Peringatan: Email ini puanjang. Intinya ngomong SARA dan sedikit
ngomong bentuk federasi. Kalau ndak suka langsung apus aje.

Hehe...serius amat sih. Santai aja ah. Tidak ada kritik dari saya, yang
ada adalah kekecewaan terhadap apa yg ada di lapangan. Pembangunan
di daerah tidak hanya memerlukan orang macam Punky saja. Okay lah
kita persempit, misal pembangunan Kalbar deh. Diperlukan
juga orang macam Pariyem dan Sugiyo, Topson Simanungkalit,
I Ketut Tantri, atau Adi Cakranegara dari madura, dll. Terusin aja sendiri,
masak ratusan suku mesti disebut. Itu baik untuk bidang pertanian,
perdagangan, dll.

Sayangnya, yang namanya kaum pendatang biarpun sudah
beranak-pinak puluhan tahun tetap dianggap sebagai pendatang.
Dan kaum pendatang ini mempunyai hak yg terbatas. Paling tidak,
endak akan sama dengan yang punya nama belakang Datau, misalnya.

Ini adalah kenyataan. Biarpun kita memalingkan muka ke mana saja,
kenyataan ini endak akan berubah. Kaum pendatang adalah tamu,
yang setiap saat bisa diusir, di-harras, bahkan dibunuh. Peristiwa
Sambas kemarin menunjukkan bagaimana praktek ethnic cleansing
dijalankan. Pemerintah lokal malah menunjukkan keberpihakan,
bukannya mengayomi semua penduduk, sebagai pemilik bersama wilayah
itu. Kalau anda baca, anda akan menemukan keberatan kepala suku
Dayak bila di Sambas masih ada orang Madura. Ini adalah sikap
dan praktek SARA yg luar biasa. Di masa depan, pemimpin macam
ini perlu dimasukkan ke kamar gas. Maksudnya diambil 100 orang
secara random untuk kentut bareng ke kamar kecil, lalu si ketua
rasis ini dimasukin ke kamar itu. Biar puyeng.....hehe.... Mosok
sebentar-sebentar angkat mandau. Mbok ya angkat besi aja, jadi atlit.

Sikap semacam ketua suku juga ada di benak Uskup Bello. Dia pernah
bilang agar Timtim untuk orang Timtim saja, juga khusus untuk orang
Katolik saja. Ini juga tindakan SARA. Jadi juga mesti dimasukin ke kamar
bareng ketua suku itu. Mbok ya yg katolik demo ke Vatikan gitu lho.
Supaya uskup yg rasis ini diganti aja. Mosok orang rasis en sukuis kok
dapat Nobel. Weleh...weleh.... mbok yao dikasihin ke saya aja.

Bila kita buka peta Indonesia, saat ini tiap propinsi mewakili 1 atau 2
suku yg dapat mengklaim sebagai pemilik asli wilayah tersebut. Yang
lain cuma numpang. Beberapa pendatang yg punya ketrampilan
istimewa macam Punky akan diperlakukan sebagai savior. Yang biasa
saja seperti Eyang Troy tetap dianggap sebagai tamu. Yang kurang dari
rata-rata akan dianggap benalu yang perlu dimusnahkan.

Kalau kita ingin maju, semua daerah harus dibuka. Tidak ada kecuali.
Mau Aceh, mau Jateng, atau Ambon, dll. Saat ini tidak ada daerah yg
benar-benar terbuka kecuali DKI Jakarta. Di sana setiap orang punya
chance yg sama untuk meraih sukses di sektor swasta dan pemerintahan.
Bila kita ingin bicara kota per kota, menurut saya hanya Jakarta dan
Surabaya yang benar-benar terbuka. Jakarta jadi melting pot secara
nasional, dan Surabaya jadi melting pot wilayah timur. Di luar kedua
kota itu, sukuisme dan rasisme masih merajalela. Dengar-dengar sih
Medan dan Ujungpandang yg terparah. Tahu deh...

Untuk itulah, perlu gebrakan bagaimana memberantas sikap SARA
ini baik yg tersembunyi maupun yg terbuka yg dimiliki setiap orang.
Jangan sampai kesalahan Broz Tito kita tiru. Pemindahan sekelompok
penduduk ke wilayah lain, dalam perkembangannya seakan menghukum
mati orang yg dipindahkan itu. Dan ini benar terjadi kan?

Menurut saya, kesalahannya adalah tidak diterapkannya hukum yg
mengatur masalah SARA. Makanya kalau UU tentang diskrimasi tidak ada,
maka kita akan selalu terjebak dg masalah SARA itu. Masalahnya seberapa
detail sih UU yg sedang dirancang itu? Di kemudian hari, mestinya kepala
suku Dayak itu mesti dapat diperkarakan. Di masa lalu, pembicaraan
SARA diharamkan. Mestinya yg diharamkan kan prakteknya. Begitu
ada praktek SARA, mesti diperkarakan. Daftar kegiatan yg masuk
kategori SARA juga perlu dijelaskan secara mendetail. Buat semua
orang paham. Endak celingukan nanya binatang apa SARA itu.
Jangan sampe dikira SARA DARMAWAN. Yang ini mah manis sekalee.
Malaysia aja kalau ada tindakan begituan kena hukum kok. Katanya...

Lebih jauh lagi, bila masalah SARA sudah hilang, dan menurut saya
perlu waktu, maka barulah kita bicara bentuk federasi. Bentuk federasi
ini akan menjadi seperti yg di AS ataupun Malaysia. Jadi bener-bener
kuat. Kalau bentuk federasinya macam bekas Sovyet (itu yg negara-
negara merdeka, entah merdeka dari siapa), yaaaaa...... nilai aja sendiri.
Contoh lain adalah Chekoslovakia. Suatu bentuk yg akhirnya berantakan
karena lebih didasari pembagian wilayah berdasarkan etnis. Gitu lho.....
Makanya, biarpun Christianto Wibisono dan Amien Rais teriak-teriak bahwa
konsep federasi yg dimaksud bukanlah yg macam Van Mook punya, tetapi
kenyataan lapangan menunjukkan hal sebaliknya. Kita belum siap.
Tahu deh, katanya CW pinter. Kalau ngomong Brutusisme dan Ken
Arokisme sih emang pinter.

Hehe...sorry puanjang. Sudah lama punya uneg-uneg ini sih.
Sorry pula kalau sinis dg cerita Punky. Kalau cerita tentang Punky
sudah tidak menarik, baru saya gembira. Ini menunjukkan bahwa
yg macam itu sudah biasa. Bukan sekedar setetes hara di ladang
kering. Biar manis tapi cuman setetes, mendingan sebaskom.

Bila impian saya ternyata kesampaian, entar Bung Indi bisa jadi
gubernur Sumut, Bung Blucer jadi gubernur NTT, Bung Andrew jadi
gubernur Jabar. Nah, nanti saya mau jadi swasta saja, lalu minta
proyek. Haha........ enak tho? Daripada praktek SARA saat ini.
Masak gubernur Sumbar mesti orang Sumbar. Apa nggak SARA tuh?
Makanya saya endak ada yg sreg dengan partai-partai yg ada.
Endak ada yg ngomong jelas tentang hal ini. Apa kita perlu dirikan
partai sendiri aja. Misal PPD-REB, singkatan dari Partai Permias
Daulat Reformasi Endak Boongan. Bukan bis PPD jurusan Rempoa-Bogor......


Salam,
Jaya, spesialis email panjang. Hehe......


'-----------------------------------------------------------------
Indi Soemardjan wrote:

> your critic is quite disappointing.
> we as young generations must learn to apply
> our knowledge for the good of others.
> and I am terribly disappointed at your comment.
>
> . Brawijaya wrote:
>
> > Boleh nanya nih. Kalau kebeneran Punky jadi berhasil dan kaya,
> > lalu punya pengaruh kuat di masyarakat sana ya. Terus nyalonin jadi
> > Walikota Sintang bakal dipilih nggak ya? Eh, ini nanya lho.
> > Jangan-jangan kena ethnic cleansing kayak kejadian Sambas kemarin.
> > Jangan-jangan pula nanti dituduh ambil bagian dalam merampas hak
> > putra Dayak dan Melayu. Kan dulu juga pernah didiskusikan di sini
> > bahwa transmigrasi adalah proses jawanisasi. Jangan sampai Pariyem
> > dan Sugiyo digusur dari desanya lalu ditaruh di hutan, sampai di
> > sana harus kerja keras, lalu berhasil, eh lalu dipenggal kepalanya.
> >
> > Bila memang kejadiannya kayak begini, mending jangan ada
> > transmigrasi. Kasihan..... mending tetap di Gunung Kidul saja.
> > Kalau dikelola pasti juga ada jalan keberhasilan. Gurun saja bisa
> > disulap jadi lahan pertanian kok. Apalagi sekedar Gunung Kidul.
> > Ini yg dari Gunung Kidul. Kalau dari daerah lain macam Sragen jangan
> > mau transmigrasi. Mosok punya yg subur mau-maunya ngerjain rawa.
> > Kalau perlu diadakan land-reform untuk wilayah Jawa. Biar tanah-tanah
> > yg terampas dari petani dapat kembali ke pengelolanya. Gara-gara
> > petani sekedar petani penggarap, produktivitas juga kecil.
> > Tuh, bubarin Deptrans. Transmigrasi kan idem ditto dengan praktek
> > Belanda yg ngirim-ngirim naker sampai ke Suriname segala. Dijanjiin
> > enak malah jadi sengsara. Buat yg sudah terlanjur, kalau ternyata
> > dikasih
> > tanah berbatu-batu, mending rame-rame ke Jakarta lalu bikin demo.
> > Jaman
> > keterbukaan kok masih pake acara bohong. Itu kalau nggak becus, juga
> > Deptan
> > juga bubarin aja. Bikin pupuk aja nggak becus. Hehehehe....
> >
> > Salam,
> > Jaya
> >
> > On Mar 31,  3:32pm, Indi Soemardjan wrote:
> > > Subject: Betapa mulia niatnya. :)
> > > Seorang akademik berniat untuk menerapkan ilmunya demi kerakyatan.
> > > Inilah sebuah contoh dalam bidang Social Enterpreneur.
> > >
> > > Alhamdulillah, masih ada orang berhati mulia seperti dia.
> > >
> > > INDI
> > >
> > >
> > > ----
> > >
> > >
> > > HAL biasa saat seseorang mendaftar sebagai calon transmigran di
> > Kantor
> > > Wilayah Departemen Transmigrasi dan Permukiman Perambah Hutan,
> > termasuk
> > > Ch Punky Asta Indrawan (30), arek kelahiran Malang (Jatim) yang
> > pernah
> > > tinggal di Yogyakarta selama beberapa tahun.
> > >
> > > Akan tetapi siapa pun bakal kaget, jika mengetahui siapa sebenarnya
> > > Punky. Dalam riwayat pendidikan dan pekerjaan yang disodorkan ke
> > Kanwil
> > > Deptrans dan PPH DKI Jakarta (sebagai tempat mendaftar) di kolom
> > > pendidikan tertulis alumnus Jaguar Education of Engineering
> > Northburg,
> > > Jerman Barat, dengan spesialisasi mesin penggerak kapal.
> > >
> > > Dari daftar itu pula diketahui Punky pernah bekerja di sebuah
> > perusahaan
> > > swasta di Jakarta dengan gaji Rp 2,750 juta/bulan. Lalu mengapa
> > memilih
> > > sebagai transmigran? Apakah bukan suatu kemunduran?
> > >
> > > Punky yang sejak beberapa hari lalu (21/3) tinggal di Unit
> > Permukiman
> > > Transmigrasi (UPT) Nanga Merakai XVII/A/SP1, Sintang (Kalbar)
> > bersama
> > > istri dan anak usia delapan bulan menjawab, tinggal dari kacamata
> > mana
> > > kita melihat.
> > >
> > > "Ditinjau dari penghasilan, saya mundur dalam hal kepemilikan asset.
> >
> > > Namun saya maju, sebab begitu sampai di lokasi penempatan, saya
> > > merupakan pemilik dua hektar tanah lahan pertanian."
> > >
> > > Arek yang pernah memenangkan lomba karya tulis ilmiah remaja tingkat
> >
> > > propinsi berjudul Perancangan Mesin Listrik Ramah Lingkungan (saat
> > di
> > > SMA Albertus Malang) ini berkata, "Tanah yang diberikan negara itu
> > > merupakan perusahaan kami. Kami bebas mengelola dan menentukan
> > sasaran
> > > usaha. Di sini adalah pengabdian sekaligus inovasi kemajuan bagi
> > > pengabdian kepada bangsa dan negara."
> > >
> > >
> > > ***
> > > PERNYATAAN itu bukan basa-basi, termasuk saat "diuji" Mentrans dan
> > PPH
> > > AM Hendropriyono di Kantor Deptrans dan PPH, Kalibata (Jakarta),
> > > menjelang Punky dan 20 rekannya -sesama transmigran- berangkat ke
> > > Sintang menggunakan Kapal Motor Lawit.
> > > "Saya mantap, tak ada lagi yang bisa menghalangi tekad saya...,"
> > ujar
> > > Punky disamping istrinya, Suprapti (gadis Yogya) yang menggendong
> > anak
> > > semata wayang, Sanjaya Putra Indrawan.
> > >
> > > Semula banyak pihak meragukan tekad Punky. Namun, keraguan itu
> > sirna. Di
> > > tempat latihan terlihat jelas: jenis keterampilan yang dikuasai
> > Punky.
> > > Lama sebagai manajer produksi kimia karbon dan bakteri, mendalami
> > kimia
> > > organik, kimia karbon, pengembangbiakan bakteri dan pemanfaatannya
> > -baik
> > > semasa bekerja di Yogya maupun Jakarta- Punky menguasai teori
> > biologi
> > > tumbuh-tumbuhan.
> > >
> > > Di depan instruktur dan peserta latihan, pembuatan pupuk kompos yang
> >
> > > lazim antara dua-tiga bulan baru bisa disebut jadi, ia buktikan
> > hanya
> > > dalam waktu empat hari.
> > >
> > > Punky menjelaskan, bakteri Pseodomonas SP (sejenis bakteri
> > pembusuk),
> > > bisa merusak akar tanaman cabai. Tetapi melalui perlakuan tertentu,
> > > bakteri ini malah akan membantu kesuburan tanah. Caranya, dilemahkan
> >
> > > pada kondisi dorman (mati suri). Hasilnya akan membantu figur
> > tanaman
> > > menjadi lebih hijau, buah lebih bagus, membantu proses pembuatan
> > kompos,
> > > dan tanaman lebih tahan penyakit.
> > >
> > >
> > > ***
> > > BEGITU sampai di UPT Nanga Merakai, Sintang (Kalbar), Punky
> > berencana
> > > membuat water purifier, syukur bisa berkemampuan besar sehingga
> > seluruh
> > > transmigran sama-sama bisa menikmati.
> > > Setelah air bersih, dilanjutkan pendidikan bagi anak-anak
> > transmigran.
> > > Anak-anak transmigran, lahir dan besar, sama-sama "makan nasi",
> > seperti
> > > anak-anak pejabat di kota yang fasilitas pendidikannya jauh lebih
> > > lengkap. Beriktunya, Pungky ingin mengangkat nasib orang tua dan
> > > mengembangkan ternak besar, sekaligus memenuhi kebutuhan pupuk
> > kandang.
> > > Ia juga telah membekali diri dengan ilmu manajemen, termasuk
> > koperasi.
> > >
> > > "Saya ingin mengajak rekan-rekan transmigran membentuk koperasi dan
> > > mewujudkan impian perkebunan sebelum pemerintah turun tangan...,"
> > > katanya seperti dikutip Drs Bambang Anom dari Bagian Humas Deptrans
> > dan
> > > PPH.
> > >
> > > Meski demikian, obsesinya bertransmigrasi sempat terganggu, ketika
> > > mengikuti latihan di Cibubur. Pasalnya, perusahaan yang pernah ia
> > ikuti
> > > selama di Yogyakarta dan Jakarta, memanggilnya untuk bekerja. Ia
> > sempat
> > > goyah. Namun, katanya, "Kalau saya hidup di Jakarta, membesarkan
> > diri
> > > dan keluarga, itu berarti saya belum berhasil. Saya baru berhasil
> > jika
> > > mampu mengangkat derajat orang-orang di sekitar saya."
> > >
> > > Tidak malu menjadi seorang transmigran yang kesannya kecil dan hidup
> >
> > > susah? "Buat apa malu? Saya malah malu, mengapa di republik yang
> > besar
> > > ini masih ada anggapan, transmigran disebut orang kalah, orang
> > buangan.
> > > Kenapa persepsi demikian muncul?," tanyanya.
> > >
> > > Bagi Punky, transmigran merupakan ujung tombak pembangunan. Di sana
> > bisa
> > > terjadi pemerataan pembangunan. "Lebih malu lagi kenapa banyak
> > sarjana
> > > terutama pertanian dan teknik, memilih hidup di kota? Padahal sesuai
> >
> > > semangat akademik, seharusnya mereka ikut membangun pelosok daerah.
> > Di
> > > sana banyak rakyat yang tertinggal," gugatnya.
> > >
> > >
> > > ***
> > > PUNKY merupakan anak bungsu dari delapan bersaudara keluarga
> > pendidik.
> > > Ayahnya, T Astrohadi Martorejo (70), lulusan Ovleiding Voor Volk
> > > Onderweise School atau Sekolah Guru tahun 1948. Sedangkan ibunya, M
> > Dwi
> > > Andayani (64) alumnus Sekolah Guru B tahun 1954.
> > > Dua kakak Punky, Eka Budianta (43) dan Wahyu Dwi Budi Leksono (41)
> > > terkenal di bidang masing-masing. Eka, alumnus Sastra Jepang UI dan
> > > University of California, Los Angeles dan pernah bekerja di seksi
> > siaran
> > > Indonesia, BBC London. Sedangkan Wahyu pematung andal alumnus STSRI
> > Asri
> > > Yogyakarta.
> > >
> > > Saat di SMA tahun 1986, orangtua Punky sempat dibikin pusing.
> > Pasalnya,
> > > dia bertengkar dan dianggap melawan seorang guru, lalu dikeluarkan.
> > > Meski kepala sekolah, Pater E Siswanto merehabilitir untuk kembali
> > > diterima, tetapi Punky menolak. Pater Siswanto lalu membuat
> > rekomendasi,
> > > kemampuan Punky menonjol di bidang permesinan. Berbekal rekomendasi
> > > inilah Punky muda yang jago bahasa Inggris mendaftar masuk Jaguar
> > dan
> > > lulus test tahun 1987.
> > >
> > > Program kuliah sistem modul yang seharusnya diselesaikan empat
> > tahun,
> > > dilalapnya selama satu tahun delapan bulan. Sepulang dari Jerman
> > tahun
> > > 1988, ia langsung pulang kampung di Malang. Setelah silih berganti
> > > mendirikan perusahaan yang akhirnya bangkrut dan sempat bekerja pada
> >
> > > perusahaan swasta PT Adicipta Carbon Indo di Jakarta tahun 1997,
> > pada 4
> > > Oktober 1998 Punky mengundurkan diri.
> > >
> > > Dia tertarik transmigrasi yang informasi pertama didapat dari buku
> > > anak-anak, Mungkur Kambing (mungkur bahasa Dayak berarti dataran di
> > > tengah pulau), karya Iwan Yusi dan Petualangan yang Berhasil.
> > >
> > > Punky terketuk menatap masa depan demi anaknya sekaligus menghindari
> >
> > > polusi fisik dan mental di kota. "Saya bertekad membangun daerah
> > baru,
> > > bergotong royong dengan transmigran dan penduduk asli, sampai batas
> > usia
> > > yang diberikan Tuhan", katanya.
> > >
> > > Apa kata Suprapti, istri Punky?. "Saya biasa hidup sederhana. Saya
> > harus
> > > menghargai suami yang akan memberikan yang terbaik buat saya dan
> > masa
> > > depan anak. Lagi pula saya berasal dari keluarga biasa. Jadi,
> > relatif
> > > tidak kaget untuk hidup susah."
> > >
> > > Suprapti, gadis Suryodiningratan, Kodya Yogya, yang sering pergi ke
> > > supermarket selama di Jakarta ini berkata mantap: "Saya dengar di
> > sana
> > > harus kerja keras. Tetapi saya tidak takut, karena itu tadi, saya
> > sudah
> > > biasa dan saya yakin, kalau kita berusaha dan bertekad untuk maju,
> > pasti
> > > akan berhasil...." (dj
> > > --
> > >
> > > Indi Soemardjan
> > > Be my guest: http://pagina.de/indradi
> > >-- End of excerpt from Indi Soemardjan
>
> --
> dari
>
> Orang Biasa bernama Indi
>
> Visit my world: http://pagina.de/indradi

--
               \\\|///
             \\  - -  //
              (  @ @  )
------------oOOo-(_)-oOOo-----------
FNU Brawijaya
Dept of Civil Engineering
Rensselaer Polytechnic Institute
mailto:[EMAIL PROTECTED]
--------------------Oooo------------
           oooO     (   )
          (   )      ) /
           \ (      (_/
            \_)

Kirim email ke