http://www.kompas.com/kompas-cetak/0504/30/opini/1721040.htm
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Bukan Peradilan? Amir Syamsuddin PT Pertamina (Persero) bersama beberapa pihak yang terlibat proses divestasi penjualan tanker very large crudde carrier (VLCC) akhirnya mengajukan keberatan terhadap Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 07/KKPU-l/2004 yang dibacakan pada 3 Maret 2005. Dalam persidangan pertama 6 April 2005 atas keberatan PT Pertamina (Persero) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terjadi silang pendapat mengenai hukum acara yang berlaku untuk memeriksa dan mengadili perkara keberatan atas putusan KPPU. PERSOALAN hukum acara pemeriksaan keberatan atas Putusan KPPU di pengadilan negeri sudah menjadi persoalan lama yang sering terulang di dalam kasus-kasus pengajuan keberatan terhadap putusan KPPU. Walaupun demikian, tidak kurang dari 12 perkara keberatan yang telah dihadapi oleh KPPU yang sudah diperiksa dan diputus oleh pengadilan negeri. Pemeriksaan keberatan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tidak mengatur secara rinci mengenai tata cara pengajuan keberatan terhadap putusan KPPU, sehingga dalam praktiknya Para Pihak harus membuat format keberatan yang berbeda-beda. Karena itu, Mahkamah Agung akhirnya mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 1/2003 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Putusan KPPU. Meski demikian, dalam praktiknya hukum acara yang dipakai oleh pengadilan masih ditafsir secara berbeda-beda oleh para pihak yang berperkara. Hal-hal yang menjadi persoalan di dalam hukum acara tersebut, antara lain, adalah masalah status KPPU dalam perkara keberatan, hukum acara pembuktian, pemeriksaan perkara, dan konsolidasi perkara di dalam pemeriksaan di pengadilan negeri. Pasal 2 Perma No 1/2003 menyatakan keberatan terhadap putusan KPPU hanya dapat diajukan kepada pengadilan negeri dan dalam hal diajukan keberatan, maka KPPU merupakan pihak. Sebagai pihak, maka KPPU menurut hukum semestinya dapat diperiksa dan dihukum, tetapi ternyata menurut Perma No 1/2003 ini KPPU hanya dimintakan untuk menyerahkan putusan dan berkas pemeriksaan serta dapat pula dimintakan untuk melakukan pemeriksaan tambahan. Dengan demikian, jelas status KPPU bukanlah status "pihak" sebagaimana yang ada di dalam perkara-perkara lainnya. Kemudian masalah upaya konsolidasi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) Perma No 1/2003 bahwa dalam hal keberatan diajukan lebih dari 1 (satu) pelaku usaha untuk putusan yang sama, tetapi berbeda tempat kedudukan hukumnya, maka KPPU dapat mengajukan permohonan tertulis kepada Mahkamah Agung untuk menunjuk salah satu pengadilan negeri untuk memeriksa keberatan tersebut. Hal ini dianggap wajar untuk menghindari putusan yang berbeda, tetapi aturan ini juga tidak jelas apakah majelis hakim yang sama atau berbeda. Apabila majelis hakim yang berbeda, maka kemungkinan adanya putusan yang berbeda juga sangat dimungkinkan. Oleh karena itu, menurut kami semestinya Perma No 1/2003 mengatur tentang pengadilan negeri yang satu dengan majelis hakim yang sama. Selanjutnya, Pasal 5 Perma No 1/2003 menyatakan dalam hal pelaku usaha mengajukan keberatan, KPPU wajib menyerahkan putusan dan berkas perkaranya kepada pengadilan negeri yang memeriksa perkara keberatan; dan pemeriksaan keberatan oleh pengadilan negeri hanya atas dasar putusan dan berkas perkara. Hal ini menunjukkan keanehan karena bila KPPU dianggap sebagai pihak, maka seyogianya harus dilakukan pemeriksaan ulang atas seluruh berkas laiknya pada acara hukum perdata, tata usaha negara dan pidana. Dengan hanya memeriksa putusan dan berkas perkara, maka di dalam pemeriksaan keberatan di pengadilan negeri jelas tidak ada pemeriksaan para pihak apalagi pemeriksaan saksi-saksi dan ahli. Dalam praktik, misalnya pada keberatan PT Pertamina (Persero), pihak Turut Termohon meminta dihadirkan saksi-saksi termasuk ahli yang pernah diperiksa oleh KPPU untuk diperiksa kembali. Apabila majelis hakim berpendapat perlu adanya pemeriksaan saksi dan ahli, maka pengadilan negeri harus meminta KPPU yang melakukan pemeriksaan tambahan, tetapi bukan pengadilan negeri. Hal ini jelas diatur dalam Pasal 6 Perma No 1/2003 yang menyatakan dalam hal majelis hakim berpendapat perlu pemeriksaan tambahan, maka melalui putusan sela perkara dikembalikan kepada KPPU untuk dilakukan pemeriksaan tambahan. Putusan KPPU Terlepas dari persoalan hukum acara, setiap putusan KPPU yang diumumkan ke publik terhadap pelaku usaha ternyata menimbulkan gejolak di masyarakat dan meresahkan dunia usaha. Hal itu terjadi karena Putusan KPPU sering disertai dengan penghukuman ganti rugi dan denda yang sangat besar, bahkan bisa memengaruhi kedudukan para pelaku usaha di lingkungan usahanya. Apalagi KPPU sering melakukan ekspositas dan publikasi yang luas terhadap putusannya tersebut. Ekspositas kebersalahan pelaku usaha dan publikasi yang luas terasa sangat berlebihan dan bisa menyesatkan karena Putusan KPPU belum final dan belum berkekuatan tetap, yang masih dapat diupayakan keberatan ke pengadilan negeri dan kasasi ke Mahkamah Agung. Oleh karena itu, KPPU harus benar-benar ekstra hati-hati di dalam melakukan pemeriksaan terhadap dugaan adanya pelanggaran terhadap UU No 5/1999 apalagi di dalam membuat putusan. KPPU tidak boleh asal terima laporan dan main putus karena persepsi kebersalahan pelaku usaha akan berdampak luas pada kegiatan bisnis para pelaku usaha. KPPU bukan peradilan Pertanyaan yang terus menggantung berkaitan dengan UU No 5/1999 adalah apakah KPPU merupakan sebuah pengadilan khusus di bawah peradilan umum sebagaimana yang disebutkan dalam UU No 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman? Jikalau sebagai sebuah peradilan, maka tentu saja KPPU tidak boleh dijadikan pihak di dalam perkara Keberatan di pengadilan negeri karena pengadilan tidak dapat dihukum atas putusannya yang keliru atau tidak benar. Apabila KPPU bukan sebagai badan peradilan, maka kewenangan memeriksa dan memutus kasus pelanggaran terhadap UU No 5/ 1999 sifatnya kewenangan absolut yang tidak jauh berbeda dengan tugas dan kewenangan badan peradilan, bahkan lebih hebat lagi, KPPU bisa menjadi polisi dan jaksa sekaligus di dalam melakukan penyidikan dan penuntutan pidana. Pasal 2 UU No 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Kemudian Pasal 15 dan penjelasannya menyatakan adanya pengadilan khusus, yaitu pengadilan anak, pengadilan niaga, pengadilan hak asasi manusia, pengadilan tindak pidana korupsi, pengadilan hubungan industrial yang berada di lingkungan peradilan umum, dan pengadilan pajak di lingkungan peradilan tata usaha negara. Dengan demikian UU No 4/2004 sama sekali tidak menyatakan KPPU sebagai sebuah badan peradilan sehingga jelas KPPU bukan badan peradilan. Dengan demikian adalah wajar bila Mahkamah Agung kemudian melalui Perma No 1/2003 menjadikan KPPU sebagai pihak di dalam perkara keberatan atas putusan KPPU. Namun, hal ini masih mengganjal karena bagaimana mungkin KPPU diperiksa dan dihukum atas putusannya sendiri. Perma No 1/2003 menyatakan KPPU dijadikan pihak, tetapi tidak untuk diperiksa dan dihukum tetapi hanya sebagai pihak untuk menyerahkan putusan dan berkas pemeriksaan di KPPU. Hal ini memang aneh dan sangat berbeda dengan status "pihak" dalam perkara-perkara lainnya. Ke depan KPPU sebagai komisi yang berwewenang untuk melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran UU No 5/ 1999 akan menjadi komisi yang sangat berperan di dalam membantu pemerintah untuk menertibkan perilaku pelaku usaha yang melakukan bisnis kotor. Meskipun demikian, di dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, KPPU harus ekstra hati-hati di dalam menerima pengaduan dan laporan, melakukan pemeriksaan, maupun di dalam membuat putusan karena putusan KPPU berdampak sangat luas terhadap dunia usaha di dalam negeri maupun luar negeri. Amir Syamsuddin Praktisi Hukum, Tinggal di Jakarta [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/