Praktek wartawan bodrek masih tersebar dimana-mana. Walaupun 
sudah "lahir" Dewan Pers yang memberikan pengawasan yang cukup ketat. 
Hanya saja daya jangkaunya masih terbatas. Di Yogyakarta, saya 
mendengar dari teman-teman yang bekerja di bidang entertaiment, mereka 
harus menyiapkan uang untuk seorang wartawan yang meliput acara yang 
mereka adakan. Tidak perlu disebut surat kabarnya, tetapi yang jelas 
dia malah pengurus PWI di daerah tersebut. Ironis kan.....!
Lalu bagaimana mengatasi wartawan amplop?
Sama halnya pertanyaan untuk mengatasi korupsi di Indonesia.
Sudah mendarah daging mungkin dan sulit dituntaskan. Revolusi! Belum 
tentu juga.....

Taulah

bye
SK

> http://www.indomedia.com/bpost/052005/2/opini/opini1.htm
> Minggu, 01 Mei 2005 18:52
> 
> 
> 
> Etika Profesi, Idealisme, Dan Wartawan 'Bodrex'
> (Tinjauan Kritis Terhadap Kebebasan Pers)
> Oleh : Akhmad Lazuardi Saragih
> 
> 
> Ada hal yang menarik ketika saya membaca sebuah tulisan yang 
ditempelkan di sebuah dinding kantor Humas Pemko Banjarmasin beberapa 
hari lalu. Tulisan yang dimuat Majalah Fakta edisi Maret 2005 itu 
menjelaskan, betapa meresahkannya pejabat daerah dan pengusaha di 
Kalsel dalam menghadapi wartawan 'bodrex'. Selain suka meminta-minta 
uang ke pejabat dan pengusaha, mereka sering mengancam pejabat dan 
pengusaha jika mereka tidak diberi 'angpao'.
> 
> Menurut informasi dari media tersebut, pejabat yang sering 
diminta 'angpao' oleh wartawan 'bodrex' adalah pimpinan proyek (pimpro) 
Dinas Pekerjaan Umum Kalsel. Maklum, dinas PU sering disebut sebagai 
dinas 'basah'. Akibat seringnya wartawan 'bodrex' melakukan aksi 
terhadap pejabat di lingkungan PU, maka ada kebijakan dari dinas PU 
untuk menutup diri terhadap wartawan.
> 
> Apa yang terjadi dari peristiwa itu, sungguh meruntuhkan idealisme 
dan profesionalisme wartawan. Dampaknya cukup jelas, wartawan untuk 
mengkonfirmasi berita ke dinas itu, jelas dianggap sama dengan 
wartawan 'bodrex'. Ini jelas-jelas sangat merugikan wartawan yang 
bekerja secara profesional.
> 
> Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalsel yang menaungi profesi 
wartawan seharusnya bisa mengambil sikap terhadap hal ini. Apalagi 
Ketua PWI Kalsel HG Rusdi Effendi AR, yang saya kenal betul beliau 
adalah orang yang tegas terhadap penyimpangan dalam dunia pers. Maklum, 
beliau adalah pemimpin dan pemilik media terbesar di Kalsel.
> 
> Wartawan 'bodrex' memang cukup lama dikenal di kalangan wartawan dan 
pejabat serta pengusaha. Istilah wartawan 'bodrex' sendiri muncul dari 
iklan obat sakit kepala di televisi, yang di dalamnya terdapat 'pasukan 
bodrex datang'. Secara faktual wartawan 'bodrex' biasanya datang 
beramai-ramai seperti pasukan. Versi lain mengatakan, istilah 'bodrex' 
berasal dari narasumber yang merasa 'sakit kepala' jika didatangi 
wartawan palsu. Untuk menghilangkan 'sakit kepala' itu, sumber berita 
memberi amplop berisi uang sebagai 'obat' penangkalnya.
> 
> Sejak pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, 
wartawan 'bodrex' lebih dikenal sebagai WTS (wartawan tanpa surat 
kabar). Dalam perjalanannya, wartawan 'bodrex' sebenarnya 
tidak 'bekerja' pada sebuah media. Mereka hanya mengaku sebagai 
wartawan, padahal profesi wartawan yang diakuinya adalah wartawan 
gadungan yang biasanya hanya memeras pejabat dan pengusaha yang 
dianggap 'bermasalah'.
> 
> Namun seiring reformasi dan jatuhnya orde baru, wartawan 'bodrex' 
tampil berani dan terang-terangan beroperasi untuk menjalankan 
profesinya dengan mengatasnamakan 'wartawan'. Malah dalam menjalankan 
aksinya, mereka dilengkapi dengan kartu pers dan mempunyai penerbitan 
tertentu.
> 
> Dalam menjalankan profesinya sebagai wartawan, orientasi 
wartawan 'bodrex' tidak lagi memakai kaidah jurnalistik, yang 
seharusnya menyampaikan fakta sesungguhnya. Tetapi orientasi mereka 
sudah berubah menjadi bagaimana caranya untuk mendapatkan uang dengan 
berkedok sebagai wartawan, sehingga berita yang dibuatnya keluar dari 
konteks kaidah jurnalistik itu sendiri.
> 
> Malah dalam perjalanannya, wartawan 'bodrex' tidak segan-segan 
melakukan tindakan penipuan dan pemerasan. Modusnya beragam, ada yang 
meminta uang untuk biaya perjalanan, mengajukan proposal kegiatan, dan 
biaya iklan.
> 
> Wartawan amplop juga sangat tipis batasannya dengan 
wartawan 'bodrex'. Asumsi ini bisa benar, jika praktik amplopisme ini 
juga dilakukan oleh wartawan yang nyata-nyata tidak jelas identitasnya. 
Akan tetapi golongan wartawan 'bodrex' lebih kejam dalam menjalankan 
modus operandinya.
> 
> Kebebasan pers, selain meniupkan angin segar juga mengalirkan angin 
busuk bagi wartawan. Kemudahan untuk menerbitkan media, juga diikuti 
dengan penyimpangan yang dilakukan oleh orang-orang tertentu dengan 
terang-terangan maupun tersembunyi. Sepak terjang menyimpang dari etika 
profesi, lama kelamaan menjadi budaya wartawan.
> 
> Pemberian amplop misalnya, dianggap suatu hal yang wajar. Salah satu 
teman saya yang berprofesi sebagai wartawan di Banjarmasin pernah 
mengatakan, pemberian amplop bukan dikategorikan sebagai sogokan. Namun 
pemberian itu sekadar untuk uang transpor yang diberikan narasumber. 
Tetapi, secara etik pemberian amplop jelas membuat citra wartawan 
semakin merosot baik di mata narasumber maupun masyarakat. Bahkan ada 
pendapat yang mengatakan, pemberian amplop adalah sebuah penghinaan 
terhadap profesi wartawan. Ada kesan, seolah-olah pekerjaan wartawan 
itu profesi yang istimewa, sehingga dia harus mendapatkan pelayanan 
khusus. Celakanya, pelayanan itu diartikan dengan pemberian amplop 
alias sogokan.
> 
> Menerima sogokan jelas melanggar etika profesi wartawan. Pasal lima 
Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) menyebutkan, wartawan Indonesia 
tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi. Pasal ini jelas 
menafsirkan bahwa wartawan Indonesia dilarang menerima suap, dengan 
cara tidak menerima imbalan dalam bentuk apa pun. Ini untuk menjaga 
profesi wartawan itu sendiri. Namun dalam praktiknya, wartawan 
Indonesia banyak melanggar kode etik yang dibuat.
> 
> Penyimpangan Profesi Wartawan
> 
> Ada beberapa pola penyimpangan yang dilakukan profesi wartawan. 
Pertama, pola pasif. Wartawan hanya menerima amplop dari narasumber. 
Disebut pasif karena mereka tidak meminta, namun menerima kalau 
narasumber memberi. Pola ini biasanya dilakukan wartawan yang bekerja 
di perusahaan kecil dan menengah yang kurang memberikan gaji yang layak 
bagi wartawannya. Namun, penyimpangan ini juga dilakukan oleh wartawan 
yang bekerja di perusahaan besar, tetapi tidak memiliki peraturan yang 
tegas soal amplop. Wartawan ini dikenal sebagai tipe 'kucing' yang 
jinak dan manis setelah dilempar ikan.
> 
> Kedua, pola aktif atau agresif. Pola penyimpangan ini dilakukan oleh 
wartawan yang bekerja di perusahaan 'papan nama'. Dengan cara meminta 
amplop kepada narasumber secara aktif, bergerilya ke dinas pemerintahan 
atau perusahaan. Disebut perusahaan pers 'papan nama', karena 
perusahaan tersebut hanya terbit dua atau tiga kali, setelah itu mati. 
Namun, wartawannya tetap aktif mencari berita dengan tujuan 
mencari 'angpao' dari narasumber. Selain itu, penyimpangan jenis ini 
dilakukan wartawan dengan cara mendatangi sumber berita dengan 
menunjukkan bukti tulisan berita, lalu mengharap pemberian 'angpao' 
dari sumber berita. Wartawan ini dikenal dengan tipe 'nyamuk' yang suka 
merubung tempat potensial untuk 'disedot'.
> 
> Ketiga, pola pemerasan. Pola ini dilakukan dengan cara mendatangi 
sumber berita yang bermasalah. Misalnya tersangka korupsi, pejabat atau 
pengusaha yang diduga selingkuh. Pelakunya adalah mereka yang mempunyai 
kartu pers dan menjadi 'wartawan' di salah satu media. Atau mereka 
hanya mengaku sebagai wartawan tetapi tidak memiliki media yang jelas 
keberadaannya. Wartawan ini mempunyai tipe wartawan 'kecoa', sudah 
baunya tidak sedap, beraksi di tempat kotor lagi.
> 
> Kempat, pola penipuan. Pola ini adalah tipe musang berbulu wartawan. 
Artinya, menipu dengan mengatasnamakan profesinya untuk memperoleh 
keuntungan. Contohnya, dengan cara mengedarkan daftar sumbangan kepada 
pejabat atau pengusaha untuk rekan wartawannya yang meninggal dunia, 
padahal rekan wartawannya masih sehat. Ini jelas penipuan. Mereka bisa 
wartawan yang tersesat atau bisa juga penipu. (Tim Aji Surabaya, Amplop 
Candu Bagi Jurnalis, 2001:11)
> 
> Banyak orang yang berpendapat, profesi wartawan adalah mulia. 
Pendapat itu dikaitkan dengan salah satu tujuan dari tugas wartawan itu 
sendiri, yaitu menyebarkan informasi kepada khalayak. Mencari data dan 
mengungkapkan dalam bentuk berita. Dengan tugas tersebut, seorang 
jurnalis akan menyampaikan kebenaran kepada masyarakat melalui 
informasi yang dipublikasikannya.
> 
> Sebagai seorang wartawan yang menyampaikan kebenaran kepada 
masyarakat, ia dituntut memiliki integritas atau kepribadian yang baik, 
baik integritas dari segi moral maupun intelektual. Pasalnya, profesi 
wartawan sangat berbeda dengan profesi lainnya. Wartawan dituntut untuk 
tanggap terhadap gejala sosial di masyarakat. Mengingat fungsi pers 
sendiri adalah sebagai kontrol sosial, sehingga seorang wartawan 
dituntut memiliki kepedulian terhadap gejala sosial.
> 
> Sebagai orang yang pernah menggeluti dunia wartawan, saya beranggapan 
memang dunia jurnalistik sangat 'menggiurkan' sekaligus menakutkan. 
Dunia wartawan diibaratkan sebuah pisau tajam, yang siap mengupas apa 
saja, tinggal kita yang harus bisa menggunakannya.
> 
> Bagaimanapun profesi wartawan adalah profesi yang menuntut kita untuk 
bersikap profesional dan idealis. Tidak jarang orang yang bersifat 
profesional dan idealis bisa tergelincir hanya karena 'angpao'. Hal ini 
diakibatkan dari perusahaan di tempatnya bekerja belum memberikan 
kesejahteraan yang layak. Kita patut acungi jempol langkah yang 
ditempuh Metro TV sebagai salah satu media berita, yang terang-terangan 
melarang reporternya menerima imbalan berupa apa saja. Keberanian Metro 
TV ini beralasan, perusahaannya berani membayar seorang 
reporter/jurnalisnya dengan upah yang tinggi. Langkah seperti ini yang 
kita harapkan bagi pemilik perusahaan pers di Kalsel.
> 
> Semoga pandangan ini menjadikan kita khususnya teman-teman saya 
wartawan di Kalsel bisa bersikap profesional, idealis dan independen 
terhadap segala hal. Bagi pemilik perusahaan pers, saya berharap bisa 
dapat meningkatkan kesejahteraan wartawannya. Tidak ada cara yang lebih 
tepat dan mulia yang harus dilakukan pemilik media, selain memberikan 
upah yang layak bagi profesi wartawan.
> 
> Mantan Reporter Smart FM Banjarmasin e-mail: 
[EMAIL PROTECTED]
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
> 
> 
> 
> ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--
> 
> Ever feel sad or cry for no reason at all?
> Depression. Narrated by Kate Hudson.
> http://us.click.yahoo.com/LLQ_sC/esnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
> --------------------------------------------------------------------~-
> 
> 
> 
************************************************************************
***
> Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju 
Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-
india.org
> 
************************************************************************
***
> 
________________________________________________________________________
__
> Mohon Perhatian:
> 
> 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg 
otokritik)
> 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
> 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
> 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
> 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
> 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
>  
> Yahoo! Groups Links
> 
> 
> 
>  
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 

-- 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke