http://www.kompas.com/kompas-cetak/0504/30/opini/1721043.htm

 
Fenomena "Whistleblower" dan Pemberantasan Korupsi 


Achmad Zainal Arifin

KASUS penangkapan Mulyana W Kusumah mengejutkan banyak pihak. Banyak kalangan 
tidak menyangka kalau anggota Komisi Pemilihan Umum sekaliber Mulyana ternyata 
tertangkap tangan melakukan aksi penyuapan terhadap anggota BPK untuk 
merekayasa hasil audit terhadap KPU. Satu hal menarik dicermati dalam kasus 
penangkapan Mulyana adalah munculnya whistleblower (peniup peluit) yang, dengan 
keberanian dan kesadarannya mengungkap tindak kriminal. Ini merupakan indikasi 
positif untuk mewujudkan slogan pemberantasan korupsi yang selama ini gencar 
dikampanyekan pemerintah.

Secara historis, istilah whistleblower sering digunakan untuk merujuk seseorang 
yang berupaya mengungkap ketidakjujuran dan penyimpangan anggaran yang terjadi 
di mana ia bekerja. Upaya ini tentu bukan pekerjaan yang mudah dilakukan, 
terlebih jika kasus yang akan diungkap melibatkan atasan bahkan pimpinan mereka 
sendiri. Karena itu, risiko yang harus ditanggung para peniup peluit amat 
berat, mulai dari ancaman kehilangan pekerjaan sampai kemungkinan munculnya 
intimidasi tidak hanya terhadap mereka tetapi juga terhadap anggota keluarganya.

Sejarah perkembangan para peniup peluit di Amerika pun menunjukkan, tidak 
sedikit di antara mereka harus rela menanggung risiko kehilangan pekerjaan 
hingga beberapa tahun, bahkan beberapa di antara mereka kesulitan mendapat 
pekerjaan baru karena dipandang sebagai trouble maker atau biang kerok yang 
dikhawatirkan akan melakukan hal yang sama pada perusahaan atau institusi yang 
akan ditempatinya. Karena itu, tidak mengherankan bila majalah Times tahun 2002 
menempatkan tiga orang peniup peluit sebagai "Persons of the Year" atas 
jasa-jasanya dalam mengungkapkan skandal dan penyimpangan anggaran yang terjadi 
di tiga institusi besar: Enron, FBI, dan WorldCom.

Apa alasan utama para peniup peluit rela membayar ongkos begitu tinggi, menjadi 
amat menarik untuk dikaji. Glazer dan Glazer (1986) melakukan studi terhadap 55 
peniup peluit untuk mengungkapkan motif mereka meniup peluit meski mereka sadar 
akan risiko yang harus dibayar. Hasilnya, mayoritas peniup peluit mengungkapkan 
bahwa mereka memutuskan untuk meniup peluit berdasar keyakinan individual. 
Mereka berasumsi, "suatu sistem yang korup hanya akan terjadi bila para 
individu yang menjalankan sistem itu juga korup." Dalam hal ini, kita hanya 
dihadapkan pada dua pilihan, menjadi bagian dari proses korupsi itu atau 
menjadi kekuatan yang menentangnya. Secara umum bisa dikatakan, keyakinan 
individual yang dimiliki para peniup peluit bersumber pada tiga hal: nilai- 
nilai keagamaan (religious values), etika profesional (professional ethics), 
dan rasa tanggung jawab terhadap masyarakat (social responsibility).

Ana Radelat (1991) juga memaparkan kajian menarik tentang fenomena para peniup 
peluit. Berdasar survei terhadap 233 peniup peluit, di mana 90 persen dari 
mereka harus kehilangan pekerjaan setelah meniup peluit, hanya 16 persen yang 
menyatakan berhenti untuk meniup peluit, sementara sisanya mengungkapkan akan 
tetap meniup peluit lagi bila mereka mendapat kesempatan melakukannya. Selain 
itu, mayoritas dari mereka bukan pegawai yang ingin sekadar mencari popularitas 
dengan meniup peluit, tetapi mereka adalah para pegawai berprestasi, memiliki 
komitmen tinggi dalam bekerja dan rata-rata berangkat dari latar belakang agama 
yang kuat. Selain itu, kajian ini juga menggambarkan beberapa tahap yang 
biasanya dilalui para peniup peluit. Setidaknya terungkap tujuh tahap yang 
harus dijalani para peniup peluit, mulai dari penemuan kasus penyimpangan, 
refleksi terhadap langkah-langkah yang akan diambil, konfrontasi dengan atasan 
mereka, risiko balas dendam dari pihak yang dilaporkan, proses hukum yang 
panjang, berakhirnya kasus, hingga tahap memasuki kehidupan yang baru setelah 
kehilangan pekerjaan. Memang, tidak semua tahap akan mudah dilalui para peniup 
peluit, bahkan terkadang karena terlalu panjangnya tahapan yang harus dilalui 
tidak jarang di antara mereka sampai harus mengalami pertolongan psikiatris 
maupun medis akibat tekanan-tekanan psikis yang harus mereka tanggung.

