Kamis, 05 Agustus 2004 Laporan dari Teluk Buyat (2) Kami adalah Generasi Benjol Lepas sudah penderitaan bayi Andini Lensun. Ia tertidur tenang untuk selamanya di makam yang terletak di pekarangan samping rumah orang tuanya, Kampung Buyat Pantai. Peringatan 20 hari meninggalnya Andini, akhir pekan ketiga bulan lalu, berlangsung sangat sederhana karena tiadanya biaya. Haul Andini yang menyedihkan itu agaknya tak terendus oleh panitia pesta makan ikan di Pantai Lakban, di kemudian hari. Pesta ini digelar untuk menunjukkan tak ada pencemaran di Teluk Buyat, baik itu yang disponsori oleh PT NMR maupun Menteri Lingkungan Hidup Nabiel Makarim. Bunga atau ucapan duka cita hanya datang dari LSM: Yayasan Sahabat Perempuan, Kelola, Nurani, dan Walhi. Sang ibu, Masna Stirman, sedang bersama LBH Kesehatan di Jakarta berikut tiga warga Buyat Pantai lainnya. Belakangan, datang lagi 11 orang. Mereka berusaha membawa kabar buruk ke pemerintah pusat agar terbuka mata lahir dan mata hatinya terhadap derita warga Buyat Pantai. Andini lahir pada Januari 2004 dalam kondisi fisik mengenaskan. Kulitnya seperti hangus terbakar, berbintik-bintik, dan bernanah. Nyawanya tak tertolong. Anak ketiga pasangan Andi Lensun dan Masna ini, meninggal pada 3 Juli lalu. Hampir bersamaan dengan kelahiran Andini, sebetulnya ada satu bayi lagi yang lahir cacat di Kampung Buyat Pantai. Umurnya pun lebih singkat, cuma dua bulan. Meninggal pada 29 Februari 2004. Ibunya, Hasmia Modeong (39), sempat memberinya nama, Ami. ''Kondisinya tak kalah mengenaskan,'' kata Mansyur Lombonaung (50 tahun), tokoh warga setempat. Ketika lahir, sosok Ami terlihat aneh. Jika bayi normal antara dada dan perut relatif rata, tapi postur anak ini berbeda. Dadanya terlihat mengembung dan bulat. Antara perut dan dada dipisahkan oleh bagian yang menjorok, seperti diikat seutas tali. Kepala Ami besar dan mukanya mungil layaknya penderita hedrosipalus. Di kulitnya ada keanehan. ''Jika sedang diam terlihat putih, tapi kalau menangis, tiba-tiba kulitnya menghitam (gelap),'' kata Hasmia yang sudah menjanda sejak hamil tua untuk Ami. Anak ketujuhnya ini meninggal ketika hendak dilarikan ke rumah sakit. Sri Fika Modeong (2 tahun) adalah contoh lain bocah Buyat Pantai yang menderita penyakit gangguan pada organ tubuh. Sejak lahir, di beberapa bagian tubuhnya terdapat borok. Kini kedua ketiaknya tampak merah, lecet, dan selalu basah oleh nanah. Saat ini, Sri Fika ikut berjuang bersama sang ibu, Juhria Ratumbahe, di Jakarta. Mereka ingin menunjukkan bahwa telah hidup dan memakan ikan dari Teluk Buyat yang menjadi ''bak sampah raksasa'' limbah tambang emas (tailing) PT Newmont Minahasa Raya (MNR). Hasil penelitian laboratorium Fakultas MIPA Universitas Indonesia menyebutkan mereka positif terkena limbah berkandungan logam berat merkuri. Yang terjadi pada Krifanes Ismail alias Ivan (1,5 tahun) agak unik. Ia tampak segar bugar. Anak dari pasangan Marjan Ismail dan Jein Rorong ini kulitnya terlihat bersih dan halus. Tapi, setelah diselidiki, ia bukan tanpa kelainan. Di bagian bawah ujung lidah Ivan, terdapat benjolan warna putih sebesar biji jagung sejak sebulan terakhir. Ada kalanya daging tumbuh itu mengeluarkan darah. Mungkin kaget atau sakit, Ivan pun suka menjerit-jerit. Ayahnya, Marjani, sudah dua tahun mengalami gangguan kesehatan. Timbul dua benjolan sebesar kelereng di kedua dadanya. Ketahanan tubuhnya menurun, mudah lelah, dan tidak lagi bisa bekerja berat. Sedangkan sang istri, mengalami gejala yang sama, tapi belum memiliki benjolan. Seorang bocah perempuan, Nursiah (5 tahun), yang dipergoki Republika sedang buang air kecil di tepi jalan juga mengalami gejala itu. Mulutnya meringis menahan sakit. Di sekitar mahkota anak itu, kulitnya lecet. Mirip yang dialami Sri Fika di ketiaknya. Sedangkan Mirawati (9 tahun), terpaksa putus sekolah. Waktunya banyak dihabiskan dengan berbaring di dalam kamar rumahnya yang sempit dan berlantai tanah. Anak Jafar Paparo ini, sesekali, kepalanya muncul dari pintu kamar untuk mengintip ke luar dengan mata nanar. Ada apa dengan bocah itu? Sejak setahun terakhir, Mirawati memiliki benjolan di lipatan kaki kanannya. Semakin lama ukurannya membesar, dan kini sudah sebesar ibu jari tangan orang dewasa. Mirawati tak mampu berjalan jauh. Baru 50 meter saja melangkah, langsung terhenti. ''Kalau sudah begitu, dia suka kejang dan jatuh,'' kata Jafar. Karena itu, orang tuanya terpaksa meminta Mirawati berhenti sekolah di SD Inpres Buyat, yang harus ditempuh dengan jalan kaki sejauh 1,5 km. Berkaca pada kasus anak-anak yang lahir dan tumbuh cacat atau mengalami gangguan kesehatan, pasangan Akbar Manope (28 tahun) dan Sulista Paputungan (22 tahun), menjadi gundah gulana. Sang istri kini tengah hamil tujuh bulan untuk anak kedua mereka. Akbar dan Sulista cukup beralasan untuk cemas. Ia sendiri merasakan kondisi fisiknya banyak mengalami gangguan kesehatan. Bangun tidur sering mengalami keram, sakit tulang, kepala nyut-nyutan, dan sulit berdiri. Pada pangkal kemaluannya terdapat benjolan sebesar biji jagung. Sedangkan di sekitar alat vital istrinya, mengalami gatal-gatal. Mereka tak berani menjalani kuret, seperti dilakukan istri Hendri saat kehamilannya berumur empat bulan. Akbar dan Sulista setiap hari hanya bisa berdoa supaya jabang bayinya lahir dengan sehat. ''Ya Allah, jangan sampai anakku seperti Andini,'' ratap Sulista pada Jumat malam yang sunyi, akhir bulan lalu. Sejak kasus Andini, pasangan suami-istri di Buyat pantai sebetulnya sudah enggan bereproduksi. Tapi, bagi mereka, apa daya. Hasrat berhubungan intim tak dapat dibendung. Sedangkan untuk menggunakan kontrasepsi tak punya biaya. ''Untuk makan saja susah,'' kata Ida (22). Ida yang sedang menyusui anaknya, Bachtiar (4 bulan), memiliki benjolan sebesar kelereng di payudara kanan. ''Rasanya sakit. Kalau dipijit keluar darah dan nanah,'' katanya. Pada payudara satunya lagi, juga mulai ada tanda-tanda benjolan. Ia mencemaskan anaknya ikut tercemar. ''Bachtiar sudah mulai sakit-sakitan, pada ketiaknya muncul luka,'' tuturnya. Sedangkan suaminya, Sadam Maulengseng (32), sejak 2001 mengalami gejala ngilu pada tulang dan merasa pusing-pusing. Bertanya dan mencatat setiap keluhan warga Buyat Pantai tentang kondisi kesehatannya memerlukan kertas tebal dan pena cadangan. Orang yang secara kasat mata tampak sehat, jika diminta buka pakaian, atau ditanya keluhan yang dirasakannya, pasti memiliki masalah dengan tubuhnya. Tengok pula Sudiro Paputungan (31 tahun). Sejak 2003, memiliki benjolan sebesar kelereng yang tersembunyi di langit-langit mulutnya. ''Kalau lagi kambuh, muka rasanya keram dan muntah-muntah,'' katanya. Sedangkan ibunya, Saidah Paputungan (52), sudah satu tahun ada benjolan di