Media Indonesia
Senin, 25 April 2005

Deklarasi Kongres Umat Islam
Rizal Panggabean; Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik UGM, Yogyakarta



SEPERTI direncanakan, Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) yang berakhir minggu 
lalu berakhir dengan penyampaian rekomendasi. Sebagai tuntutan dari sebagian 
wakil umat Islam terhadap sistem politik Indonesia, deklarasi tersebut dapat 
dibedakan kepada dua. Sebagian dari tuntutan itu sudah atau sedang ditangani 
pemerintah dan karenanya tampak seperti dukungan kepada langkah dan kebijakan 
pemerintah. Sebagian yang lain, yaitu yang menyangkut Islam sebagai solusi dan 
penerapan syariat Islam, sangat problematis dan belum dipikirkan masak-masak.

Beberapa rekomendasi tampak terkait dengan peristiwa semasa seperti, seperti 
rekomendasi supaya pemerintah mengambil prakarsa aktif dalam memperkuat 
solidaritas Asia Afrika dan memperjuangkan tatanan dunia yang lebih adil dan 
bermartabat. Juga ada rekomendasi yang meminta pemerintah menyelesaikan masalah 
Ambalat secara damai 'atas dasar ukhuwah islamiyah'. Tuntutan semacam ini tentu 
saja akan diperhatikan oleh pemerintah yang menjadi sasaran tuntutan. Malahan, 
dalam kenyataannya pemerintah sedang melakukannya ketika deklarasi disampaikan.

Begitu pula tuntutan lain yang mendesak pemerintah supaya menindak tegas segala 
bentuk pelanggaran hukum. Pelanggaran hukum yang disebut secara khusus adalah 
korupsi (risywah), eksploitasi sumber daya alam, perusakan lingkungan, dan 
illegal logging. Pada garis besarnya, pelanggaran-pelanggaran ini juga sudah 
menjadi perhatian pemerintah. Pemerintah juga sudah memenuhi tuntutan lain 
deklarasi, yaitu desakan supaya pemerintah mendukung pembebasan Masjidil Aqsa 
dari cengkeraman kaum zionis dan mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa dan 
negara Palestina.

Dengan kata lain, beberapa rekomendasi dari Kongres Umat Islam di atas lebih 
tepat dipandang sebagai dukungan terhadap beberapa langkah yang telah diambil 
pemerintah. Akan tetapi, ada beberapa tuntutan yang perlu dipenuhi pemerintah 
secara lebih serius, misalnya supaya pemerintah bersungguh-sungguh melindungi 
tenaga kerja Indonesia di luar negeri dan membuka lapangan kerja seluas-luasnya 
di dalam negeri.

Tentu saja, tuntutan yang paling menarik adalah yang menyangkut penerapan 
syariat Islam di Indonesia. Rekomendasi pertama dari empat belas rekomendasi 
yang dikeluarkan KUII meminta supaya syariat Islam dijadikan sebagai 'solusi 
dalam mengatasi berbagai macam problematika bangsa'.

Selain itu, pemerintah pusat dan daerah di Nanggroe Aceh Darussalam didesak 
supaya mempercepat pelaksanaan syariah Islam di Nanggroe Aceh Darussalam. Juga 
ada rekomendasi supaya sistem ekonomi syariat menjadi bagian dari sistem 
ekonomi nasional bersamaan dengan sistem ekonomi konvensional yang dikenal 
selama ini. Bahkan, sehubungan dengan hukum pidana, ada rekomendasi yang 
meminta supaya pasal-pasal yang menyangkut perbuatan yang dilarang oleh syariat 
Islam dimasukkan ke dalam KUHP yang direvisi. Dengan kata lain, ada tuntutan 
supaya hukum pidana Islam dimasukkan ke dalam sistem hukum nasional.

Deklarasi KUII di atas, serupa tuntutan-tuntutan sebelumnya di bidang 
pemberlakuan syariat Islam, memperlihatkan adanya asumsi bahwa reformasi 
masyarakat Islam atau islamisasi dapat berlangsung dengan hukum, institusi dan 
instrumen negara. Pendekatan yang bersifat top-down dan yang menggunakan 
alat-alat negara dipandang akan efektif. Apabila negara dan aparatnya 
menegakkan syariat Islam, persoalan-persoalan bangsa akan selesai.

Pandangan mengenai Islam sebagai solusi sudah sering diutarakan di Indonesia 
dan di negeri-negeri muslim lainnya. Akan tetapi, ada dua persoalan pelik di 
sini yang tidak pernah diperhatikan secara sungguh-sungguh termasuk oleh para 
peserta KUII.

Yang pertama adalah masalah cara dan prosedur. Bagaimana menjadikan syariat 
Islam sebagai solusi bagi masalah-masalah bangsa? Seandainya pun pemerintahan 
SBY sependapat dengan gagasan Islam sebagai solusi, masih ada masalah yang 
tidak terjawab yaitu bagaimana memenuhi tuntutan yang mengharuskan perubahan 
drastis dalam tatanan konstitusional yang ada. Apakah tuntutan itu akan 
direalisasikan melalui proses legislatif di DPR, atau apakah presiden dengan 
cara yang tidak hanya top down, tetapi juga otoriter akan menetapkan 
pemberlakuan syariat Islam?

Yang kedua adalah masalah substansi atau materi. Pada saat ini, persoalan 
konstitusional yang timbul dari pemberian otonomi khusus kepada Provinsi NAD, 
terutama yang mencakup penerapan syariat Islam, belum pernah dibicarakan dan 
ditangani secara sungguh-sungguh. Begitu pula halnya dengan peraturan daerah 
syariat yang dibuat beberapa pemerintah daerah di Indonesia. Konflik peraturan 
daerah ini dengan undang-undang yang lebih tinggi belum dibicarakan apalagi 
diselesaikan. Malahan pemerintah pusat, yang menjadi sasaran tuntutan penerapan 
syariat, pernah mengeluarkan perintah supaya peraturan-peraturan daerah 
tersebut dicabut. Kalau tidak, pemerintah pusat mengancam akan membatalkannya.

Fakta ketidakseriusan KUII menjawab kedua persoalan di atas menunjukkan 
bagaimana deklarasi KUII tidak lebih dari serangkaian statement yang sangat 
menyederhanakan dan bercirikan wishful thinking serupa dengan mengharapkan 
orang miskin akan berubah menjadi orang kaya hanya dengan berharap.

Penerapan syariat Islam, sebagaimana tampak dari pengalaman negeri-negeri 
muslim, bukanlah masalah sederhana. Masalah yang timbul sehubungan dengan 
kebebasan beragama, status dan posisi perempuan, dan warga negara bukan muslim 
bisa menimbulkan ketegangan politik yang berlarut-larut dan tidak dapat 
dipecahkan. Beberapa negeri muslim, seperti Sudan, Mesir, Pakistan, dan Nigeria 
telah dihadapkan kepada konflik antarkomunitas keagamaan yang tidak dapat 
diselesaikan pemerintah (apalagi kalangan ulama) dengan damai dan bermartabat.

Selain itu, di kalangan ulama sendiri masih terjadi perdebatan sengit mengenai 
apa yang dimaksud dengan syariat dan bagaimana bentuk konkretnya. Ketiadaan 
rumusan syariat yang jelas tentunya sangat potensial menimbulkan konflik 
internal di kalangan umat Islam sendiri. Perbedaan internal di kalangan umat 
Islam, yang sering ditindas oleh retorika ukhuwah islamiyah yang tampak juga 
mewarnai KUII, jarang sekali dipahami, apalagi diterima sebagai kenyataan 
historis dan sosiologis.

Tuntutan implisit di dalam deklarasi yang menyangkut penerapan hukum pidana 
Islam atau hudud juga akan menimbulkan polemik antara kelompok-kelompok yang 
menyetujui penerapan syariat dan para penentang mereka. Bahkan, dibandingkan 
dengan hukum kekeluargaan seperti nikah, talak, cerai dan rujuk yang telah 
diintegrasikan ke dalam sistem hukum nasional, hudud paling efektif menimbulkan 
polarisasi di masyarakat muslim dan polarisasi antara masyarakat muslim dan 
bukan muslim. Siapa pun yang memerintah Indonesia, polarisasi seperti ini pasti 
sangat mahal dan berisiko tinggi sehingga akan dihindari jauh-jauh.

Dengan demikian, kelemahan mendasar dalam pembicaraan mengenai syariat Islam di 
Indonesia sejauh ini adalah bahwa pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan 
cenderung menyederhanakan persoalan. Pandangan-pandangan yang belum teruji 
mengenai keistimewaan syariat Islam dikemukakan dengan penuh keyakinan.

Tidak ada petunjuk atau isyarat kehati-hatian dalam membicarakan substansi 
syariat Islam tersebut dan prosedur penerapannya dalam sistem negara yang 
besar, majemuk, dan kompleks serupa Republik Indonesia. KUII juga belum 
menunjukkan keseriusan berdialog dengan kerumitan-kerumitan masalah dalam 
kondisi manusia dan masyarakat Muslim masa kini.***

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Reply via email to