Kondisi ini sedikit mengalami perubahan ketika penderitaan mereka mendapatkan 
perhatian luas dari media, masyarakat, maupun pemerintah. Di Amerika telah 
muncul berbagai institusi, baik dari kalangan pemerintah maupun profesional, 
yang memperjuangkan nasib para peniup peluit. Salah satu institusi yang cukup 
lama memperjuangkan hak-hak para peniup peluit adalah GAP (Government 
Accountability Project) yang bermarkas di Washington DC. Kiprah GAP sebagai 
institusi independen cukup membantu para peniup peluit dalam menghadapi 
tingginya risiko yang harus mereka bayar, bahkan tidak sedikit para peniup 
peluit akhirnya memperoleh insentif dari kasus korupsi yang terungkap dan 
mendapat kembali pekerjaan yang sebelumnya harus mereka tinggalkan.

Optimalisasi peran peniup peluit

Berkaca pada realitas historis para peniup peluit di atas, setidaknya tiga 
landasan utama, yang dijadikan dasar untuk meniup peluit: nilai-nila keagamaan, 
etika profesional, dan tanggung jawab sosial, tentu saja merupakan nilai-nilai 
universal, yang semestinya juga dimiliki bangsa ini. Persoalan yang muncul 
adalah mengapa para peniup peluit seakan enggan untuk singgah dan membantu 
mengungkapkan kasus korupsi yang merajalela di negeri ini? Jawaban atas 
persoalan ini tentu tidak semudah membalik telapak tangan, mengingat kadar 
korupsi yang terjadi di negeri ini sudah sedemikian akut. Budaya 
menggelembungkan anggaran, misalnya, tidak hanya didominasi oleh mereka yang 
memegang kekuasaan, tetapi telah dianggap sebagai hal lumrah untuk dilakukan 
siapa saja.

Karena itu dibutuhkan tidak hanya kesadaran kita. Akan tetapi, juga keberanian 
untuk mengatakan suatu kebenaran. Bukankah sebagian dari kita amat akrab dan 
mungkin sering mendengar kutipan hadis yang menyatakan, "katakanlah yang benar 
walaupun pahit akibatnya?" Memang perubahan internal dari individu tidak akan 
memberi pengaruh signifikan tanpa disertai keseriusan semua pihak, terutama 
pemerintah dan aparat penegak hukum untuk bersama-sama mengubah sistem yang 
sudah telanjur korup ini.

Lebih jauh, untuk mengoptimalkan peran para peniup peluit dalam mewujudkan 
pemberantasan korupsi diperlukan adanya peraturan atau institusi independen 
yang memiliki kewenangan untuk memberi advokasi maksimal bagi para peniup 
peluit sehingga risiko-risiko yang harus ditanggung bisa diminimalisasi 
sedemikian rupa. Apabila jaminan atas keselamatan maupun kesejahteraan dari 
para peniup peluit benar-benar bisa dijalankan, maka potensi untuk 
mengungkapkan berbagai kasus korupsi di negeri ini tinggallah persoalan waktu. 
Rasanya, terungkapnya indikasi penyuapan yang dilakukan Mulyana bisa dijadikan 
indikasi, apakah si peniup peluit akan memperoleh jaminan itu ataukah ia yang 
harus menjadi korban dari ketidaktegasan sistem hukum di negeri ini. Semoga 
akan segera muncul para peniup peluit berikutnya guna mengungkap kasus-kasus 
korupsi dan penyimpangan yang terjadi.

Achmad Zainal Arifin Fulbrighter; Sedang Menempuh S2 Sosiologi di University of 
Northern Iowa, Amerika Serikat


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for
anyone who cares about public education!
http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke