Standar ganda adalah titik referensi yang sangat relatif Bang ........

Anda bilang saya sombong ......
Anda bilang saya berstandar ganda ........

Dunia ....dunia........semua nya relatif ...... terhadap siapa yang melihat he...he....

Soal jumlah kursi di DPR yang anda ragukan, menurut saya juga masih sangat kuatnya yang namanya Golkar dan turunannya ...
Jadi mau bagaimana ??? Nggak pakai Pemilu ?? Mau ABRI yang berkuasa ??? Atau mau pakai Hukum Rimba ??? Mau perang sipil dulu cari siapa yang paling kuat ??? Udah siap perang sipil ??? .... ENTE enak ada di Amerika !!!!

Pemilu memang tidak memuaskan dan pahit, tapi itu jalan satu-satunya yang legitimate, tunggu dan bersabar hingga pemilu tahun 2004, pelan - pelan kita rubah semuanya ........tidak segampang membalik tangan, dibutuhkan orang - orang dan mahasiswa yang sabar, berpikir jernih dan tidak memaksakan kehendak.

Hadeer

----------
> From: Irwan Ariston Napitupulu <[EMAIL PROTECTED]>
> To: [EMAIL PROTECTED]
> Subject: Re: Forkot
> Date: 25 Mei 1999 12:31

> Irwan:
> Hmmm....lagi2 berbau standar ganda. Ketika peristiwanya
> menimpa Aceh, Tanjung Priok, Lampung, anda menyebutnya
> dengan yakin ABRI sebagai pelakunya.
> Ketika terjadi di Semanggi, anda meragukan apakah
> ABRI pelakunya.

> Bung Hadeer, kalau anda mengikuti perkembangan berita yg
> ada, memang Forkot adalah salah satu kelompok yg menolak
> pemilu yg diselenggarakan oleh pemerintahan Habibie dan juga
> mereka menuntut dibentuknya pemerintahan transisi.
> Kelompok yg menolak pemilu dan menuntut dibentuknya pemerintahan
> transisi tidak hanya Forkot saja tapi juga 11 kesatuan aksi lainnya
> yg tergabung dalam Komite Mahasiswa Bersatu (KMB). Sebelas
> kesatuan aksi lainnya diantaranya adalah Forum Komunikasi Senat Mahasiswa
> Jakarta (FKSMJ), Komite Mahasiswa dan Rakyat untuk Demokrasi (Komrad),
> Keluarga Besar Universitas Indonesia (KB- UI), Front Jakarta, dan
> Forum Bersama (Forbes).
> Silahkan baca pada link berikut ini:
> http://www.indomedia.com/sripo/9904/15/OPINI/1504op2.htm
>
> Mereka mungkin tidak sepaham dengan anda soal pemilu,
> tapi bukan berarti mereka adalah orang2 yg tidak punya pikiran.
>
> Coba lihat lagi mengenai pemilu khususnya mengenai susunan
> anggota MPR/DPR kelak.
> Akan ada 700 anggota MPR/DPR.
> 38 jatah ABRI/TNI (pengangkatan)
> 200 jatah utusan golongan dan utusan daerah (pengangkatan).
> Yang diperebutkan dalam pemilu berarti ada 462 kursi.
> Asumsikan Golkar dengan segala cara hanya mampu
> mendapatkan 10% saja dari 462, katakanlah 46 kursi.
> Maka dengan modal 238 dari hasil pengangkatan maka
> jumlah suara yg akan menggolkan calon Golkar menjadi
> 284. Asumsikan akan terjadi pemungutan suara dalam
> pemilihan presiden dimana pengumpul suara terbanyak
> akan terpilih. Dengan kata lain dibutuhkan 351 suara
> untuk bisa menjadi presiden periode mendatang.
> Dengan skenario di atas maka Golkar hanya membutuhkan
> suara tambahan sekitar 67 suara saja.
> Ke-67 suara ini bisa didapat Golkar dari:
> 1.Setiap tambahan hasil pemilu yg lebih dari 10% yg didapat Golkar.
> 2.Koalisi dengan partai2 lain, termasuk partai gurem, dengan
>    iming2 uang atau pun jabatan.
> 3.Pembelian suara yg disinyalir oleh bung Efron sudah disiapkan
>   dana sampai triliunan rupiah.
>
> Melihat kelemahan dari pemilu sekarang ini, menurut saya
> wajar2 saja kalau ada yg menganggap pemilu sekarang
> tidak sah.
> Sebagian lagi ada juga yg menganggap pemilu sekarang
> ini sebagai satu2nya jalan menuju pemerintahan yg bersih
> dan sesuai dengan aspirasi rakyat walau saya ragukan
> kelompok ini tahu benar mengenai struktur pemilihan anggota
> MPR/DPR. Mungkin saja kelompok ini tahu tapi mereka
> "pasrah" saja karena mereka pikir inilah yg terbaik yg bisa
> dilakukan dengan harapan mungkin mereka tetap mampu
> mengalahkan suara Golkar cs.
>
> Saya pribadi tetap mempertanyakan pengangkatan anggota2
> MPR yg tanpa melalui pemilu.
> Di dalam UUD 1945 pasal 2 ayat 1, tidak ada disebutkan
> bahwa utusan2 daerah dan golongan diangkat langsung dan
> bukan dipilih melalui pemilu. Dengan kata lain, tidak tertutup
> kemungkinan mereka, utusan daerah dan golongan, bisa
> dipilih melalui proses pemilu agar lebih menceriminkan aspirasi
> rakyat, jadi bukan dengan pengangkatan.
> Bunyi UUD 1945 pasal 2 ayat 1 selengkapnya demikian:
> (1)Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota
> Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari
> daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang
> ditetapkan dengan undang-undang.
>
> Saya bisa merasakan apa yg dicemaskan oleh Komite
> Mahasiswa Bersatu (KMB). Bila kelak kemungkinan yg saya
> perkirakan diatas benar2 terjadi, dimana akhirnya calon
> Golkar bisa digolkan dan Golkar mampu mempertahankan
> status quo, maka tampaknya Indonesia akan memasuki
> masa penderitaan panjang kedua kalau tidak terjadi
> pertumpahan darah akibat gerakan revolusi rakyat.
> KMB dalam hal ini tampaknya lebih memperhitungkan
> kemungkinan2 di depan ketimbang anda, bung Hadeer,
> yg mengaku memiliki pikiran lebih dibanding mereka.
>
>
> jabat erat,
> Irwan Ariston Napitupulu

Reply via email to