pertanyaannya adalah siapakah yang lebih gentle dan diterima
oleh masyarakat antara seorang yang berani berpoligami secara
formal dibandingkan dengan play boy yang banyak simpenan  ?

> kayaknya kalo dilihat dari segi "gentle'..dua2nya cemen abis..., dan
kalimat diterima oleh masyarakat sepertinya bukan kalimat yang appropriate
disini..., masyarakat indo belom bisa menerima either poligami or punya
simpanan sebagai sesuatu yg common or normal..., maybe saya lbh respect
sama cowo2 metroseksual yang single, yang have  relationship with several
womens.., their motto re no commitment, no ring, no string..., so mereka ga
cheating..cuman gaya hidup mereka yang suka punya banyak relationship...,tp
mereka emang gak punya commitment or no engaged or married with someone..
jadi beda sama org berpoligami or yang punya simpenan..
sering cowo metroseksual dibilang playboy tp mereka bakal commit their life
if they find the right one...and biasanya kriterianya super
perfect..:))...., tp at least they re honest...and cewe2 yang mo jadi girl
friend mereka kudu tau resiko and konsekuensinya...and biasanya cowo2
metroseksual suka ngebebasin cewe2 nya juga for dating another guy...beda
sama poligami or jadi simpenan..wanita2nya gak da kebebasan utk milih...so
gak fair kan..?..:))..
kebanyakan cewe2 yang ngedate with those guy is also menganut paham no
commitment...until they find the right one also..

anyway, conclusionnya...mungkin gak da yang ideal dari poligami, playboy
punya simpenan, or cowo metroseksual..tp kalo dilihat yang paling gentle
and fair perhaps cowo metroseksual...tapi tetap aja not the right or good
choice to live a life...tp mo gimana..we re run off option here...:))...




                                                                                
                           
                      [EMAIL PROTECTED]                                         
                            
                      Sent by:                 To:       
ppiindia@yahoogroups.com                          
                      [EMAIL PROTECTED]        cc:                              
                           
                      ups.com                  Subject:  Re: [ppiindia] 
Meneguhkan Kembali Gerakan         
                                                Anti-Poligami                   
                           
                                                                                
                           
                      04/26/2005 12:18                                          
                           
                      PM                                                        
                           
                      Please respond to                                         
                           
                      ppiindia                                                  
                           
                                                                                
                           
                                                                                
                           






fenomenanya adalah orang-orang yang anti poligami ternyata belum
pernah mengalami dipoligami, sehingga imajinasi mereka menjadi liar
membayangkan hal-hal yang tidak dialami oleh orang yang sudah ber-
poligami  ....   kalo zaman kartini  sebenarnya yang ingin di dobrak adalah
adat ..  di mana seorang seperti kartini yang mempunyai otak yang cerdas
terkunkung dalam istana, sehingga ide-idenya sebagai wanita yang jenius
tidak pernah di dengar  ..   memang suatu tradisi itu berisi sesuatu yang
sakral   sehingga pernah katanya terjadinya kebakaran di istala
mangkunegaran
solo (kalo tdk salah) diakibatkan kesakralan itu, merombak  sesuatu
barang yang berbahaya yang dapat menimbulkan kebakaran   ...

padahal zaman dulu menjadi seorang garwo dalam menjadi dambaan
setiap wanita    ...  karena untuk mencari kehormatan ?...  dan mereka
sangat bangga akan status tersebut  ?....  kalo zaman sekarang mungkin
menjadi wanita simpanan seorang bos terkenal lebih diimpikian
oleh wanita dibanding dengan di kawini secara formal  ..???
tapi memang kelihatan seorang yang mempunyai simpanan
akan lebih bijaksana bagaimana caranya menutupi sifat
play boy tersebut  .....

pertanyaannya adalah siapakah yang lebih gentle dan diterima
oleh masyarakat antara seorang yang berani berpoligami secara
formal dibandingkan dengan play boy yang banyak simpenan  ?

salam,








http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=808

Refleksi Hari Kartini
Meneguhkan Kembali Gerakan Anti-Poligami
Oleh Faizah SA
25/04/2005
Momentum Hari Kartini sudah sepantasnya dijadikan media refleksi untuk
merenungkan kembali kesahihan poligami yang tersembul dalam UU RI Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan. Di situ diterangkan kebolehan poligami
selama mengantongi ijin istri sebelumnya. Keterangan itu malah dikuatkan UU
RI No. 7/1989 pasal 49 yang menugasi Pengadilan Agama untuk menangani
poligami.

21 April 2005, seabad lebih wafatnya RA Kartini. Namun, prosesi tahunan
-apa yang lazim ditahbiskan sebagai Hari Kartini- yang seremonial, tanpa
substansi, justru potensial mereduksi sosok dan ide-ide Kartini. Kartini
dikenal dan disajikan sebagai tokoh teladan bukan dari dirinya sendiri,
melainkan dari pandangan orang lain mengenai dirinya. Tak heran, jika
mitologisasi atas Kartini justru mengurangi kebesaran Kartini itu sendiri
serta menempatkannya dalam dunia dewa-dewa. Semakin kurang pengetahuan
seseorang tentangnya, makin kuat mitologisasi terhadap Kartini. Gambaran
orang tentangnya dengan sendirinya lantas menjadi palsu, karena kebenaran
tidak dibutuhkan, orang hanya menikmati candu mitos. Padahal Kartini
sebenarnya jauh lebih agung daripada total jendral mitos-mitos tentangnya."
(Pramoedya Ananta Toer dalam pengantar Panggil Aku Kartini Saja, 1997).
Untuk itu, diperlukan napak tilas Kartini sebagai sosok perempuan yang
terbelenggu tradisi pada jamannya. Ketika itu, Kartini hidup di jaman yang
sama sekali tidak menghargai eksistensi kaum perempuan. Betapa tidak,
Kartini disunting Bupati Rembang, RTAA Djojohadiningrat, sebagai garwa
padmi setelah tiga istri Bupati itu. Ini artinya praktik poligami telah
tumbuh subur pada masa itu. Di manapun sangat sedikit perempuan yang
merelakan dirinya dimadu oleh laki-laki. Kebanyakan mereka menolak jika
laki-laki menjadikan dirinya bukan sebagai istri yang pertama, atau juga
tidak menginginkan laki-laki (suaminya) menyunting perempuan lain setelah
dirinya. Kartinipun sesungguhnya demikian. Hanya saja Kartini tak memiliki
cukup kekuatan untuk melakukan perlawanan mendobrak tradisi yang melecehkan
kaum perempuan itu. Bahkan Kartini sendiri dengan sangat terpaksa harus
memperpanjang matarantai tradisi itu dengan disunting RTAA Djojohadiningrat
sebagai istri keempat.

Dus, Kartini seperti mendaur ulang elegi kehidupan dua perempuan yang
sangat dicintainya di mana sangat menderita karena memperebutkan cinta dan
kasih sayang dari seorang laki-laki. Kedua perempuan itu adalah Ngasirah,
ibunya sendiri, dan RA Sosroningrat, garwa padmi ayahnya yang dinikahi
setelah ibunya sekaligus sebagai pengasuhnya. Bayang-bayang kehidupan dua
perempuan itulah yang memayungi mahligai rumah tangganya. Kepedihan,
kegundahan dan pergolakan batin yang dahsyat tergambar dalam surat-surat
Kartini kepada Ny. Abendanon menjelang pesta perkawinan dilangsungkan. 19
Oktober 1903 ia menulis, "Pakaian pesta bertopeng saya sudah jadi. Roekmini
menyebutnya kain kafan saya...." 22 Oktober 1903, ia menulis lagi, "Ada
luka yang tidak pernah sembuh, ada air mata yang tidak pernah kering...." 3
November 1903 ia lebih eksplisit: "... Hari depan itu tidak pernah saya
harapkan...."

Namun, kematian menjemput Kartini lebih awal, tidak sampai setahun usia
perkawinannya. Bulan ke sepuluh, empat hari setelah melahirkan putranya, RM
Soesalit, Kartini membuka gerbang pembebasan dirinya.


***

BELENGGU tradisi poligami yang melilit Kartini sejatinya masih banyak
dialami kaum perempuan masa kini. Harus diakui, poligami telah menjadi
bagian gaya hidup laki-laki, dan karenanya di lingkungan tertentu praktik
ini telah membudaya. Faktanya poligami telah ada sejak zaman dulu dan terus
terpelihara hingga kini dengan berbagai pembenaran dan legitimasi kultural,
sosial, ekonomi, dan agama. Jauh sebelum Islam datang, praktik poligami
memang telah ada, bahkan jumlah istri bisa membengkak hingga belasan.

Saat Islam datang turun aturan yang membatasi maksimal empat orang saja,
dengan syarat ketat yang bagi sejumlah pemikir muslim tidak mungkin bisa
terpenuhi oleh seorang laki-laki. Asas keadilan tentu bukan sekadar
keadilan kuantitatif semacam pemberian materi atau waktu gilir antar-istri,
tapi mencakup keadilan kualitatif (kasih sayang yang merupakan fondasi dan
filosofi utama kehidupan rumah tangga). Itulah mengapa di ujung ayat yang
sering dijadikan dasar bagi kebolehan (mubahah) praktik poligami Tuhan
mewanti-wanti, "Dan apabila kamu takut tidak bisa berbuat adil, maka
nikahilah seorang saja" [QS. 4:3]. Itu berarti ideal moral yang dicanangkan
al-Quran adalah praktik monogami.

Alasan dibolehkannya poligami di masa awal generasi Islam, seperti yang
diungkap Muhammad Abduh (1849-1905), karena saat itu jumlah laki-laki lebih
sedikit dibandingkan perempuan akibat banyak yang mati di medan
pertempuran. Dengan dalih melindungi dan mengayomi, laki-laki dibolehkan
menikahi perempuan lebih dari satu. Juga dengan begitu penyebaran Islam
semakin cepat dengan terus menambah jumlah pemeluknya. Sebab perempuan yang
dinikahi diharapkan masuk Islam beserta keluarganya. Selain itu, dengan
poligami kemungkinan pecahnya konflik antar-suku dapat dicegah. Saat ini,
keadaan sudah jelas banyak berubah. Poligami, lanjut Abduh, justru
melahirkan banyak persoalan yang mengancam keutuhan bangunan mahligai rumah
tangga. Sering timbul percekcokan. Belum lagi efek domino bagi perkembangan
psikologi anak yang lahir dari pernikahan poligami. Sering mereka merasa
kurang diperhatikan, haus kasih sayang dan, celakanya, secara tidak
langsung dididik dalam suasana yang kedap perselisihan dan percekcokan
tersebut. Karena itulah Abduh jelas-jelas melarang praktik poligami
mengingat syarat adil yang diminta teks tidak mungkin bisa dipenuhi.
(Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar IV, tt. h. 347-350).

Tradisi poligami, seperti yang dipahami dalam teks itu, tidak lebih
pantulan realitas sosial yang mengemuka saat itu. Faktanya ialah perempuan
kala itu dalam kondisi terpinggirkan. Dalam hal poligami, Alquran merekam
praktik itu sebab ia adalah realitas sosial masyarakat saat itu. Tak
terlalu salah jika Thaha Husein (1889-1950) dalam Fi Syi'r al-Jahili (tt.
h. 25-33), dengan berani mengambil hipotesa bahwa Alquran pada dasarnya
adalah cermin budaya masyarakat Arab Jahiliyah (pra-Islam). Karena itu,
seruan poligami dalam teks itu harus dipandang sebagai sebuah proses yang
belum final dan masih terbuka bagi "pembacaan lain" sesuai dengan konteks
sosial kontemporer. Jika hipotesa Husein dikembangkan, akan dijumpai
pemahaman bahwa Alquran sesungguhnya adalah respon terhadap berbagai
persoalan umat kala itu. Sebagai respon, tentu saja Alquran menyesuaikan
dengan keadaan setempat yang saat itu dipenuhi dominasi budaya patriarkhi.

Momentum Hari Kartini sudah sepantasnya dijadikan media refleksi untuk
merenungkan kembali kesahihan poligami yang tersembul dalam UU RI Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan. Di situ diterangkan kebolehan poligami
selama mengantongi ijin istri sebelumnya. Keterangan itu malah dikuatkan UU
RI No. 7/1989 pasal 49 yang menugasi Pengadilan Agama untuk menangani
poligami. Pemerintah seharusnya memikirkan nasib kaum perempuan yang
hak-hak kebebasan dasarnya terancam oleh tradisi poligami. Sebab sampai
saat ini masalah poligami seolah-olah tidak ditangani serius dan tenggelam
dalam gelombang besar masalah yang silih berganti menerpa bangsa ini.
Asumsi melindungi dan mengayomi sebagai pijakan fungsi sosial poligami
sudah sepantasnya dikaji ulang sekaligus dialihkan pada hal-hal lain yang
kebutuhannya lebih mendesak.

Dengan kata lain, UU anti-poligami mendesak untuk segera direalisasikan
demi melindungi kaum perempuan dari golongan tertentu yang ingin mereguk
keuntungan dengan memelintir seruan teks untuk kepentingan poligami.
Keberanian pemerintah Turki di bawah kepemimpinan Musthafa Kemal Ataturk
mensahkan UU yang melarang poligami di tahun 1926 perlu dijadikan teladan.
Juga pemerintah Tunisia di bawah presiden Bourguiba pada tahun 1956 yang
melakukan hal serupa layak ditiru. Dan di sisi lain, mandat perjuangan
emansipasi dan pemberdayaan perempuan yang menjadi cita-cita agung Kartini,
dengan demikian, akan menemukan titik terang. Dan beginilah sesungguhnya
salah satu aspek substansial untuk menghormati kebesaran Kartini, bukan
dengan retorika semata. []

Faizah SA, staf pengajar di Ponpes Krapyak, aktif sebagai peneliti Lembaga
Studi dan Pengembangan Santri dan Masyarakat (LeSPiM) Yogyakarta


[Non-text portions of this message have been removed]




***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru;
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]

Yahoo! Groups Links














______________________________________________________________

Disclaimer :
- This email and any file transmitted with it are confidential and
are intended solely for the use of the individual or entity whom
they are addressed, if you are not the original recipient, please
delete it from your system.
- Any views or opinions expressed in this email are those of the
author only.
______________________________________________________________


***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru;
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]

Yahoo! Groups Links












------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give underprivileged students the materials they need to learn. 
Bring education to life by funding a specific classroom project.
http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke