Pandangan saya sebagai orang awam, CMIIW
secara ekologi, Menjamurnya hypermarket dan menguapnya pasar tradisional di 
negara tercinta ini
sebagai seleksi alam, dimana hypermarket (mewakili liberalisme) mampu 
beradaptasi dengan lingkungannya dan pasar tradisional yang tidak mampu 
beradaptasi dengan lingkungan.
pertanyaan nya koq bisa begitu? 
Disini hypermarket (mewakili liberalisme/neo-liberalisme) saya analogikan 
sebagai invasive species dan pasar tradisional itu ibarat species lokal 
(indigenous).
definisi:
Invasive species : expresses the phrase in terms of non-indigenous species 
(e.g. plants or animals) that adversely affect the habitats they invade 
economically, environmentally or ecologically (sumber : wikipedia) 
ciri-cirinya: 
1. The ability to reproduce both asexually as well as sexually (capital/modal 
nya gede euy)

2. Fast growth (cepet tumbuhnya karena katanya harga barangnya bisa lebih 
murah) 

3. Rapid reproduction (alesan pemda ngasih ijin sih katanya buat ngebuka 
lowongan pekerjaan, disamping oknum pemda dapet komisi jg) no offense yah 
jangan sampai sayah di penjara gara gara memfitnah pemda (Prita mode: on)

4. High dispersal ability (cepet nyebarnya, mo di kota besar ato kecil)

5. Phenotypic plasticity (the ability to alter one’s growth form to suit 
current conditions) (yg ini agak susah bikin contohnya)

6. Tolerance of a wide range of environmental conditions (generalist) (bisa 
tumbuh dimana ajah, lokasi kagak ada masalah)

7. Ability to live off of a wide range of food types (generalist) (dari mule 
sayuran,baju bajuan, barang elektronik semua ada dsini)

8. Association with humans (no comment ah)


Spesies lokal ciri-cirinya: 
1. The ability to reproduce only by asexually or by sexually (capital/modal 
kecil, maklum rakyat jelata bukan rakyat jelita kayak Ibu Manohara)

2. Slow growth (dah pertumbuhan lambat masih jg dkejar rentenir)

3. Slow reproduction
4. Low dispersal ability (ga bisa tumbuh di mana ajah, bisa bisa di kejar 
satpol pamong praja)

5. Tolerance of a narrow range of environmental conditions (specific) (lokasi 
harus sesuai dengan tata guna lahan yang sudah dsesuaikan pemda, kalo ga 
biasanya ada yang bakar dan bahkan lokasi nya dah sesuai dengan tata guna lahan 
tetep ajah ada yang bakar)

7. Ability to live off of a narrow range of food types (specific) (biasanya 
cuman ngejual sayuran/perdagingan doank)


kembali ke pertanyaan di atas, mengapa spesies tertentu mudah menginvasi dan 
mendominasi habitat baru kemudian menggusur spesies lokal??
Penyebabnya adalah ketidak mampuan spesies lokal untuk bersaing dengan invasive 
spesies, ketidak hadiran predator dan parasit alami invasive spesies di habitat 
baru tersebut, sehingga pertumbuhan mereka tidak terkontrol pula.


terus buat apa donk melindungi spesies lokal??
Spesies secara individu dan ekosistem telah berkembang berjuta-juta tahun ke 
dalam ketergantungan yang kompleks. Ini dapat dianalogikan dengan teka-teki 
silang yang besar yang terdiri dari potongan yang saling mengunci. Bila kita 
menghilangan sebagian potongan maka rerangka keseluruhannya akan rusak. Semakin 
besar habitat dan spesies hilang maka semakin besar pula bahaya keruntuhan 
total akan terjadi. (Klo pasar tradisional sudah punah, Ortu ane mo dagang 
dmana donk kasian banget jadi rakyat jelata)

Kehilangan biodiversitas secara umum juga berarti bahwa spesies yang memiliki 
potensi ekonomi dan sosial mungkin hilang sebelum mereka ditemukan. Sumberdaya 
obat-obatan dan bahan kimian yang bermanfaat  yang dikandung oleh spesies 
liar/lokal mungkin hilang untuk selamanya. Kekayaan spesies yang terdapat pada 
hutan hujan tropis mungkin mengandung bahan kimia dan obat-obatan yang berguna. 
Banyak spesies lautan mempertahankan dirinya secara kimiawi dan ini merupakan 
sumber bahan obat-obatan yang penting. Di samping itu kerabat liar dari 
berbagai tanaman pertanian merupakan sumber gen resisten terhadap berbagai 
penyakit. Bila merekan juga hilang maka tanaman pertanian kita juga rentan 
terhadap kepunahan. (contohnya cari ajah sendiri)

Sekarang mah mari kita bertanya pada hati nurani kita, apakah hal tersebut di 
atas yang kita inginkan???


Salam
-Utong-










________________________________
From: achmad efendi <efend...@yahoo.com>
To: PPIBelgia@yahoogroups.com
Sent: Thursday, June 4, 2009 1:13:59 PM
Subject: Re: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism





iya sih banyak 'keuntungannya' kalo dilihat dari sisi konsumen. Emang mayoritas 
kita khan konsumen.... , analisis lebih lanjut? ntar deh menyusul, for time 
being lagi sibuk ujian nih....
 
Salam,
Ahmad





________________________________
 From: dendi ramdani <dendiramdani@ yahoo.com>
To: PPI Belgia <ppibel...@yahoogrou ps.com>
Sent: Thursday, June 4, 2009 8:40:37 AM
Subject: [PPIBelgia] The ghost of neoliberalism




--- On Thu, 6/4/09, Siswa Rizali <siswarizali@ gmail.com> wrote:


From: Siswa Rizali <siswarizali@ gmail.com>
Subject: [economics_feui] Re: The ghost of neoliberalism
To: economics_feui@ yahoogroups. com
Date: Thursday, June 4, 2009, 9:37 AM


AP,
ini versi pengalaman pribadi saya menjelaskan apa itu neolib.

Versi yg sudah diedit dari tulisan berikut dimuat di Investor Daily,
Kamis, 4 Juni 2009, hlmn. 4, dgn judul: Nikmatnya Buah Liberalisasi.

banyak ibu2 anti-neolib yang belanjanya ke carrefour, hypermart, dan sejenis.
aneh kan...

Salam,
Rizal


===.

Nikmatnya Terjerumus dalam Ekonomi (neo)Liberal
Oleh Siswa Rizali

Ekonomi (neo)liberal telah diulas dari persfektif politis, akademis,
dan filosofi kehidupan. Tapi bagi orang kebanyakan pendekatan tersebut
sulit difahami. Seorang yang setiap hari harus berjuang memenuhi
kebutuhan hidupnya yang terpenting adalah: apakah ada cukup barang
dengan harga dan kualitas yang sesuai keperluannya? Untuk memenuhi
kebutuhan itu pertanyaan terpenting lain adalah: apakah ada lapangan
kerja dengan penghasilan yang memadai?

Jargon politik, analisa teori, dan dialektik filsafat kehidupan
meskipun sangat penting sering sekali tidak bisa menjawab hal praktis
perjuangan kehidupan rakyat tersebut.

*****

Penulis pertama kali ingin menabung di bank di pertengahan 1980-an,
saat masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Ternyata menabung
di bank saat itu tidak mudah karena banyaknya persyaratan. Pada akhir
tahun 1980-an, akhirnya penulis dengan mudah membuka rekening tabungan
disebuah bank swasta nasional. Yang paling mengesankan, tabungan
tersebut memberikan kesempatan bermimpi menjadi orang kaya dengan
hadiah yang bernilai ratusan juta rupiah. Bayangkan, sebuah kegiatan
yang produktif (=menabung), mendapat bunga, dan masih diiming-iming
memperoleh hadiah besar.

Setelah kuliah di Fakultas Ekonomi ternama yang sering dianggap
menganut faham ekonomi liberal, penulis mengetahui bahwa liberalisasi
dan deregulasi sektor finansial yang mempermudah penulis menabung
disebuah bank.

