From: Irwan Ariston Napitupulu <[EMAIL PROTECTED]>
To: [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Monday, October 25, 1999 7:17 AM
Subject: Kompromi dengan rakyat vs kompromi dengan elit politik


Belum lewat beberapa hari mendengar kabinet baru tidak akan berisi muka2
lama (mantan menteri orba), hari ini
harapan itu terancam sirna setelah membaca berita bahwa Gus Dur memberikan
isyarat bahwa sebagian menteri
masih berasal dari pemerintahan yang lalu.


Nasrullah Idris
---------------
     Kalau seluruh kabinet adalah wajah baru, apa akibatnya?
     Kalau seluruh kabinet adalah wajah lama, apa akibatnya?
     Kalau US dollar terlalu menguat terhadap rupiah, apa akibatnya?
     Kalau US dollar terlalu lemah terhadap rupiah, apa akibatnya?
     Nah, apa kaitan semua itu dengan ekuilibrium sebagaimana yang pernah
anda katakan?

Irwan Ariston Napitupulu
--------------------------

Tampaknya yang perlu dipertimbangkan kembali oleh Gus Dur adalah manakah
yang menurut beliau lebih penting, kompromi dengan keinginan rakyat ataukah
kompromi dengan keinginan elit politik.

Nasrullah Idris
---------------
Ya tentu saja kompromi dengan rakyat yang meliputi rakyat yang a persen, b
persen, c persen, sampai z persen. Ingat bahwa kompromi dengan rakyat yang a
persen jangan langsung dianggap sebagai kompromi dengan rakyat yang ....
persen lainnya.
Jadi kalau y = x + 2, y = x - 10, dan seterusnya, bagaimana mencari titik
temu antara x1, x2, dan seterusnya.
Begitu. Perhitungan ini bisa terlaksana jika sikap subjektif tidak dibawa ke
dalam
urusan mencari titik x1,x2, dan seterusnya. Terlebih dalam urusan ekonomi.
Para Nobelis ekonomi juga bisa meraih hadiah nobel karena legitimasinya
untuk bersikap objektif yang sangat kuat.

Irwan Ariston Napitupulu
--------------------------
Jangan lagi kita melakukan kesalahan yang sama, masuk ke lubang yang sama.


Nasrullah Idris
--------------
Betul. Sikap kritis terhadap kebijaksanaan ekonomi harus tetap dilakukan,
sebagaimana sikap kritisnya seorang ekonom saat mendengar konsep : "1/2
MANUSIA + 1/2 MANUSIA = 1 MANUSIA". Siapa pun yang mengajukan konsep itu,
kita harus menyalahkannya, karena manusia tidak ada yang dalam bentuk
pecahan. Tetapi di sisi lain, kita harus membenarkan, karena "1/2 + 1/2 =
1". Ini terlepas dari parpol manakah, orang yang mengajukan kebijaksanaan
tersebut. Itu baru namanya seorang ekonom yang mempunyai kejujuran
intelektual.

Lain dengan kritikan ekonom yang dipengaruhi oleh sikap partisan. Dia akan
melihatnya dari satu sisi saja. Dia akan menganggapnya "SALAH", hanya karena
datang dari orang yang tidak satu partai. Atau dia akan langsung membenarkan
karena datang dari orang yang memang satu partai.


Tetapi saya yakin, Lae Irwan termasuk sosok ekonom yang mempunyai kejujuran
intelektual yang sangat tinggi.


Salam,


Nasrullah Idris
---------------

Kirim email ke