Suara Karya

            Kearifan Mengeksploitasi Alam
            Oleh Ipung F Purwanti 


            Jumat, 22 April 2005
            Akankah bumi terkapar karena didera deru debu pencemaran dan 
berbagai proyek 'racun' perut bumi? Sementara kondisi planet bumi sendiri 
semakin menua dan cukup lapuk untuk merespons perubahan lingkungan mondial, 
khususnya multiplier effect akibat proses produksi dan inovasi teknologi dunia 
industri, manufaktur dan biokimia. Sebaliknya, goncangan alam dan kerusakan 
lingkungan menjadi musibah tak terelakkan bagi umat manusia. Gempa bumi, 
tsunami, krisis air, AIDS, kemiskinan, keterbelakangan, kelaparan, penyakit 
menular, kekacauan politik, konflik komunal, dan perang menjadi fenomena 
menyedihkan mahkluk penghuni bumi di era milenium. 

            Bumi menanggung beban berat akibat pencemaran lingkungan, sampah 
angkasa luar negara-negara adikuasa, membengkaknya pertumbuhan penduduk dunia 
serta pemanasan global. Tidak kurang dari 141 negara meratifikasi Protokol 
Kyoto pada 1997 silam. Protokol Kyoto menjadi kesepakatan internasional yang 
ditujukan untuk memperlambat pemanasan global (global warming) melalui 
pengurangan emisi gas rumah kaca rata-rata sebesar 5,2 persen pada tahun 
2008-2012 di bawah emisi tingkat emisi gas rumah kaca rata-rata tahun 1990. 
Setidaknya ada enam jenis gas yang bermuatan karbon, antara lain CO2 (karbon 
monoksida), N2O, CH4 (metana), HFC, PFC dan SF6. emisi gas-gas buang itu 
menimbulkan efek rumah kaca yang menyebabkan meningkatnya suhu bumi 30 persen 
lebih tinggi pada tahun 2010. Dengan demikian, terpampang di depan mata betapa 
berat beban yang harus dipikul masyarakat dunia menghadapi 'respon balik' bumi 
atas perlakukan manusia selama ini. 

            Jadi, interospeksi kita yang paling kontekstual pada momentum Hari 
Bumi dewasa ini adalah sudahkah kita mengeksploitasi lingkungan secara 
manusiawi?! Sekarang sulit untuk menentukan institusi yang benar-benar pantas 
dikalungi bunga anyelir sebagai personifikasi pelestari lingkungan. Jeritan 
pilu simpati dan empati terhadap lingkungan, rasanya sudah sampai kering 
kerongkongan. Namun orientasi kebijakan dan realitas di lapangan tidak juga 
menunjukkan kearifan dan kejernihan pola pikir konseptor maupun operator dalam 
memperlakukan alam. Ringkas kata, rasanya habis sudah kesabaran kita menyikapi 
degradasi kualitas lingkungan beserta dampak yang ditimbulkan dari pembangunan 
yang cenderung profit oriented. 

            Secara sederhana, kehendak untuk menjalankan roda bisnis maupun 
proyek dan pembangunan umumnya mengandung bias kepentingan. Dalam kosa kata 
lain, keinginan mewarnai bulat lonjongnya pembangunan melalui pengembangan 
kota, pemanfaatan hutan, pemberdayaan masyarakat, maksimalisasi produktivitas 
ekonomi dan industri senantiasa ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi, 
mengejar target-target capaian sektoral semisal menaikkan taraf hidup, 
meningkatkan pertumbuhan, mengentaskan kemiskinan, memperluas pangsa kerja, 
menyediakan lapangan kerja dan menggiatkan ekspor domestik. Tetapi, umumnya 
berdampak serius terjadinya dehumanisasi tata kota, marjinalisasi, demoralisasi 
lingkungan, deforestasi kawasan hijau, illegal logging, serta meluasnya konflik 
vertikal-komunal. 

            Untuk menjiwai makna penting peringatan Hari Bumi, 22 April 2005, 
setidaknya teridentifikasi empat persoalan mendasar yang sampai sekarang belum 
menemukan solusi tuntas. Keempat persoalan tersebut adalah: 

            a. Polusi: antara lain polusi udara (emisi gas buang dan asap 
rokok), polutan B3, polusi air, limbah domestik, limbah industri, sampah, 

            b. Sumber daya alam: antara lain pembabatan hutan secara liar, 
intrusi air laut, abrasi, gempa dan tsunami, kelangkaan air, daya tahan lahan 

            c. Intrumentasi: AMDAL, IPAL, IPAM, incinerator, analisis resiko. 

            d. Perkotaan: minimnya ruang terbuka hijau, over developed 
hypermarket, penyediaan air bersih, kebijakan tata ruang kota, kemacetan 
kronis, cagar budaya, pasar tradisional, penanggulangan DBD (demam berdarah 
dengue) masyarakat miskin kota, urbanisasi, masalah banjir, membengkaknya arus 
urbanisasi 

            Nalar Lingkungan


            Secara garis besar, daya nalar masyarakat terhadap lingkungan tidak 
jauh berbeda dengan nalar politik elite. Nalar politik yang pragmatis mendorong 
daya nalar terhadap lingkungan menjadi pragmatis pula. Jadi memang ada rantai 
kausatif antara dimensi lingkungan dengan ranah politik. Sebagian masyarakat 
gemar mengeksplotasi sumber daya alam dan lingkungan secara berkelebihan untuk 
mengeruk keuntungan. Namun, tidak diimbangi dengan kesadaran untuk memperbarui 
kualitas SDA tersebut. 

            Rendahnya sense of belonging pada alam dan lingkungan seperti 
tercermin pada buruknya sanitasi lingkungan, rendahnya mutu perangkat IPAL 
(instalasi pengolahan air limbah), minimnya biaya APBD untuk mengongkosi 
rehabilitasi lingkungan, pekatnya asap knalpot kendaraan bermotor, dan illegal 
logging pada dasarnya merupakan praktik pragmatisme yang paling telanjang. 
Kondisi demikian terjadi berlarut-larut secara tak terkendali hingga klimaksnya 
masyarakat luas harus menanggung risiko gangguan kesehatan dan musibah bencana 
alam. 

            Persoalan-persoalan kronis tersebut akan semakin jauh dari 
penyelesaian sepanjang tidak ada policy will dan policy act yang kuat. 
Degradasi kualitas lingkungan seharusnya dapat diprediksi lebih dini andaikata 
semua komponen pembangunan termasuk, elit politik, pihak pengembang, pelaku 
bisnis, anggota dewan dan masyarakat saling menyapa ketika terjadi 
indikasi-indikasi kerusakan alam dan pencemaran lingkungan. Standar baku 
monitoring kualitas lingkungan maupun pelaksanaan Amdal (analisa mengenai 
dampak lingkungan) tidak dapat dianggap sepele. Apalagi bila sekadar memenuhi 
tuntutan peraturan perundangan, lantas lebih menitikberatkan pada pencapaian 
prosedur ketimbang memperhitungakan kualitas Amdal. 

            Pihak dunia usaha dan industri tidak perlu merasa risau ketika 
sebuah kebijakan pemerintah digulirkan guna memenuhi standar ramah lingkungan 
(environtmental friendly). Orientasi dan sikap terhadap masalah lingkungan yang 
masih sumir bukan alibi yang tepat untuk menghindari protes dan tuntutan publik 
yang makin kritis menyoal isu-isu lingkungan. 

            Dari pemaparan di atas, jejaring forum global untuk menentukan 
solusi multikrisis yang dialami bumi masih memerlukan waktu dan sejarah yang 
panjang untuk menorehkan keberhasilannya. Interospeksi secara fundamental dan 
paradigma baru cara kita memperlakukan alam dan lingkungan menjadi keharusan 
yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Keramahan bumi yang berhadapan dengan 
ketamakan manusia hanya akan menciptakan kerugian dan kerusakan ekologis maha 
dahsyat. Akhir kata, sejiwa dengan pesan moral Gandhi yang sangat relevan 
menjiwai momentum Hari Bumi 2005 yang jatuh pada 22 April bahwa peringatan kali 
ini seyogyanya tidak sekadar 'monumen', tetapi lebih jauh lagi, perlu dijadikan 
inspirasi dan dorongan positif untuk mengetengahkan kearifan dan kecerdasan 
mengelola bumi berikut isinya demi kemaslahatan umat manusia. Wallahu'alam 
bissawab! *** 

            (Ir Ipung Fitri Purwanti, MT, staf pengajar
            Jurusan Teknik Lingkungan ITS Surabaya, aktif meneliti Amdal)  
     
     


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke