--- On Thu, 6/4/09, Siswa Rizali <siswariz...@gmail.com> wrote:
From: Siswa Rizali <siswariz...@gmail.com> Subject: [economics_feui] Re: The ghost of neoliberalism To: economics_f...@yahoogroups.com Date: Thursday, June 4, 2009, 9:37 AM AP, ini versi pengalaman pribadi saya menjelaskan apa itu neolib. Versi yg sudah diedit dari tulisan berikut dimuat di Investor Daily, Kamis, 4 Juni 2009, hlmn. 4, dgn judul: Nikmatnya Buah Liberalisasi. banyak ibu2 anti-neolib yang belanjanya ke carrefour, hypermart, dan sejenis. aneh kan... Salam, Rizal ===. Nikmatnya Terjerumus dalam Ekonomi (neo)Liberal Oleh Siswa Rizali Ekonomi (neo)liberal telah diulas dari persfektif politis, akademis, dan filosofi kehidupan. Tapi bagi orang kebanyakan pendekatan tersebut sulit difahami. Seorang yang setiap hari harus berjuang memenuhi kebutuhan hidupnya yang terpenting adalah: apakah ada cukup barang dengan harga dan kualitas yang sesuai keperluannya? Untuk memenuhi kebutuhan itu pertanyaan terpenting lain adalah: apakah ada lapangan kerja dengan penghasilan yang memadai? Jargon politik, analisa teori, dan dialektik filsafat kehidupan meskipun sangat penting sering sekali tidak bisa menjawab hal praktis perjuangan kehidupan rakyat tersebut. ***** Penulis pertama kali ingin menabung di bank di pertengahan 1980-an, saat masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Ternyata menabung di bank saat itu tidak mudah karena banyaknya persyaratan. Pada akhir tahun 1980-an, akhirnya penulis dengan mudah membuka rekening tabungan disebuah bank swasta nasional. Yang paling mengesankan, tabungan tersebut memberikan kesempatan bermimpi menjadi orang kaya dengan hadiah yang bernilai ratusan juta rupiah. Bayangkan, sebuah kegiatan yang produktif (=menabung), mendapat bunga, dan masih diiming-iming memperoleh hadiah besar. Setelah kuliah di Fakultas Ekonomi ternama yang sering dianggap menganut faham ekonomi liberal, penulis mengetahui bahwa liberalisasi dan deregulasi sektor finansial yang mempermudah penulis menabung disebuah bank. Aspek lain yang menarik dari deregulasi finansial adalah berkembangnya bisnis keuangan mikro. Selain adanya Bank Perkreditan Rakyat, bank besar juga membuka program khusus perbankan mikro seperti Danamon Simpan Pinjam. Bila kampanye pemerintah akan kredit mikro hanya berupa kredit murah dengan realisasi dana yang terbatas, kredit mikro bank komersial merupakan solusi yang lebih riil tanpa mendompleng jargon kerakyatan. Pada akhir tahun 2008, pemilik rekening simpanan di perbankan sekitar 85 juta rekaning. Dengan asumsi banyak rekening ganda, tetap saja penetrasi perbankan sangat luar biasa. Di era 2000-an fenomena deregulasi sektor transportasi, telekomunikasi, dan distribusi bahan bakar minyak (BBM) yang paling menarik. Munculnya perusahaan pesawat swasta seperti Lion Air, Batavia Air, Adam Air, dan Air Asia menyebabkan persaingan ketat sehingga harga tiket turun drastis. Konsumen merespon positif, terbukti dari melonjaknya jumlah penumpang pesawat, khususnya di jalur domestik. Jumlah penumpang pesawat akhir 2007 sekitar 31 Juta orang, naik dari sekitar 8.6 Juta pada akhir 2000, kenaikan rata-rata 20% per tahun. Bandingkan dengan pertumbuhan penumpang pesawat era pertumbuhan ekonomi tinggi 1990-1996, yang sekitar 10% per tahun. Perbedaan ini sangat luar biasa, karena pertumbuhan ekonomi era 2000-an dibawah pertumbuhan ekonomi 1990-1996. Pertumbuhan penumpang pesawat yang tinggi mengindikasikan persaingan mempunyai peran penting dalam meningkatkan kapasitas penerbangan era 2000-an. Yang lebih menarik, harga tiket pesawat ke kampung penulis yang pada pertengahan 1990-an mendekati Rp 2 Juta, sekarang juga masih kurang dari Rp 2 juta. Meskipun akumulasi kenaikan harga-harga barang (=inflasi) di Indonesia selama periode 1995-2008 mendekati 400%, harga tiket pesawat ternyata tetap. Berakhirnya monopoli di sektor telekomunikasi juga berdampak sangat luas pada akses komunikasi, khususnya di sektor telepon seluler. Pada tahun 2008 jumlah sambungan telepon seluler mencapai 150 juta unit, naik tajam dari 6.5 juta sambungan pada akhir 2002, pertumbuhan hampir 70% per tahun. Memang banyak kritik yang disampaikan berupa mahalnya tarif telepon seluler dibandingkan dengan telepon tetap. Namun pertumbuhan pengguna telepon seluler yang luar biasa menunjukkan bahwa konsumen lebih mementingkan ketersediaan sambungan komunikasi daripada mimpi harga murah tanpa koneksi. Dari sisi harga, pada tahun 2002 kartu perdana telepon seluler masih ratusan ribu rupiah, itu pun nilai pulsa yang diperoleh lebih kecil daripada harga kartu perdana. Saat ini, banyak kartu perdana yang dijual dengan harga Rp 5,000 ~ Rp 10,000 dan ditambah berbagai bonus. Dengan harga yang demikian murah, telepon seluler telah menjadi barang konsumsi yang sangat umum. Ada Pedagang Kaki Lima atau tukang ojek yang menggunakan telepon seluler untuk menerima pesanan. Deregulasi yang tak kalah menariknya terjadi di sektor distribusi BBM. Sebelum tahun 2006, pengguna Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) harus menerima sikap sewenang-wenang mitra Pertamina yang sering sekali dipertanyakan kualitas dan ukuran takaran BBM-nya. Pelayanan SPBU mitra Pertamina juga sangat tidak memuaskan. Sejak adanya pesaing seperti SPBU dari Shell, Petronas, dan Total, maka Pertamina melakukan berbagai perbaikan seperti meluncurkan program SPBU Pasti Pas. Sayang semangat Pertamina memperbaiki kinerja SPBU-nya cepat kendor. Kemungkinan besar ini dikarenakan distribusi BBM oleh SPBU non-Pertamina masih terbatas pada BBM non-subsidi, yang porsi penggunaannya sangat kecil. ***** Bila kita melihat debat politisi dan pengamat yang anti (neo)liberal atau pasar bebas sering sekali hanya berkisar pada harapan dan impian yang ujung-ujungnya untuk mempromosikan Capres dan Cawapres tertentu. Sedangkan di kehidupan sehari-hari, masyarakat sudah menikmati hasil liberalisasi berupa berbagai produk dengan jumlah yang lebih banyak, harga yang lebih murah, dan kualitas pelayanan yang lebih baik. Bukan hanya dari sisi konsumen, bertumbuhnya jumlah perusahaan tentu membuka peluang bagi banyak pencari kerja. Dari sisi pemerintah menjadi peluang memperoleh lebih banyak pajak pendapatan dan pertambahan nilai dengan adanya peningkatan aktivitas ekonomi. Tentu tidak semua pihak diuntungkan dengan adanya deregulasi dan liberalisasi sektor-sektor ekonomi. Pertanyaannya, bagaimana mereka yang kalah bersaing dapat segera mengalihkan sumberdaya ekonomi yang dimilikinya untuk melakukan kegiatan ekonomi baru. Bagaimana pemerintah dapat memfasilitasi proses transformasi itu dengan memperbaiki iklim investasi. Ini tidak berarti peran pemerintah dalam ekonomi berkurang. Faktanya ekonomi pasar hanya bisa berjalan dengan baik bila pemerintah mampu melaksanakan tugas-tugasnya seperti: penegakan hukum, penyediaan infrastruktur yang memadai, dan keperluan dasar masyarakat (seperti pendidikan dan kesehatan). Seorang pengusaha, baik kecil maupun besar, tidak dapat menjalankan usahanya bila tidak ada kepastian atas keamanan berusaha. Pedagang Kali Lima terus membayar pungutan liar kepada petugas pemerintah, tetapi setiap saat juga terancam digusur oleh petugas yang sama. Ini adalah bentuk kegagalan pemerintah melaksanakan tugasnya menegakkan hukum. Bila pemerintah sering tidak mampu melaksanakan tugas-tugas mendasar untuk menjamin hak-hak masyarakat berusaha dengan aman dan produktif, mengapa pemerintah sangat tertarik mengurus sektor-sektor ekonomi yang telah berjalan baik dengan adanya kemajuan ekonomi dan mekanisme pasar. Peran pemerintah dalam pembangunan akan lebih efektif dengan memanfaatkan pajak dari pelaku ekonomi untuk pemerataan pembangunan. Puluhan juta masyarakat bersuka cita menabung di bank, menggunakan telepon seluler, naik pesawat terbang, dan membeli BBM di SPBU ‘Pasti Pas’. Menonton debat (neo) liberal juga melalui Televisi swasta hasil liberalisasi. Berkat liberalisasi, televisi telah menjadi pilihan karir bagi calon politisi dengan terlebih dahulu menjadi artis. Ini lah potensi pemilih ekonomi liberal. Bagi Capres dan Cawapres yang bisa menjelaskan bagaimana ekonomi liberal memperbaiki kehidupan berbagai lapisan masyarakat, peluang menang sepertinya terbuka lebar. =========. The ghost of neoliberalism Posted by: "ari a. perdana" ari.perd...@gmail.com ari_perdana Date: Wed May 27, 2009 11:52 pm ((PDT)) http://www.thejakartapost.com/news/2009/05/28/the-ghost-neoliberalism.html The ghost of neoliberalism *Ari A. Perdana* , Melbourne | Thu, 05/28/2009 1:19 PM | Opinion ------------------------------------ Yahoo! Groups Links