasikan para muslimin dari Indonesia
dan negara lain saat berbuka, dengan menyediakan waktu khusus bagi mereka.
Untuk tahun ini, Norwich Messhall berniat untuk menyajikan makanan khas
indonesia untuk berbuka puasa.
Harus diakui, kesungguhan universitas ini dan Amerika pada umumnya, untuk
mengenal lebih jauh mengenai agama, heritage dan tradisi Islam.
Dapat saya lihat pula saat universitas ini menjamu 100-an lebih Taruna-taruna
Angkatan Udara Uni Emirat Arab, summer lalu, betapa telatennya Norwich
Messhall untuk tidak menyediakan makanan yang mengandung babi dan makanan
yang telah disucikan menurut hukum Islam.
American culture sudah mulai dapat menerima Islam sebagai bagian dari
tradisi Amerika. Islam sudah bukan lagi momok yang menakutkan seperti
dalam era 80-an dimana terorisme, Arab dan Islam dijadikan alasan
untuk legalisasi diskriminasi.
Kwanzaa, peringatan adat istiadat asli dari afrika pun telah diperingati
secara nasional di Amerika. Tahukah anda bahwa peringatan Idul Fitri-pun
telah diperingati didalam White House?

Bagaimana dengan Indonesia? Akankah kita bisa seterbuka Amerika?
Bisakah kita menerima saudara-saudara kita yang keturunan Cina untuk
menjadi bagian dari Indonesia? Atau menerima dan menghargai pemeluk
Agama Kong Hu Cu seperti 5 agama lainnya yang diakui oleh pemerintah?
Atau tidak mencurigai lagi kegiatan para Muslimin kita sebagai tindakan
yang ekstrimist dan disktriminatif thd minoritas?

Mau tidak mau Indonesia sudah dicap sebagai mini United States of Amerika.
Tetapi toleransi antar umat beragama dan suku bangsa kita ternyata masih
tertinggal dibandingkan negara lain dan Amerika sekalipun.

Teman-teman permias@, ternyata Tugas dan pekerjaan rumah kita masih banyak
dan jauh.


Andrew Pattiwael
The Military College of Vermont
Norwich University Corps of Cadets


On Sun, 27 Dec 1998, Ramadhan Pohan wrote:

> Salam!
> Di sini ada bacaan santai menjelang buka puasa. Kali aja ada yang tertarik
> menanggapi.
> Salam!
> ramadhan pohan
>
> Subj:    Re: [bincang] Prajurit Muslim di Militer AS
> Date:   12/27/98 8:03:06 PM !!!First Boot!!!
> From:   [EMAIL PROTECTED]
> To:     [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED]
> CC:     [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED]
>
> Prajurit Muslim di Militer AS
>
>
> Saat bulan Ramadhan tiba, imam militer Angkatan Laut AS, Letnan M Malak Abdul
> Al Muta'ali Ibn Noel, memimpin shalat berjamaah di sebuah masjid. Pada hari
> awal Ramadhan lalu, sekurangnya empat ribu orang tampak shalat dengan khusuk
> di masjid yang terletak di markas AL AS ini. Jamaah tersebut adalah personil
> AL AS yang masih aktif bertugas.
>
> ''Ini adalah bulan yang menyatukan kita dengan Allah secara spiritual,'' ujar
> Noel. Pria berusia 37 tahun itu telah aktif di AL AS selama 19 tahun. ''Dalam
> Quran dikatakan bahwa bulan ini (Ramadhan) adalah bulan untuk Allah,'' ungkap
> Noel.
>
> Islam ternyata tak lagi asing di kalangan masyarakat Amerika. Pemerintah AS
> memperkirakan sekitar 3,5 hingga 6 juta umat Islam tersebar di berbagai
> kalangan AS, tak terkecuali di bidang militer.
>
> Sejak Perang Teluk Persia pada 1991 -- ketika itu pasukan AS diturunkan secara
> besar-besaran di Timur Tengah -- kesadaran orang Amerika akan Islam meningkat.
> Militer Amerika bahkan kemudian berupaya mengakui agama yang satu ini dan
> memberinya status yang sama seperti halnya agama Kristen dan Yahudi.
>
> Menurut jurubicara Departemen Pertahanan, Letkol Tom Begines, 70 persen dari
> 1,4 juta personil militer AS yang masih aktif secara sukarela menjadi pemeluk
> agama. Dan 4.000 di antara mereka, memilih menjadi muslim. Angka ini meningkat
> dari 2.500 pada 1993.
>
> Namun angka sebenarnya diperkirakan lebih besar lagi akibat ada sebagian orang
> yang enggan mengungkapkan keislamanannya di hadapan publik. Menurut ketua
> Asosiasi Muslim Militer Amerika (MAMA), Sersan Talib Shareef, kini ada sekitar
> sepuluh ribu penganut Islam dalam tubuh militer AS.
>
> Termasuk di antara mereka adalah warga kelahiran Amerika seperti Noel. Noel
> berasal dari Salem, New Jersey. Noel masuk Islam pada 1989 lalu dan terlibat
> dalam Operasi Badai Gurun 1991 silam.
>
> ''Saya tidak pernah mendapat kesulitan dari pihak militer untuk melaksanakan
> ajaran Islam,'' kata Noel. Noel melanjutkan studinya untuk meraih gelar master
> pada bidang hukum Islam, atas beasiswa AL Amerika.
>
> Tujuannya belajar, kata Noel adalah ''untuk mendidik militer mengenai
> bagaimana sebenarnya kami.'' Menurutnya, ''Orang membaca segala hal negatif
> tentang Islam.''
>
> ''Namun ketika mereka melihat orang menjalankan ajaran Islan yang sesungguhnya
> ... melakukannya dengan ikhlas, demi meraih ridho Tuhan, ... mereka mulai
> melihat bahwa ada sifat universal di antara keyakinan ini,'' papar Noel.
>
> Contoh lainnya adalah imigran kelahiran India, seperti kapten AL KM Muhamad
> Shakir. Shakir menjadi warga negara AS sejak 1978 silam. Ia menjadi direktur
> pelatihan endrokrinologi di Pusat Kesehatan AL Nasional di Bethesda. Ia adalah
> salah satu ahli dalam tim perawat George Bush (saat itu menjadi Presiden AS).
>
> ''Memang ada niat dan upaya sistematik yang memberi keleluasaan pada muslim
> dan muslimah menjalankan ajarannya,'' kata Kapten Mel Ferguson. Ia adalah
> asisten eksekutif ketua Imam Angkatan Laut AS. Menurutnya, meningkatnya
> personil militer yang muslim ''jelas merupakan fenomena yang tumbuh dan telah
> kita ketahui bersama.''
>
> Militer AS memang telah mengakui keberadaan Islam. Selain telah menunjuk tiga
> orang imam, sejak 1993 militer juga telah memberikan kesempatan untuk
> menjalankan program pelatihan imam. Pentagon juga telah menyediakan makanan
> bebas babi, menginjinkan personilnya yang beragama Islam untuk shalat Jumat,
> memberi fasilitas perjalanan untuk naik haji ke Mekah, serta menempatkan
> simbol Islam sejajar dengan agama lain.
>
> Pada Juni lalu, misalnya, tanda bulan sabit terpampang bersama-sama tanda
> salib umat Kristen dan bintang Davidnya umat Yahudi. Ketiga lambang ini
> menghiasi bagian luar tempat beribadah di pusat kesehatan AL AS, Bethesda.
>
> ''Ini menandakan kemauan AL untuk menghargai keberagaman agama dalam
> militer,'' ujar imam dari barisan sipil, Yahya Hendi.
>
> Pada bulan Ramadhan -- saat umat Islam menahan diri dari segala hal yang
> membatalkan puasa termasuk makan dan minum -- komandan di kesatuan militer
> diharapkan bisa memberi kelonggaran kepadda para bawahannya yang tengah
> berpuasa. Misalnya, mereka diberi keringanan dari latihan fisik yang berat.
> Para komandan juga menetapkan jam kerja yang fleksibel sehingga personil yang
> muslim bisa melaksanakan ifhtar alias berbuka puasa saat maghrib tiba. Mereka
> bahkan bisa mengikuti shalat tarawih berjamaah setelahnya.
>
> Sejumlah markas militer memilki ruangan yang disulap menjadi ruang shalat.
> Bahkan sekurangnya dua fasilitas militer telah memiliki masjid sendiri.
>
> Sumbangan untuk membangun masjid pun datang dari luar AS. Pada 1992,
> pemerintah Arab Saudi telah menyumbangkan dana untuk mengubah sebuah kantor
> menjadi masjid di Pangkalan Militer Eutis di Newport News.
>
> Sementara pada November 1997, sebuah masjid di Norfolk Naval Station dibuka.
> Masjid ini terletak di sebuah komplek yang juga memiliki sebuah sinagog
> (tempat beribadah kaum Yahudi) dan dua buah kapel milik umat Kristen.
>
> ''Menurut saya satu hal penting adalah para pelaut Muslim diberi dukungan
> religius yang sama besarnya dengan para pelaut yang beragama Yahudi maupun
> Kristen,'' ujar mantan komandan pengakalan yang kini ditunjuk sebagai kepala
> operasi di Pentagon, Kapten John N Petrie.
>
> Toleransi tampaknya mewarnai militer AS. Sejumlah umat Islam bahkan menyebut
> militer sebagai pelopor dan mendobrak perbedaan rasial setelah Perang Dunia
> II. Menurut mereka, militer pun bisa memainkan peran serupa dalam mempelopori
> sikap saling pengertian pada keyakinan yang beragam.
>
> ''Saya masuk militer ketika integrasi dimulai,'' kata imam masjid Masjidush-
> Shura, Ghayth Nur Kashif. Ia telah bergabung dengan Angkatan Udara AS sejak
> empat tahun lalu.
>
> Sementara kalangan Islam lainnya menilai, kehadiran Islam dalam militer
> mengurangi momok menakutkan mengenai Islam setelah pemboman di kedubes dan
> aksi terorisme lainnya. ''Kehadiran kami malah harus meladeni orang yang
> mengutuk ... setiap aksi kekerasan terhadap orang tak berdosa,'' sessal
> Shareef dalam sebuah konferensi yang diselenggarakan MAMA.
>
> ''Padahal aksi semacam itu bertentangan dengan agama kami. ... itu bukan
> prilaku Islami,'' tambah Shareef yang kini berkantor di Fort Gordon Air Base,
> Georgia.
>
> Shareef mengakui, serangan terorisme kadang meningkatkan ketegangan antara
> umat Islam dan non muslim di militer. Dalam sejumlah wawancara oleh Washington
> Post, beberapa pemeluk Islam mengaku pernah ditanyai, ''Apakah yang ada di tas
> Anda itu bom?'' atau ''Apakah namamu Saddam Hussein.
>
> Seorang pria bahkan mengaku punya pengalaman buruk beberapa tahun silam. Saat
> itu, rekan-rekannya sesama prajurit latihan baris-berbaris yang sambil
> menyanyikan mars ''Aku ingin membunuh seorang Arab''.
>
> Namun demikian, mereka mengakui bahwa perlakukan bernada minor itu tak sering
> terjadi. Mereka mengakui, militer AS cukup mengakomodasi para penganut Islam.
>
> ''Banyak orang yang kenal saya telah belajar sedikit tentang Islam dari
> saya,'' ungkap opsir Undra Tincani, wanita berusia 24 tahun yang bekerja di
> pangkalan Norfolk. Saat serangan terorisme muncul, katanya, maka teman-
> temannya yang non muslim bisa menyampaikan bahwa ''orang-orang tersebut
> (teroris, red) tidak menjalankan agama sebagaimana seharusnya.
>
> Tincani lahir di Los Angeles dan masuk Islam pada 1994. Saat menjalankan
> tugas, ia biasa menggunakan topi seragam sebagai pengganti jilbab. Bahkan
> ketika ia berada di kawasan yang mengharuskan seluruh anggota AL membuka
> topinya, ''saya tetap memakainya setiap saat''.
>
>
> Republika Online 12/28/98
>

Kirim email ke