pergelangan tangan kirinya. ''Lihat nih, saya tidak bohong,'' ujar wanita bertubuh kerempeng ini. Benjolan yang dimiliki Alwi Makalag (26) malah tampak jelas. Wujudnya sebesar kelereng di pelipis kanan. Akibat benjolan yang tumbuh sejak 2002 ini, pandangannya sering terganggu selaput dan menimbulkan pusing. Tidak hanya itu, bagian tubuh Alwi lainnya juga menjadi lahan subur benjolan. Muncul pada jari telunjuk kiri dan pergelangan kaki kanan. ''Di bawah perut dan pantat kiri, juga mulai bersemi benjolan,'' katanya. Di Buyat Pantai suasananya memang penuh keanehan oleh penyakit yang mereka derita. Seorang pria berkulit kelam, Ili Carlos (34), bila berjalan kadang merayap. Padahal, tubuhnya terlihat agak kekar. ''Berjalan 10 menit saja, kaki langsung kram, dan punggung rasanya mau lepas,'' katanya. Jadi, hampir tidak ada warga yang sehat di Buyat Pantai. ''Kami adalah generasi benjolan yang sudah putus asa,'' cetus Mansyur, lirih. Di lengan kirinya, pada 1999, juga timbul benjolan. Namun, sudah dioperasi dan segera berhenti makan ikan dari Teluk Buyat, sehingga kini bebas dari benjolan. Berhenti makan ikan juga dilakukan Ahyani (30 tahun) setelah sering mengalami anfal. Namun, benjolan kecil di telapak kaki kanannya, belum hilang. Mungkin butuh operasi seperti dijalani Mansyur. Tapi, lagi-lagi ia terbelit masalah kemiskinan, sehingga tak bisa operasi. Bagi warga Buyat Pantai, sekadar memeriksakan kesehatan ke dokter Puskesmas yang dibangun PT NMR, sudah merupakan kemewahan. Sebab untuk menyambung hidup saja mereka baru belajar berkebun setelah berhenti menangkap dan memakan ikan dari Teluk Buyat. Oleh dokter Puskesmas, mereka tetap diperlakukan sebagai pasien biasa yang dikenakan tarif Rp 40 ribu sekali berkunjung. Tapi, penyakit mereka tidak pernah didiagnosis dan diobati secara tuntas. Sang dokter selalu mengatakan bahwa mereka hanya terkena penyakit kulit dan infeksi saluran pernapasan. Ini pula yang kemudian diucapkan Menteri Kesehatan Ahmad Sujudi yang tidak pernah berkunjung ke Buyat Pantai. Tak adanya penanganan yang serius dan tuntas, warga Buyat Pantai pun teraniaya dalam waktu panjang. Ragam penyakit menyergapnya sejak PT NMR menjadikan Teluk Buyat sebagai tempat pembuangan tailing. ''Tubuh mereka tercemar logam berat. Negara harus ikut bertanggung jawab untuk mengobati dan merawat mereka secara paripurna,'' kata Dr Jane Pangemanan, dari Fakultas Kedokteran Jurusan Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Manado. Tapi, Dr Jane dan warga Buyat Pantai kini betul-betul merasakan, di negeri ini, rakyat kecil tidak mudah untuk mendapatkan perhatian dan perlindungan dari pemerintah. Baginya, harus dengan cara apa lagi membuktikan bahwa mereka adalah korban pencemaran lingkungan yang perlu segera ditolong. Apakah masih menunggu banyak lagi bayi lahir seperti Andini? (bersambung)
===== Visit my daughter's homepage at: http://www.geocities.com/hana_hanifah7 __________________________________ Do you Yahoo!? New and Improved Yahoo! Mail - Send 10MB messages! http://promotions.yahoo.com/new_mail ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar. Now with Pop-Up Blocker. Get it for free! http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi.4t.com *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Posting: [EMAIL PROTECTED] 5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/