From: [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]>
To: Radio Suara Amerika <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Sunday, June 27, 1999 6:19 PM
Subject: otak einstein
Otak einstein - Disiarkan: 6/25/99
-----------------------------------
*****Pakar-pakar ilmu syaraf yang memeriksa otak Professor Albert Einstein
belum lama ini telah mendapati bahwa ada kelainan pada bagian-bagian
otaknya, yang mungkin menjelaskan mengapa Einstein menjadi salah seorang
yang paling pintar dalam abad ini
Nasrullah Idris
---------------
Mungkin saja begitu. Sehingga karena ada kelainan sehingga dia mampu
memikirkan/mengkaji sesuatu yang tidak dikaji/dipikirkan oleh hampir semua
manusia di muka bumi saat itu. Jenis kelainan bentuk apakah itu? Saya belum
tahu. Yang jelas kelainan pada dia itu ternyata memberikan berkah bagi upaya
pembongkaran misteri alam semesta. Seakan-akan kelainan dia itu merupakan
titik inspirasional master bagi manusia, khususnya para pakar.
*****Sarjana Amerika kelahiran Jerman itu dianggap sebagai seorang pemikir
paling besar karena penemuan dan teori-teorinya tentang ruang, benda dan
waktu serta inter-koneksi ketiga faktor itu.
Nasrullah Idris
---------------
Dia mampu melepaskan keterikatan panca indera terhadap alam semesta ketika
mengkaji/memikirkan itu. Sambil melepaskan keterikatan itu, lalu dia
aplikasikan model matematika tertentu yang sesuai dengan apa yang
dipikirkannya tentang ruang, waktu, dan benda. Pelepasan keterikatan panca
indera itu tidak terlepas dari kemampuannya banyak bertanya pada diri
sendiri.
*****Setelah disimpan dalam botol-botol pengawet selama 40 tahun lebih, otak
Professor Einstein, pemenang Hadiah Nobel untuk bidang ilmu fisika yang
meninggal tahun 1955 itu, sekali lagi membuat kejutan.
Nasrullah Idris
---------------
Tetapi apakah bentuk kejutan itu bisa dijadikan modal untuk mencari orang
jenius ? Belum tentu. Soalnya nuansa referensial dan eksperimental saat dulu
berlainan dengan sekarang. Tetapi sekedar navigator dalam mencari bibit
unggul (otak jenius) tidak salah untuk dilakukan.
*****Harian Washington Post melaporkan, walaupun penemuan itu tidak secara
pasti menjelaskan sumber kepandaian Einstein, paling tidak kelainan otaknya
itu menunjukkan bagaimana perbedaan bentuk dan susunan otak bisa
mempengaruhi cara kerja otak.
Nasrullah Idris
---------------
Itu sih nggak usah diterangkan lagi. Perbedaan/susunan otak bisa
mempengaruhi cara kerja otak. Itu sama saja dengan mengatakan bahwa
perbedaan/susunan warna akan mempengaruhi hasil objek yang dihasilkan.
*****Penyelidikan tentang otak Professor Einstein, yang antara lain
merumuskan Teori Relativitas, atau Teori Kenisbian, diadakan oleh pakar ilmu
syaraf Sandra F. Witelson, dari Universitas McMaster di Kanada.
Nasrullah Idris
---------------
Berita ini saja mengindikasikan bahwa untuk membuat pintar itu bukan sekedar
tugas dosen/guru yang mengajarkan bidang yang bersangkutan, tetapi juga para
psikiater, ahli saraf, sampai psikolog. Jadi untuk meningkatkan SDM sarjana
elektro, misalkan, jangan hanya dibebankan kepada dosen bidang yang
bersangkutan. Karena itu, tidak berlebihan bila di perguruan tinggi pun
disediakan ruangan untuk ketiga bidang pakar itu.
*****Hasil penyelidikan kami menunjukkan bahwa bagian otak Einstein yang
memproses cara berpikir matematis, penggambaran tiga dimensi dan proses
pemikiran yang menyangkut ruang, lebih besar dibanding otak orang lain
yang punya intellijen rata-rata, katanya.
Nasrullah Idris
---------------
Untuk jelasnya tentang bagaimana cara berpikir Einstein, kiranya
ilustrasi berikut ini bisa dijadikan input :
Kalau seorang anak sudah memahami "a + a = .... " secara tuntas,
detail, dan dalam, maka dia akan bisa memprediksi apa yang terjadi
pada 85 tahun kemudian bila ditemukan "komputer terbang", yaitu "1
komputer terbang + 1 komputer terbang = 2 komputer terbang".
Walaupun dia belum mengenal yang namanya "komputer terbang", tetapi
secara logika, kita kan bisa mengatakan bahwa aplikasi "a + a = ..."
yang digunakan si anak itu bisa dipertanggungjawabkan. Rasanya kita
pun bisa mempercayainya 100 persen. Kenapa ? Karena kita pun bisa
memahami "a + a = ..." secara tuntas, dalam, dan detail.
Hanya saja substansial aplikasi matematika dari si anak sangat
sederhana. Sedangkan yang digunakan Einstein sangat komplek.
Mungkin saja banyak pakar Fisika yang mengabaikan akan teori
Einstein tersebut pada saat itu karena tingkat ketuntasan,
kedetailan, dan kedalaman mereka dalam memahami "gravitasi" dan
"cahaya" rata-rata masih di bawah Einstein. Sehingga ada faktor "x"
yang memungkinkannya mereka belum bisa mempercayainya 100 persen.
Salam,
Nasrullah Idris