Belasan Pasal UUPA Masih Relevan dan Perlu

Oleh USEP SETIAWAN

Badan Pertanahan Nasional (BPN) tengah menyusun ”RUU tentang Sumberdaya
Agraria” sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Penulis pernah mengajukan
catatan yang patut diperhatikan dalam rangka penyempurnaan UUPA ini melalui
artikel ”Menimbang Penyempurnaan UUPA” (Sinar Harapan, 29/9/2003). Namun
tampaknya catatan tersebut tidak sanggup mempengaruhi BPN sebagai pemegang
amanat untuk penyempurnaan sebuah ”pusaka” yang teramat penting bagi negeri
agraris ini.
Belum lama ini, BPN menggelar dua putaran konsultasi publik RUU tentang
Sumberdaya Agraria, yakni pada tanggal 27 April di Jakarta, dan 2 Juni 2004
di Yogyakarta. Karena kehadiran RUU ini potensial meruntuhkan sendi-sendi
politik hukum agraria populistik yang dikandung UUPA, maka kritik perlu
dilancarkan. Tulisan ini khusus mengkritik segi proses dari RUU tentang
Sumberdaya Agraria – dengan keyakinan, tanpa proses yang baik mustahil
terbentuk hukum yang baik. Secara detail, penulis bersama lima sejawat
(Gunawan Wiradi, Sediono MP Tjondronegoro, Noer Fauzi, Dianto Bachriadi dan
Erpan Faryadi) telah melayangkan ”Kritik Terhadap Naskah Rancangan
Undang-Undang tentang Sumberdaya Agraria” (27 April 2004).
Dari hasil penelusuran terhadap naskah RUU tentang Sumberdaya Agraria,
dapatlah disimpulkan bahwa RUU ini bukan upaya menyempurnakan UUPA seperti
yang dimaksud para pendorong revisi UUPA –salah satunya KPA sejak 1995. RUU
ini sangat gamblang berniat mengubah dan mengubur UUPA. Perhatikan pasal 67
RUU itu, ”Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, ketentuan-ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, dinyatakan tidak berlaku”.

Belasan Pasal Masih Relevan
Dalam hal prosedur perubahan, seperti ditekankan Ahmad Sodiki (2004),
pembaruan yang dipilih oleh konseptor RUU ini adalah dengan perubahan total
atau penggantian tanpa mempertimbangkan aspek positif UUPA. Dengan demikian
RUU tentang Sumberdaya Agraria bukanlah upaya untuk menyempurnakan,
melainkan mengubah dan mengganti secara keseluruhan UUPA. Suatu upaya yang
berbahaya, karena ada belasan pasal dalam UUPA yang masih relevan dengan
kebutuhan bangsa sehingga perlu dipertahankan.
Di sisi lain, upaya mengganti UUPA sesungguhnya dapat dikatakan bertentangan
dengan Tap MPR No. IX/2001, yang (dalam pasal 6) ”menugaskan DPR RI bersama
Presiden RI untuk segera mengatur lebih lanjut pelaksanaan pembaruan agraria
dan pengelolaan sumber daya alam serta mencabut, mengubah dan/atau mengganti
semua undang-undang dan peraturan pelaksanaannya yang tidak sejalan dengan
Ketetapan ini” (–cetak miring dari penulis). Jika dikaji saksama, UUPA
bukanlah undang-undang ”yang tidak sejalan”, ia justru tetap signifikan
untuk dijadikan dasar bagi praktik pembaruan agraria sebagaimana dimandatkan
TAP itu.
BPN sangat eksklusif. Proses penyusunan RUU tentang Sumberdaya Agraria tidak
dapat dikatakan legitimate. Departemen/instansi terkait agraria lainnya
sekadar dikonsultasi oleh BPN. Hal ini berbeda jauh dengan proses panjang
dan terbuka yang dilakukan penyusun UUPA dulu, di bawah kepemimpinan
Soekarno. Perumusan Rancangan UUPA digarap oleh Panitia Negara yang terdiri
dari pejabat pemerintah, anggota parlemen dan organisasi rakyat (tani) yang
bekerja sejak 21 Mei 1948 hingga UUPA diundangkan 24 September 1960.
Bayangkan, hasil kerja puluhan tahun itu hendak dihapus dalam hitungan bulan
dengan proses yang penuh kelemahan.

Langkah Korektif
RUU ini pun tidak diawali kajian menyeluruh atas peraturan
perundang-undangan agraria yang ada oleh seluruh instansi sektoral terkait
agraria. Padahal TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang pembaruan agraria dan
pengelolaan sumber daya alam, telah menggariskan arah kebijakan yang
mestinya bersendikan kaji ulang kebijakan dan sinkronisasi kebijakan
antarsektor (lihat: Pasal 5 1 (a) dan [2 (a). Konsultasi publik yang
dilakukan BPN sangat terbatas, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas
metodologinya.
Agar penyempurnaan UUPA dapat mendekati kesempurnaan, maka pemerintah
hendaknya segera mengambil langkah korektif dengan menolak RUU tentang
Sumberdaya Agraria. Daripada memaksakan RUU ini menjadi undang-undang maka
lebih baik UUPA 1960 tetap dipertahankan apa adanya. Jika mau dilanjutkan,
jelas diperlukan waktu yang lebih cukup. RUU ini jangan terburu-buru
disahkan, sekalipun Keppres 34/2003 mematok 1 Agustus 2004 sebagai batas
waktu penyempurnaan UUPA.
Ada beberapa langkah praktis yang mestinya dilakukan. Pertama, mendesak
untuk disusun ulang perencanaan kerja penyempurnaan UUPA yang lebih terbuka
dan melibatkan seluruh instansi terkait agraria. Kalangan petani, nelayan,
masyarakat adat dan kaum miskin di perkotaan perlu diutamakan
keterlibatannya. Demikian pula dengan pelibatan ahli agraria dan organisasi
non-pemerintah yang punya kapasitas dan komitmen. Mekanisme konsultasi
publik, debat publik dan berbagai forum penyerapan aspirasi secara lebih
banyak dan luas hendaknya menjadi bagian dari desain baru itu. Kepanitiaan
nasional/negara yang multipihak dalam penyusunan R-UUPA (1948-1960) patut
ditiru untuk menyempurnakan UUPA.
Kedua, penyempurnaan UUPA hendaknya dalam format amandemen. Idealnya adalah
usaha menjadikan UUPA lebih baik atau lebih jelas dari naskah aslinya.
Penyempurnaan itu diarahkan pada ketentuan-ketentuan hukum yang perlu
perubahan, penggantian, penambahan atau pengurangan. Karena, meminjam Wiradi
(2004), makna penyempurnaan yang sejati adalah selected correction.
Pasal-pasal yang masih berlaku dicantumkan apa adanya, dengan kemungkinan
tata urut pasal yang diubah, sehingga terjadi restrukturisasi pasal (Sodiki,
2004).
Ketiga, bagaimana pun menyempurnakan UUPA butuh perhatian saksama dari semua
pihak, terutama komitmen politik dari Presiden-Wakil Presiden dan jajarannya
di kabinet serta kalangan DPR. Para pucuk pimpinan negara hendaknya
menyadari arti penting penyediaan payung politik hukum agraria yang kondusif
bagi praktik pembaruan agraria melalui UUPA yang lebih sempurna.

Penulis adalah Deputi Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)




__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar.
Now with Pop-Up Blocker. Get it for free!
http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih 
Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.arsip.da.ru
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Posting: [EMAIL PROTECTED]
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
     http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
     [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
     http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke