(Rakyat Merdeka : 6 April 2004)
AMIEN - SUSILO PASANGAN TERKUAT? KEDUANYA BISA GAGAL BILA SAMA-SAMA NGOTOT JADI RI-1 --------------------------------------------------- Oleh : Nasrullah Idris (Reformasi Sains Matematika Teknologi) Bisa kita lihat, akhir-akhir ini pamor Susilo Bambang Yudhoyono dan Amien Rais sebagai capres sangat tinggi, yang ditandai lewat hasil polling atau survei. Keduanya sama-sama sosok sentral dalam pluralisme. Juga sama-sama disegani oleh lawan maupun kawan politiknya. Apalagi sampai detik ini belum terdengar konflik yang beresonansi nasional antara pendukung Partai Amanat Nasional dan Partai Demokrat. Selain itu, keduanya sama-sama berpeluang besar untuk dicalonkan sebagai capres oleh partai lain, terutama yang perolehan suaranya tidak signifikan. Malah kini muncul fenomena di kalangan masyarakat untuk memilih Susilo atau Amien Rais, meskipun untuk legislatif, mereka tidak memilih partai yang menjagokannya. Di negara seperti Perancis, fenomena itu sudah berlangsung lama. Rakyat yang memilih partai sosialis belum tentu memilih presiden dari partai tersebut. Istilah lainnya : "Tidak menyimpan telur dalam satu keranjang". Motifnya beragam, seperti menciptakan keseimbangan eksekutif-legislatif dan menghindari kekuasaan tanpa kendali. Tidak sedikit pula untuk memperbesar harapan tersampaikannya aspirasi mereka. Pada era pergantian kepemimpinan pada tahun 1998, keduanya pun sama-sama memperjuangkan reformasi. Perbedaannya : Susilo dari militer dan Amien dari Akademisi. Wajarlah bila banyak orang menganggap keduanya sebagai pasangan tangguh untuk memimpin bangsa ini. Lewat pooling/survey yang dilakukan sejumlah media massa, duet keduanya menempati papan atas. Hanya bila keduanya ngotot untuk menjadi RI-1, yang berarti mencari cawapres lain, bisa membuat keduanya justru sama-sama gagal dalam pemilu 5 Juli mendatang. Taroklah, pemenang kesatu : 28%, pemenang kedua 26%, Susilo 23%, dan Amien 23% (catatan : bila yang tampil akhirnya hanya empat pasangan). Sedangkan bila terjadi kompromi, siapa yang jadi cawapres dan siapa yang jadi capres, maka di atas kertas pasangan ini akan berpeluang besar menempati rangking pertama. Meskipun harus kembali tampil pada putaran kedua menghadapi pemenang kedua, 20 September mendatang, karena tidak mencapai lebih dari 50%, namun untuk menjadi pemenang final akan semakin besar. Suara tambahan akan diperoleh dari terpecahnya suara milik pemenang ketiga. Malah suara milik pemenang kedua pun bisa terpecah (maklumlah kadang-kadang pemilih menentukan pilihannya karena mengikuti arus). Jadi terlepas dari perolehan suara PAN dan PD untuk legislatif, antara tim suksesnya masing-masing perlu meningkatkan frekwensi pertemuan seputar koalisi. Melihat sistem pemilu sekarang ini, perolehan suara sebuah partai tidak berkolerasi lurus dengan peluangnya untuk menggoalkan orang yang dijagokan untuk memimpin negeri ini. Jadi berapa pun yang diraih kedua partai tersebut, jangan dijadikan satu-satunya referensi utama. Bila diasosiasikan dengan Kejuaraan Dunia Bulutangkis, maka Amien-Susilo ibarat ganda putra Indonesia yang tangguh, serta berpeluang besar untuk meraih juara pertama. Tetapi bila masing-masing dipasangkan dengan atlit yang lain, belum tentu kans bagi keduanya sebesar itu. Hendaknya ini menjadi perhatian serius dari tim sukses Amien maupun Susilo, sambil mengedepankan kepentingan bangsa di atas partai. Demikianlah analisa sentral dari penulis yang benar-benar dalam kapasitas sebagai peneliti Reformasi Sains Matematika Teknologi. (Nasrullah Idris - Bandung)