Aspek lain yang menarik dari deregulasi finansial adalah berkembangnya
bisnis keuangan mikro. Selain adanya Bank Perkreditan Rakyat, bank
besar juga membuka program khusus perbankan mikro seperti Danamon
Simpan Pinjam. Bila kampanye pemerintah akan kredit mikro hanya berupa
kredit murah dengan realisasi dana yang terbatas, kredit mikro bank
komersial merupakan solusi yang lebih riil tanpa mendompleng jargon
kerakyatan.

Pada akhir tahun 2008, pemilik rekening simpanan di perbankan sekitar
85 juta rekaning. Dengan asumsi banyak rekening ganda, tetap saja
penetrasi perbankan sangat luar biasa.

Di era 2000-an fenomena deregulasi sektor transportasi,
telekomunikasi, dan distribusi bahan bakar minyak (BBM) yang paling
menarik.

Munculnya perusahaan pesawat swasta seperti Lion Air, Batavia Air,
Adam Air, dan Air Asia menyebabkan persaingan ketat sehingga harga
tiket turun drastis. Konsumen merespon positif, terbukti dari
melonjaknya jumlah penumpang pesawat, khususnya di jalur domestik.

Jumlah penumpang pesawat akhir 2007 sekitar 31 Juta orang, naik dari
sekitar 8.6 Juta  pada akhir 2000, kenaikan rata-rata 20% per tahun.
Bandingkan dengan pertumbuhan penumpang pesawat era pertumbuhan
ekonomi tinggi 1990-1996, yang sekitar 10% per tahun. Perbedaan ini
sangat luar biasa, karena pertumbuhan ekonomi era 2000-an dibawah
pertumbuhan ekonomi 1990-1996. Pertumbuhan penumpang pesawat yang
tinggi mengindikasikan persaingan mempunyai peran penting dalam
meningkatkan kapasitas penerbangan era 2000-an.

Yang lebih menarik, harga tiket pesawat ke kampung penulis yang pada
pertengahan 1990-an mendekati Rp 2 Juta, sekarang juga masih kurang
dari Rp 2 juta. Meskipun akumulasi kenaikan harga-harga barang
(=inflasi) di Indonesia selama periode 1995-2008 mendekati 400%, harga
tiket pesawat ternyata tetap.

Berakhirnya monopoli di sektor telekomunikasi juga berdampak sangat
luas pada akses komunikasi, khususnya di sektor telepon seluler. Pada
tahun 2008 jumlah sambungan telepon seluler mencapai 150 juta unit,
naik tajam dari 6.5 juta sambungan pada akhir 2002, pertumbuhan hampir
70% per tahun. Memang banyak kritik yang disampaikan berupa mahalnya
tarif telepon seluler dibandingkan dengan telepon tetap. Namun
pertumbuhan pengguna telepon seluler yang luar biasa menunjukkan bahwa
konsumen lebih mementingkan ketersediaan sambungan komunikasi daripada
mimpi harga murah tanpa koneksi.

Dari sisi harga, pada tahun 2002 kartu perdana telepon seluler masih
ratusan ribu rupiah, itu pun nilai pulsa yang diperoleh lebih kecil
daripada harga kartu perdana. Saat ini, banyak kartu perdana yang
dijual dengan harga Rp 5,000 ~ Rp 10,000 dan ditambah berbagai bonus.
Dengan harga yang demikian murah, telepon seluler telah menjadi barang
konsumsi yang sangat umum. Ada Pedagang Kaki Lima atau tukang ojek
yang menggunakan telepon seluler untuk menerima pesanan.

Deregulasi yang tak kalah menariknya terjadi di sektor distribusi BBM.
Sebelum tahun 2006, pengguna Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU)
harus menerima sikap sewenang-wenang mitra Pertamina yang sering
sekali dipertanyakan kualitas dan ukuran takaran BBM-nya. Pelayanan
SPBU mitra Pertamina juga sangat tidak memuaskan. Sejak adanya pesaing
seperti SPBU dari Shell, Petronas, dan Total, maka Pertamina melakukan
berbagai perbaikan seperti  meluncurkan program SPBU Pasti Pas. Sayang
semangat Pertamina memperbaiki kinerja SPBU-nya cepat kendor.
Kemungkinan besar ini dikarenakan distribusi BBM oleh SPBU
non-Pertamina masih terbatas pada BBM non-subsidi, yang porsi
penggunaannya sangat kecil.

*****

Bila kita melihat debat politisi dan pengamat yang anti (neo)liberal
atau pasar bebas sering sekali hanya berkisar pada harapan dan impian
yang ujung-ujungnya untuk mempromosikan Capres dan Cawapres tertentu.
Sedangkan di kehidupan sehari-hari, masyarakat sudah menikmati hasil
liberalisasi berupa berbagai produk dengan jumlah yang lebih banyak,
harga yang lebih murah, dan kualitas pelayanan yang lebih baik.

Bukan hanya dari sisi konsumen, bertumbuhnya jumlah perusahaan tentu
membuka peluang bagi banyak pencari kerja. Dari sisi pemerintah
menjadi peluang memperoleh lebih banyak pajak pendapatan dan
pertambahan nilai dengan adanya peningkatan aktivitas ekonomi.

Tentu tidak semua pihak diuntungkan dengan adanya deregulasi dan
liberalisasi sektor-sektor ekonomi. Pertanyaannya, bagaimana mereka
yang kalah bersaing dapat segera mengalihkan sumberdaya ekonomi yang
dimilikinya untuk melakukan kegiatan ekonomi baru. Bagaimana
pemerintah dapat memfasilitasi proses transformasi itu dengan
memperbaiki iklim investasi.

Ini tidak berarti peran pemerintah dalam ekonomi berkurang. Faktanya
ekonomi pasar hanya bisa berjalan dengan baik bila pemerintah mampu
melaksanakan tugas-tugasnya seperti: penegakan hukum, penyediaan
infrastruktur yang memadai, dan keperluan dasar masyarakat (seperti
pendidikan dan kesehatan). Seorang pengusaha, baik kecil maupun besar,
tidak dapat menjalankan usahanya bila tidak ada kepastian atas
keamanan berusaha. Pedagang Kali Lima terus membayar pungutan liar
kepada petugas pemerintah, tetapi setiap saat juga terancam digusur
oleh petugas yang sama. Ini adalah bentuk kegagalan pemerintah
melaksanakan tugasnya menegakkan hukum.

Bila pemerintah sering tidak mampu melaksanakan tugas-tugas mendasar
untuk menjamin hak-hak masyarakat berusaha dengan aman dan produktif,
mengapa pemerintah sangat tertarik mengurus sektor-sektor ekonomi yang
telah berjalan baik dengan adanya kemajuan ekonomi dan mekanisme
pasar. Peran pemerintah dalam pembangunan akan lebih efektif dengan
memanfaatkan pajak dari pelaku ekonomi untuk pemerataan pembangunan.

Puluhan juta masyarakat bersuka cita menabung di bank, menggunakan
telepon seluler, naik pesawat terbang, dan membeli BBM di SPBU ‘Pasti
Pas’. Menonton debat (neo) liberal juga melalui Televisi swasta hasil
liberalisasi. Berkat liberalisasi, televisi telah menjadi pilihan
karir bagi calon politisi dengan terlebih dahulu menjadi artis. Ini
lah potensi pemilih ekonomi liberal. Bagi Capres dan Cawapres yang
bisa menjelaskan bagaimana ekonomi liberal memperbaiki kehidupan
berbagai lapisan masyarakat, peluang menang sepertinya terbuka lebar.

=========.

The ghost of neoliberalism
   Posted by: "ari a. perdana" Ari.Perdana@ gmail.com ari_perdana
   Date: Wed May 27, 2009 11:52 pm ((PDT))

http://www.thejakar tapost.com/ news/2009/ 05/28/the- ghost-neoliberal ism.html

The ghost of neoliberalism

*Ari A. Perdana* ,  Melbourne   |  Thu, 05/28/2009 1:19 PM  |  Opinion


------------ --------- --------- ------

Yahoo! Groups Links



 





      

Kirim email ke