In a message dated 10/30/99 10:06:40 AM Eastern Daylight Time,
[EMAIL PROTECTED] writes:

> Budi:
>  Kalau yang anda tulis dari sumber yang tidak lengkap dan cenderung
>  meninggalkan esensi dari 'suasana kebatinan' yang terjadi saat wawancara,
>  sudah barang tentu ini harus jadi bahan diskusi lebih dahulu, supaya
>  diskusinya tidak melenceng dari awal.

Irwan:
Busyet dah, yg saya komentarin kemarin itu apa yg diucapkan
ketua MPR dan bukan apa yg ada di batin ketua MPR maupun
suasananya. Masak sih saya harus cari tahu suasana batin
ketua MPR? Emangnya ada yg bisa tahu 100% suasana batin
ketua MPR waktu ngucapin hal tersebut?
Kalau kita mau diskusi ngga melenceng, maka masalah jangan
dilarikan ke hal lain.
Yang saya tanyakan kemarin2 itu sebenarnya cukup jelas.
Tapi ngga ada salahnya saya mengulang lagi.
Menurut anda, bung Budi, apakah seorang ketua MPR berdasarkan
ketatanegaraan kita mempunyai hak untuk menarik menteri
dari jabatannya secara langsung?
catatan:
Pertanyaan di atas bukan pertanyaan retorika, karenanya
saya membutuhkan kepastian sikap anda atas pertanyaan
tersebut agar tahu posisi anda terhadap masalah ini itu
dasarnya seperti apa.

Budi:
>  Biarpun omongan itu benar dari AR, apa kita menelan saja mentah-mentah
>  ucapan itu tanpa menganalisa 'sesuatu' dibaliknya, katakanlah dikaitkan
>  dengan posisinya sebagai ketua MPR dan atau petinggi PAN. Semua orang
>  mestinya sudah tahu posisi mana yang dia mainkan dengan mengucapkan
>  kata-kata itu.

Irwan:
Wah, ini lebih gawat lagi nih ngaconya. Kalau dia sudah menjadi
ketua MPR, maka jabatannya tersebut melekat pada dirinya.
Dia ngga bisa sembarang ngomong lagi karena posisinya
yg sudah sebagai ketua MPR.

Budi:
>  Khan nggak perlu dalam wawancara tsb dia juga mengatakan
>  (misalnya) : "Sebagai ketua PAN, maka saya akan bertanggung jawab
........".

Irwan:
Amien Rais tidak bisa melepaskan statusnya sebagai
ketua MPR. Karenanya dia ngga bisa lagi bicara seenaknya
tanpa mempertimbangkan pendapat dari wakil ketua MPR
lainnya. Ini yg mau saya tekankan. Jangan sampai seorang
Amien Rais merusak aturan main dan batasan wewenang
ketua MPR.

Kalau pun Amien Rais ada mengucapkan seperti yg
anda tulis di atas, juga tetap tidak bisa dibenarkan seorang
ketua MPR memiliki wewenang menarik menteri kabinet.

Lagian, koq anda jauh2 banget sih menduganya?
Apa memang AR nyebutin kata2 seperti yg anda kutipkan
di atas? Kalau ya, tolong saya diberikan linknya.
Kita ngga perlu ngarang2 lah, atau bela2 yg sudah jelas2
salah. Yang salah kita katakan salah, yg benar kita katakan
benar. Jangan karena sentimen pribadi, lalu yg salah
dibenarkan. Ini ngga bagus bila kita bicara dalam konteks
menjalankan fungsi kontrol.

Budi:
>  Ini tidak tertulis dalam wawancara, tetapi apa kita tidak bisa menangkap
>  esensinya?

Irwan:
Maaf, saya malas untuk memikirkan hal2
tidak tertulis atau tidak dikatakan.
Silahkan kalau anda ingin merekayasa. Saya pribadi
malas merekayasa yg beginian.

Irwan:
>  >Silahkan anda curiga dengan saya, buktikan
>  >kecurigaan anda itu beralasan dengan memberikan data2
>  >yg bisa dipertanggung-jawabkan.

Budi:
>  Ini satu bukti bukan ya?
>
>  "Gue curiga nih tukang becak bukan sembarangan tukang
>  becak. Jangan2 dia sebelum krismon adalah seorang karyawan
>  tamatan S2 yg mungkin karena krismon terpaksa beralih profesi
>  menjadi supir becak karena kondisi memaksa. Kalau pun
>  dia memang dari dulu seorang supir becak, kemungkinan
>  besar menurut dugaan saya adalah supir becak dengan
>  basis politik PDIP pendukung Mega....:)
>  Kelihatan banget supir becak itu ngga suka orang
>  kecil/susah dijadiin "mainan" orang depsos untuk
>  kepentingan sesaat saja".
>
>  Budi:
>  Probability dari 'kemungkinan besar' itu khan bisa mendekati 1.

Irwan:
Hahahahaha.....gile bener dah, kalimat santai alias
becanda soal supir becak yg kemungkinannya adalah
anggota PDIP koq bisa2nya ditanggepin serius....:)
Saya yakin, rekan2 disini juga tahu tulisan saya yg
menduga supir becak itu anggota PDIP adalah joke
yg kebenarannya jelas sangat dipertanyakan.
Tapi kalau soal supir becak itu yg ngga suka, bisa dilihat
koq dalam paragraf di detik.com tersebut.

Irwan:
>  >Terus terang saya bosan dengan debat kusir yg hanya
>  >mengandalkan emosi dan kecurigaan belaka.
>
>  Budi:
>  Anda merendahkan martabat para kusir. Padahal sebagian dari mereka tentu
>  ada yang memilih PDIP. Katanya anda membela rakyat dan berada di
>  belakangnya, kenapa kok terhadap kusir tidak?

Irwan:
Hehehe...sekarang saya ngga tahu nih, anda nulis di atas
dalam kondisi serius atau bales bikin "joke"....:)
Kalau jawaban anda di atas adalah serius, mending saya
ngga komentarin dah. Soal2 yg ngga signifikan koq anda
jadikan fokus. Sementara soal2 yg menurut saya perlu
mendapat perhatian malah diabaikan, yaitu soal batasan
wewenang ketua MPR.

Irwan:
>  >Mari kita perbaiki kesalahan2 lama dengan bersikap
>  >kritis terhadap siapa saja karena memang saat ini
>  >Indonesia butuh pemikiran2 kritis.
>
>  Budi:
>  Saya sangat setuju untuk yang ini.
>  Orang yang tak pernah berbuat kesalahan adalah orang yang tak pernah
>  berbuat apa-apa. Orang yang tak pernah melakukan kesalahan tak pernah
>  menemukan sesuatu (Mustofa Bisri, menjelang ramadlan 1409).

Irwan:
Saya tambahkan saja ya biar lengkap....:)
Dan orang yang melakukan kesalahan yang sama berulang2
adalah orang yg bebal kalau bukan lemah pikiran
(Irwan Ariston Napitupulu, Oktober 1999)...hehehehehe

jabat erat,
Irwan Ariston Napitupulu

Kirim email ke