Rekans,
Ini sedikit catatan saya tentang "Video Amatir" yang sekarang banyak
diputar di TV-TV swasta. Perlu sedikit ditambahkan, tulisan ini saya buat
sebelum Metro-TV menayangkan video lainnya (karya Bp. Hasyim, kebetulan ybs
adalah seorang Videografer Amatir dari Banda Aceh) yang secara teknis dan
komposisi lebih sempurna dan sekarang yang memang sering diputar daripada
Video karya Cut Putri yang saya ulas dalam tulisan ini .
 
Semoga bermanfaat.
 
Salam hangat dan damai dari Jogja,
 

KRMT Roy Suryo Notodiprojo
[EMAIL PROTECTED]
YC2VRS
0811-28-2811 / 081-888-2811
0888-110-2811 / 0815-990-2811
081-2828-2811 / 08131-0000-166
Fax : 0274-589440
------------------------------  
Belajar dari Video Dede dan Icut
KRMT Roy Suryo Notodiprojo, Pengamat multimedia
 
INDONESIA memang sedang dirundung duka. Peristiwa demi peristiwa menghempas 
Bumi Pertiwi secara cepat. Dari kecelakaan pesawat Lion-Air JT-538 di Bandara 
Adi Sumarmo, Solo, gempa di Nabire, berbagai kecelakaan di darat, jatuhnya 
helikopter TNI-AU di Wonosobo, hingga bencana tsunami di Aceh dan Sumatra Utara.
 
Dari berbagai peristiwa memilukan tersebut, setidaknya kita harus bisa belajar 
dari berbagai dokumentasi yang bisa diabadikan oleh korban yang benar-benar 
berada di tempat dan mengalami peristiwanya. Penulis mencatat, selain dari 
banyaknya hasil reportase langsung sesaat setelah kejadian yang berhasil 
diabadikan oleh berbagai televisi (TV) dan radio yang meliputnya, ada dua 
rekaman video dari dua peristiwa di atas yang patut untuk mendapatkan catatan 
tersendiri.
 
Video pertama adalah karya Muhammad Rahmani, akrab dipanggil Dede, dari 
kecelakaan Pesawat Lion-Air di Solo pada 30 November 2004, di mana Dede 
kebetulan adalah memang kamerawan sebuah stasiun televisi. Dan video kedua, 
dari Cut Putri, keponakan almarhum Kombes Sayed Hoesainy (mantan Kabid Humas 
Polda Nanggroe Aceh Darussalam), dari tragedi tsunami pada 26 Desember 2004 
lalu.
 
Video pertama karya Dede dari tragedi Lion-Air, secara teknis dan komposisi 
jauh lebih sempurna dibandingkan video kedua, mengingat status dan profesi dari 
kamerawannya tersebut. Dari rekaman yang dibuat sesaat setelah pesawat 
mengalami crash itu, Dede berhasil merekam aktivitas yang terjadi dalam cabin 
pesawat MD-82. Rekaman ini setidaknya juga menjadi bukti otentik bahwa kedua 
mesin pesawat masih dalam kondisi full-power, roda sudah terlepas, serta 
lambung depan pesawat terkoyak dan isinya berhamburan.
Meski kita tidak boleh menarik kesimpulan sebelum pihak-pihak resmi mengumumkan 
hasil penyelidikan berdasarkan black-box pesawat yang berisi FDDR (Flight 
Digital Data Recorder) dan CVR (Cockpit Voice Recorder), akan tetapi setidaknya 
rekaman dari Dede ditambah dengan beberapa rekaman dari TV-TV lainnya bisa 
menambah data dan fakta.
 
Hasil beberapa rekaman dari kasus gagal mendaratnya Lion-Air tersebut memang 
setidaknya bisa menggambarkan bagaimana kondisi faktual yang saat itu terjadi, 
karena sebagaimana yang ada dalam tragedi kecelakaan-kecelakaan pesawat 
lainnya, hasil pembacaan dari FDDR dan CVR di atas, belum tentu memuaskan semua 
pihak karena raw-data-nya tidak boleh dibuka dan disiarkan untuk umum begitu 
saja. Dari sini masyarakat sebenarnya mulai harus bisa menilai bahwa 
keselamatan penumpang dan keterampilan dari para awak pesawat adalah hal yang 
paling utama, bukannya soal harga tiket yang murah.
 
Hasil video Icut --sapaan akrab Cut Putri-- sebenarnya lebih dramatis dan malah 
bisa disebut sebagai spektakuler. Rekaman ini mengingatkan kita pada tayangan 
acara-acara semacam Amazing Video, You Must See It atau Survival Video yang 
banyak diputar di beberapa stasiun TV. Hasil rekaman Icut benar-benar 
menggambarkan bagaimana bencana tsunami meluluhlantakkan kota Banda Aceh secara 
cepat dan tidak diduganya sama sekali. Mungkin tidak berlebihan bila secara 
materi, rekaman tersebut sudah mencakup 5W+1H karena lengkap mulai dari kondisi 
sebelum kejadian, detail lokasi, detik-detik peristiwa terjadi dan sesudahnya, 
sampai bus meninggalkan kota.
 
Secara teknis dan komposisi meski tidak bisa dibandingkan hasil rekaman dari 
Dede di atas, karena memang secara profesi dan psikologis kamerawannya sangat 
berbeda. Kita justru harus belajar dari rekaman ini bahwa dalam bencana gempa 
yang mungkin terjadi, semua petunjuk umum sebelumnya bahwa kita harus keluar 
rumah dan menjauhi bangunan, mesti dipertegas lagi bahwa petunjuk tersebut 
hanya berlaku untuk gempa vulkanik dan tidak berlaku bagi gempa tektonik yang 
mengawali tsunami. Karena dalam rekaman tampak bahwa para korban yang selamat 
adalah justru yang berhasil naik ke tempat-tempat yang tinggi, misalnya lantai 
II, atap rumah, atau pohon tinggi, dan bukannya di halaman atau keluar dari 
rumah seperti yang biasa diketahui masyarakat.
 
Dari sisi teknis, kemajuan teknologi perekaman video sekarang memang 
memungkinkan bagi masyarakat untuk membuat rekaman dengan kualitas tidak 
terlampau jauh dari kualitas standar broadcast. Jika sekitar 5-10 tahun lalu 
pihak-pihak broadcast sulit menerima tayangan "video amatir" seperti ini, 
karena kualitas rekaman memang sangat jauh berbeda, kini perbedaan tersebut 
semakin dekat saja. Sekitar 10 tahun lalu standar broadcast masih Pita U-Matic, 
kemudian BetaCam dan BetaCam Digital. Sementara standar di masyarakat adalah 
Pita VHS (Video Home System) dan Betamax. Meski namanya hampir mirip dan ukuran 
kasetnya pun sama, tetapi jenis pita Betamax memiliki kualitas sangat jauh dari 
BetaCam.
Kamera-kamera video yang bisa dikonsumsi masyarakat saat itu juga masih 
jenis-jenis awal, seperti Trinicon, Betamovie BMC, atau ada juga VHS-C 
menggunakan pita mini yang bisa diputar di Video VHS. Setelah generasi Betamax, 
muncullah standar Video-8 yang hingga kini masih populer karena harga 
ekonomisnya (tercatat sebuah kamera V8 kini bisa dibeli dengan harga Rp2,5 
jutaan). Kemudian V8 meningkat menjadi Hi-8 yang lebih tinggi resolusi 
gambarnya, dan akhirnya ke Hi-8 Digital. Sementara itu di dunia Broadcast, 
standar BetaCam dan BetaCam Digital juga mulai digantikan oleh standar baru 
yang lebih praktis, yakni DVCam (Digital Video) yang memungkinkan hasil rekaman 
berupa rekaman digital dan bisa langsung di-edit menggunakan perangkat komputer 
dengan software editing-nya.
 
Di level masyarakat, kini populer pula standar MiniDV yang kasetnya seukuran 
dengan DVCam di dunia broadcast. Hanya teknologi kameranya yang masih berbeda, 
karena rata-rata kamera standar broadcast memiliki teknologi lensa 3-CCD 
(Charge Couple Devices) yang kualitas hasil optiknya lebih baik dibandingkan 
kamera-kamera MiniDV, meski kini beberapa ada juga yang sudah dijual 
menggunakan Lensa Carl-Seizz, Leica Dicomar, 3-CCD, dan resolusi di atas 4 
megapixel.
 
Dengan semakin dekatnya standar dan kualitas dari kamera standar broadcast dan 
"rumahan" di atas, bukan tidak dimungkinkan bahwa sesaat lagi perbedaan 
kualitas dari keduanya tidak terlalu tampak lagi (kecuali bila hasilnya 
diperiksa dengan Waveform dan Spectroscope yang biasa dipergunakan untuk 
menilai kualitas tayangan video di studio TV). Kualitas rekaman "video amatir" 
mungkin nantinya tidak lagi disebut "amatiran", karena masyarakat tinggal 
belajar komposisi dan pengambilan gambar yang lebih baik (misalnya menentukan 
focus of interest, tidak terlalu sering zoom out-zoom in, atau panning 
kanan-kiri).
 
Selain bisa memberi pelajaran yang sangat baik bagi masyarakat pemirsanya, 
pelajaran lain adalah, masyarakat pun dapat menjadi agent of information bagi 
sesamanya. Meski terkadang sempat menjadi kontroversi pula ketika shooting 
tersebut dilakukan dan tampak adanya korban yang harus ditolong. Posisi seorang 
kamerawan menjadi dilematis, apakah dia tetap harus profesional mengambil 
gambar, atau menolong orang lain.
 
Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa memang tugas seorang kamerawan (tidak 
peduli apakah dia profesional seperti Dede atau amatir seperti Icut) adalah 
tetap mengambil gambar dan justru dari hasil "pertolongannya" mengambil gambar 
tersebutlah yang menjadi pelajaran sangat berharga bagi ratusan, ribuan, bahkan 
jutaan pemirsa yang akhirnya bisa mengambil hikmah dari hasil rekamannya untuk 
dianalisis dan dievaluasi.
 
Dengan demikian nantinya akan banyak bermunculan "Icut-icut" (baca: kamerawan 
amatir) lainnya di era komunikasi dan informasi multimedia sekarang ini. Karena 
selain teknologi kamera video biasa, teknologi ponsel di masa mendatang pun 
(dengan adanya fasilitas 3G hingga 5G, videophone/teleconference) menjadi 
memungkinkan siapa saja dan di mana saja, asal secara teknis infrastrukturnya 
mendukung, bisa menjadi semacam "Dede-dede" (baca: kamerawan profesional) yang 
lain.
 
Bagi semua broadcast, tentu hal ini tidak bisa dipandang sebagai saingan, 
tetapi justru lebih memperluas kemungkinannya untuk mendapatkan sumber berita 
dan gambar dengan kualitas yang memadai. Masyarakat pemirsanya pun bisa 
memperoleh tayangan yang lebih aktual, faktual, dan (mungkin) spektakuler 
dibandingkan dengan kondisi sekarang. Akan tetapi di atas itu semua, tentunya 
semua ini juga harus bisa dibuat sebuah pelajaran berarti dari Allah SWT.
 


Ungkapkan opini Anda di: http://mediacare.blogspot.com
                
---------------------------------
Do you Yahoo!?
 Yahoo! Mail - 250MB free storage. Do more. Manage less.

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child.  Support St. Jude Children's Research Hospital's
'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke