MERDEKA !!! Saya sampaikan kliping dari Republika Online, yaitu tulisan Muhammad Joni yang berjudul "Integrasi Sosial ASEAN". Cukup menarik dengan analisis yang bagus. Sebagaimana diketahui negara angota ASEAN telah menyepakati bahwa pada tahun 2020 sudah harus terbentuk Kesatuan Ekonomi ASEAN. Dalam beberapa pertemuan yang saya hadiri dalam dekade 1990-an, di dalam dan di luar negeri (ASEAN), masih banyak persoalan yang menghadang pencapaian tujuan tersebut. Nah, kiranya rekan-rekan dapat memberikan tanggapan/ komentar atas tulisan yang menarik ini. Ini kata kuncinya :
1. Anggota ASEAN sangat heterogen dalam kemampuan ekonomi. Bandingkan antara Singapura dan Malaysia dengan Laos, Kamboja, dan Myanmar. Dari segi falsafah yang dianut, antara Vietnam dengan Singapura, Philippina, dan Thailand. 2. Mengapa harus LSM? Itu bukan representasi Rakyat, atau paling tidak warga masyarakat. 3. Konsepnya bagus, tapi cenderung melakukan penyederhanaan kondisi masing-masing negara anggota ASEAN. *Integrasi Sosial ASEAN * Oleh : Muhammad Joni Dosen Universitas Nasional Jakarta ROL – 31 Mei 2005 http://republika.co.id/kolom_detail.asp?id=199597&kat_id=16 Menjelang dasawarsa keempat ASEAN, kohesi negara-negara Asia Tenggara ini masih menyembulkan banyak *isu kawasan yang paradoksal*. Beberapa paradoks ASEAN, misalnya · isu Ambalat, · buruh migran, · ekspor limbah beracun, · persembunyian koruptor, · *illegal logging,* · *child sex tourism*, ataupun · terorisme. Di sisi lain, Oktober 2004 lalu, pemimpin ekonomi negara-negara ASEAN menyepakati *integrasi ekonomi ASEAN*. Kebijakan itu progresif tetapi bukan tidak luput resistensi. Selain kebijakan integrasi ekonomi itu elitis versi para pemimpin ekonomi ASEAN, tetapi juga hadir di tengah *mainstream*globalisasi perdagangan, yang secara historis hadir bak reinkarnasi kolonialisme. Sama dengan globalisasi perdagangan, integrasi ekonomi ASEAN memang bak pisau bermuka dua. Selain mengalirkan *arus investasi, modal, transaksi ekonomi internasional, dan industrialisasi* dalam skala transnational, namun tumbuh pula *masalah sosial transnasional*. Misalnya, isu buruh migran *(migrant workers)* dari Indonesia ataupun Filippina di Malaysia dan Singapura. Atau sindikasi transnasional *illegal logging* asal Malaysia merambah hutan Papua. Perdagangan manusia khususnya anak-anak dan perempuan *(trafficking in persons especially women and children)*, dan terrorisme yang mendakwa jaringan organisasi berlabel agama. Tesis integrasi sosial Majunya derap kebijakan integrasi ekonomi diasumsikan relevan jika *berbasis integrasi sosial ASEAN*. *Tumbuhnya harmoni dalam pergaulan sosiologis*antar warga ASEAN, pada stadium tertentu efektif *mengurangi resistensi kebijakan integrasi ekonomi ASEAN*. Kepatuhan sosial warga masyarakat ASEAN atas kebijakan/konvensi otoritas formal pemerintah negara-negara ASEAN dibutuhkan sebagai *justifikasi sosiologis* *(sociologis justification)* bagi otoritas formal ASEAN. Jika dikembangkan, bukan mustahil ASEAN menyumbangkan *nilai-nilai* * (values)*, *norma* *(norm)*, dan *pendekatan* *(approach)*, serta * pengalaman* *(experience)* yang produktif dalam *membangun tatanan dunia*yang dapat secara otentik diserap dalam dalam tatanan pergaulan internasional non-ASEAN, dan masyarakat global. Hal ini berguna untuk membangun citra ASEAN sebagai *part of problem solver*, bukan hanya *part of the problems*. Dalam konteks itu, isu buruh migran Indonesia misalnya tidak lagi dalam perspektif tunggal Kerajaan Malaysia. Selain dimensinya tidak tunggal sebagai isu pelanggaran hukum keimigrasian karena bersentuhan dengan dimensi kejahatan *trafficking in persons*. Bahkan, proteksi buruh migran diyakini otentik sebagai kepentingan pelaku usaha Malaysia yang menikmati surplus ekonomi buruh migran. Globalisasi ekonomi dan pasar bebas sudah pasti mempengaruhi pola konsumsi warga masyarakat ASEAN. Globalisasi, menurut pendukungnya, tidak bisa dihambat dan ditolak secara formal dalam regulasi perdagangan regional ataupun domestik. Menuju suatu konvergensi regulasi. Skenario konvergensi muncul sebagai prinsip nondiskriminasi, dan perlakuan yang serupa *(national treatment)* bagi pemain luar memasuki pasar domestik. Konvergensi regulasi mempengaruhi hubungan dan pola perdagangan yang tidak bisa absolut dikontrol otoritas domestik sebagai badan pembuat hukum *(regulator body)*. Argumentasi ini memperkuat asumsi John Jackson, dalam *The Policies Underlying International Economic Relations* bahwa perdagangan global sebagai interdepen-densi ekonomi. Masalahnya, *apakah interdependensi ekonomi akan konsisten menciptakan interdependensi sosial dan kemanusiaan?* Dalam banyak kasus, harapan menaiknya kesejahteraan dengan globalisasi ekonomi tidak mutlak terbukti. Paradoks globalisasi muncul dalam bentuk · perusakan lingkungan hidup oleh multinational corporation (MNC), · *illegal logging*, · perdagangan manusia untuk kepentingan industri pariwisata seksual. Ringkasnya, *globalisasi ekonomi tidak mampu mengeliminasi anasir eksploitasi yang laten dalam interdependensi ekonomi sekalipun*. Kita patut mensinyalir globalisasi perdagangan *tidak akan pernah* dengan sempurna dimenangkan ASEAN. Para aktor *multinational corporation* (MNC) jarang dilakoni pelaku biasa. *MNC mengendalikan 70-75 persen perdagangan dunia*, yang diperkirakan *350 MNC terbesar menguasai 40 persen perdagangan senilai 3.485 miliar dolar AS*, menguasai *75 persen dari total investasi global*. Lantas dimanakah posisi tawar aktor lokal-domestik? Posisi masyarakat sipil? Tesis yang mungkin dikembangkan Indonesia dan negara-negara ASEAN adalah *membangkitkan persatuan sosilogis warga kawasan*, *yang mendorong watak* *egaliter* dan *solidaritas level grass root ASEAN*. Relevan apabila ASEAN melakukan *integrasi ekonomi berbasis integrasi sosial ASEAN*. Dengan integrasi sosial bisa berwujud sebagai *gerakan aksi solidaritas yang otentik* atas berbagai isu dalam domain kepentingan publik ASEAN. Berbasis integrasi sosial, ASEAN bisa menyebarluaskan promosi dan konsumsi atas komoditas barang dan jasa ASEAN, seperti halnya secara negasi pernah digerakkan tokoh India, Mahatma Gandhi. Dengan tesis swadesinya, Gandhi menganjurkan masyarakat India tidak mengonsumsi produk *made in **England*. Gerakan ini, cikal bakal persatuan yang menggerakkan mesin perjuangan kemerdekaan India melawan kolonialisme-imperialisme Inggris. Resistensi sosial-kultural di India, membangkitkan gerakan *Hindu Revivalist (Rashtriya Swayamsewak Shangh)* yang mendesak India memboikot komoditas asing. Hikmah sejarah India itu mengajarkan revelansi membangun integrasi sosial dari masyarakat sipil di kawasan ASEAN, sehingga tercipta solidaritas yang otentik sebagai *need*masyarakat. Bukan sekedar *need* politis institusi formal pemerintah. Dalam konteks sejarah Indonesia, para pemilik modal Belanda yang bernafsu menguasai pasar Eropah, mengambil langkah kolonialisasi dengan manaklukkan Hindia Belanda (Indonesia). Proklamator Indonesia, Bung Karno mengemukakan bahwa *gerakan ekonomi kolonial industriawan Belanda tidak bisa dihantam dengan gerakan ekonomi*. Pada *setting* saat itu Hindia Belanda mutlak marginal sehingga mustahil melawan hegemoni ekonomi kolonialisme-imperialisme dengan gerakan ekonomi pula. Menurut Bung Karno, Indonesia saat itu dalam status *minimum lijtster* (segalanya minimum), sebagai efek *kolonialisme finanz capital imperialism*. *Indonesia** hanya sebagai tempat mengambil basis grondstoffen saja*. Dari mana memulai? Mengambil hikmah globalitasasi ekonomi versi kolonialisme-imperialisme, hanya *tesis gerakan sosial-kultural alternatif* *yang bisa menahan globalisasi ekonomi*. Artinya, *membangkitkan integrasi sosial ASEAN dengan mendorong dan memfasilitasi kohesi sosial ASEAN memulai debut gerakan sosial kultural Asean Communities in Collaboration*. Tesis ini tidak relevan dibandingkan dengan fakta keruntuhan adidaya Uni Soviet. Kasus Uni Soviet tidak relevan untuk menolak integrasi sosial ASEAN. · *Pertama*, meminjam pandangan tokoh ASEAN yang mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahatir Mohammad, dalam *A New Deal for Asia*, *ASEAN memiliki nilai tersendiri*, kendatipun disparitas karakter nilai-nilai dan budaya domestik relatif berbeda. Namun, memiliki *common values* yang kuat: orientasi kepada keluarga. · *Kedua*, berbeda dari bekas Uni Soviet yang selalu menjadi contoh rasionalisasi globalisasi, *potensi negara-negara ASEAN yang cenderung demokratis dan tidak otoriter*, efektif membantah tesis runtuhnya Uni Soviet sebagai akibat langsung globalisasi yang melanda negeri itu. Karenanya, relevan *menyuburkan komunitas masyarakat ASEAN* dengan mendorong *karakter egaliter* dan *solidaritas warga ASEAN* sebagai bagian *konvergensi ASEAN*. Untuk memulai *tesis integrasi sosial ASEAN*, beberapa gagasan bisa digarap otoritas pemerintah di ASEAN dan institusi ASEAN. · Hal pertama, *perspektif otoritas ASEAN bisa bergeser ke wilayah privatdengan memulai pengembangan partisipasi dan menggalang potensi masyarakat sipil ASEAN*. Walaupun pengembangan dimensi integrasi sosial masyarakat ASEAN adalah segmen yang belum terjamah secara formal dan sistematis, karena belum menjadi kebijakan formal ASEAN. Menerbitkan media, sarana, atau komunikasi arus bawah guna kolaborasi sosial masyarakat ASEAN, sehingga nilai kekeluargaan ASEAN tumbuh sempurna, meluas dan tersistematisir. · Gagasan kedua, tesis integrasi sosial yang sedemikian yang relevan nilai-nilai ASEAN, sehingga tidak terlalu sulit mengemas kebijakan formal ASEAN yang menukik bagi *kepentingan publik pada tingkat grass root*, misalnya dengan memfasilitasi kerjasama *people to people*, sinergi koperatif antara nonpemerintah dan nonpemerintah pada level dan kawasan ASEAN, ataupun antara nonpemerintah dan pemerintah ASEAN pada berbagai isu utama di ASEAN. Langkah sederhana bisa dimulai dengan mendorong dan memfasilitasi *aliansi LSM ASEAN*, misalnya untuk mempererat solidaritas buruh migran, menantang *illegal logging*, menantang perdagangan manusia, pencemaran lingkungan hidup, dan pembakaran hutan. · Gagasan ketiga, otoritas ASEAN mulai melibatkan *partisipasi masyarakat sipil ASEAN* dalam mekanisme formal perumusan kebijakan ASEAN. Kedudukannya sebagai mitra nonpemerintah bagi ASEAN yang berperan menjadi *kontributor bagi perumusan kebijakan ASEAN*. Artinya, ASEAN memperluas mitra kolaborasinya bukan saja antara ASEAN dengan mitra non-ASEAN, namun antara ASEAN dengan mitra LSM ASEAN dan non-ASEAN. · Gagasan keempat, mengembangkan *pemberdayaan masyarakat sipil ASEAN* yang menarik mitra kolaborasi LSM ASEAN dengan skema *ASEAN Aid* dalam kerangka kerjasama badan-badan ASEAN. Termasuk mengagas pembentukan *ASEAN Children's Fund* ataupun *ASEAN Board on Education*. Dengan argumentasi itu, sudah saatnya *ASEAN membuka katub partisipasi publik* yang selama ini masih dinilai formal-elitis dalam mengambil dan mempertimbangkan kebijakan. -- ============================================================= Perjuangan Melawan Kekuasaan adalah Perjuangan Ingatan Melawan Lupa -Milan Kundera- ============================================================= [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Ever feel sad or cry for no reason at all? Depression. Narrated by Kate Hudson. http://us.click.yahoo.com/LLQ_sC/esnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/